Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

04. Kapan Bergerak?

Kemarin memang sedikit sendu, memikirkan hal yang sebenarnya tidak perlu terlalu keras untuk menjalaninya, Bintang sadar, bahkan ketika ia terbangun pun, tubuhnya cukup seger. Bahkan memamerkan otot yang tak seberapa di depan Rafi ketika lelaki itu keluar dari balik pintu kamar mandi.

"Sekolah nggak?" tanya Rafi.

Bintang mengangguk mantap, meski semalam lelaki itu tampak cerah pagi ini, tidak dengan semalam. Bintang mengigau sampai membuat Rafi terbangun karena  khawatir. Ia tidak sejahat itu, bahkan melihat Bintang mengigau bukan pertama kali untuknya. Jika sedang menginap, Bintang akan merasa jauh lebih payah, kembali dalam dunia yang cukup menyedihkan.

"Fi, lo punya ide nggak, buat mantahin rasa bucin si Lusi ke gue?" tanya Bintang tiba-tiba membuat Rafi mencoleh sebentar, lalu kembali mengancingkan seragam sekolahnya.

Sesekali melirik Bintang yang masih setia di atas tempat tidurnya sambil bertopang dagu, menghela napas sesekali nyatanya tidak membuat Bintang berpindah dari tempatnya. Rafi yang menatap rasa malas yang ada pada diri temannya itu terkadang membuatnya jengkel, terlebih saat ini mereka sudah cukup terlambat bila harus berangkat menggunakan angkutan umum.

"Penting banget nggak?" hanya itu.

Setelahnya Rafi pun menyambar tas sekolahnya yang ia letakkan di kursi belajar. Melihat punggung Rafi berbalik, Bintang dengan cepat melesat ke kamar mandi, meski tidak berkata apa pun, tapi reaksi Bintang saat kaki Rafi mulai melangkah keluar membuat lelaki itu panik.

Ingin tertawa, walau bagaimanapun, Bintang tetap remaja sembrono yang kadang perlu perhatian ekstra. Dan acaranya menginap semalam, bukan karena dirinya malas di rumah, tetapi Ayahnya, kembali dari perjalanan panjangnya ke luar kota, tidak hanya sendiri, tetapi dengan istri barunya juga anak mereka.

Entah harus berkomentar apa pada Bintang saat lelaki itu tiba di rumahnya dengan seragam yang lusuh juga tas yang isinya beberapa pakaian yang sempat ia bawa dari rumah.

Saat malam pun Bintang tidak mengatakan apa-apa selain meminta izin pada Desi, ibu dari Rafi. Berhubung sang Papa masih ada dinas di luar pulau, tentu saja Desi tidak keberatan apalagi Bintang sama seperti Rafi, hanya selisih dua bulan dari putranya itu.

Usai bersiap, dengan langkah penuh percaya diri Bintang pun keluar dari kamar, melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, kedua matanya selalu terpukau dengan sosok Desi yang begitu telaten mengurus segalanya. Beberapa saat langkah kakinya terhenti ketika melihat Rafi yang baru kembali dari halaman belakang. Sepertinya tak ada yang aneh, sebelum langkahnya benar-benar mendarat di lantai dasar kedua mata Bintang tiba-tiba membulat sempurna saat ia ingat ada tugas yang belum ia kerjakan.

Melihat Bintang yang tergesah membuat Desi terkejut di tempatnya, mengingat kalau tadi ia sempat meminta Bintang dan Rafi untuk segera bergabung di meja makan untuk sarapan bersama.

"Bintang kenapa Ma?" tanya Rafi ketika sampai dang mengambil tempat lebih dulu di sebelah kanan Desi.

"Mana nggak tahu, tiba-tiba lari lagi ke atas, ada yang ketinggalan kali," balas Desi sambil menuangkan air minum di gelas Rafi.

Wajah ayu itu terlihat begitu teduh bila dipandang, membuat siapa pun yang menatapnya akan bersemangat, belum lagi ketika Desi tersenyum, Bintang saja mengakui kalau Ibu temannya itu sangat cantik.

"Ma, aku boleh tanya sesuatu?" tanya Rafi, membuat Desi mengangkat sebelah alisnya saat menoleh.

"Tanya apa, Sayang," balas Desi. 

Suara lembut itu selalu candu di telinga, bahkan saat wanita itu menghentikan kegiatannya sesaat hanya untuk menatap wajah putranya. Diusap perlahan wajah rupawan Rafi, membuat si pemilik menikmati lembut telapak tangan dari wanita yang sangat ia cintai.

"Kok diem? Tadi, katanya mau tanya," ulang Desi,  Rafi pun terdiam cukup lama sambil  menunduk.

"Aku..., "

"Selamat pagi, Tante, Fi?" 

Dengan cepat Rafi menoleh ke belakang, di sana ada Bintang yang berjalan mendekat ke arah mereka. Setelah sampai Bintang pun mengambil tempat duduk yang bersebrangan dengan Rafi, bahkan lelaki itu terlihat biasa saja seolah lupa tentang kejadian semalam yang membuat Rafi khawatir setengah mati.

Hela napas panjang, membuat perhatian Bintang langsung melirik ke arah temannya yang tengah sibuk menyantap sarapan pagi yang dibuatkan oleh Desi.
Meski hanya sekadar nasi goreng dan beberapa buah, tetap saja rasanya selalu enak  bila sudah masuk ke dalam mulut.

"Kamu kenapa baru turun? Udah siang ini, bisa telat kalian," ucap Desi seraya memberikan segelas air pada Bintang yang justru terlihat begitu santai.

Sesekali Bintang melirik Desi, lalu tersenyum kemudian kembali melanjutkan sarapannya. Sementara Rafi dibuat kesal karena obrolannya yang belum sampai pada klimaks itu harus kembali tertunda.

"Tan, Bi boleh tanya sesuatu nggak?"

Tanya Bintang di selah sarapannya. Lelaki itu tampak gelisah, setiap kali ingin mengeluarkan isi hatinya, terlebih perasaannya yang selalu tak enak ketika melihat Rafi. Seakan perhatian Desi hanya untuk Bintang, meski mereka sudah berteman cukup lama.

"Lho kamu juga diem? Ini ada apa, sih? Tadi Rafi, sekarang kamu, kalian lagi puasa ngomong?"  Celetuk Desi.

Wanita itu dibuat gemas oleh kedua remaja yang tiba-tiba menjadi seperti patung di dekatnya. Melihat fenomena langka, justru membuat Desi pusing, bahkan jauh lebih melelahkan dari pada harus mendengar suara gaduh yang ditimbulkan oleh Bintang setiap kali lelaki itu menginap.

"Ma, aku berangkat dulu," ucap Rafi, setelahnya melirik ke arah Bintang." Mau bareng nggak?"

Dengan cepat Bintang mengangguk, usai meneguk habis air minumnya, mereka pun berpamitan pergi. Walau sedikit kesal, tetap saja, Rafi tidak akan bisa marah melebihi batas. Ia sudah cukup mengenal Bintang yang murung, kali ini ia akan membuat lelaki itu menghabiskan masa remajanya dengan hal-hal yang lelaki itu suka.

🍂🍂

Katanya, melihat bidadari di pagi hari itu membuat semangat belajar akan lebih berwarna. Mungkin itu benar, bahkan saat baru sampai di depan gerbang sekolah, mata Bintang sudah tertuju pada gadis yang duduk di bangku pos jaga, sambil mengenakan jepit warna merah berbentuk pita, membuat wajah yang sedikit bulat itu terlihat begitu manis.

Matanya terus tertuju pada gadis yang beberapa kali bertemu dengannya karena kecelakaan kecil.  Bahkan Bintang masih mengingat kejadian kemarin, saat salah seorang siswi menabraknya, gadis  itu justru maju paling depan untuk berbicara empat mata dengannya.

"Lihat siapa?" tegur Rafi, setelah memarkirkan motornya.

Bintang menoleh, lalu menggeleng setelahnya ia pun melanjutkan langkah meninggalkan Rafi yang masih berdiri.

Sepanjang jalan menuju kelas, Rafi terus mengoceh, sementara Bintang diam memikirkan cara untuk melunakkan hati gadis yang berhasil membuat isi kepalanya penuh. Ia rela berpacaran dengan gadis yang bahkan tidak ia suka sama sekali. Dan tentu saja itu tidak akan bertahan lama. Namun tidak dengan yang satu ini.

Menurut Bintang pesona gadis yang ia temui di gerbang membawa aura yang berbeda, seperti sedang berada di negeri dongeng.

"Bi, gue perhatiin akhir-akhir ini karir lo jadi king of playboy menurun, apa karena cewek yang di gerbang tadi?"

Celetuk Rafi berhasil membuat Bintang menjentik keningnya. Entah dapat dari mana, tapi apa yang dikatakan Rafi memang ada benarnya. Setelah putus dari Nadia, Bintang belum juga memacari siapa-siapa, bahkan beberapa hari lalu sudah ada yang melamar untuk menjadikan Bintang sebagai pacarnya.

Meski tidak semua gadis yang melakukannya seakan tak ada harga dirinya, tetapi Bintang juga tidak ingin membuat kegaduhan karena menolak dengan kasar.

Duduk bersandar di kursinya, Bintang pun menatap langit-langit ruang kelasnya dengan tatapan tak terbaca. Mereka sampai sebelum bel masuk berbunyi, untung saja guru yang mengajar di jam pertama belum datang, bisa-bisa Bintang atau Rafi akan menjadi cleaning servic selama dua jam.

"Bukan menurun, lagi mikir gue tuh," ucap Bintang.

"kalau kelamaan mikir, kapan geraknya? Keburu diambil orang lah, inget kalau sekarang Lo pacaran lagi, mantan Lo udah mau sembilan puluh tujuh, inget Lo bukan hidup di zaman prasejarah yang penuh sama candi, Bi."

Mendengar Rafi memperingatinya, sejenak Bintang terdiam. Bahkan mantan yang baru ia outusi, baru Nadin, apa benar sudah sebanyak itu?

"Belum!"

"Apa yang belum, Bintang?"

Tiba-tiba Bintang tersentak saat melihat sosok wanita paruhbaya berdiri di sebelah mejanya.

"Kamu melamun?"

Bukan salah siapa pun kali ini, Bintang sendiri yang memang kurang fokus padahal sebentar lagi akan menghadapi ujian kelulusan. Ia pun bangkit setelah mendapat tegur dari gurunya.

"Aw!"

🍂🍂

Terima kasih sudah berkunjung, salam manis Bintang.


Publish, 7 April 2023


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro