Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 7

Satu hal yang tak dimengerti Kayla saat ini adalah betapa semesta berkonspirasi dengan segala sudut yang ia pijak bahwa kemana pun kaki melangkah nama Bagas selalu menggelayut dalam benak. Meski sempat satu tahun terpisah dan tak pernah bersua, nyatanya sosok laki-laki itu sering hadir dalam mimpinya, seolah membawanya kembali ke masa silam di mana ia masih menjadi mahasiswi bimbingan Bagas.

Kayla ragu untuk menerima pinangan Bagas. Kendati ia sadar bahwa hatinya perlahan luluh karena keseriusan mantan dosen pembimbingnya itu, tapi masih bercokol sejuta pertanyaan, apakah Bagas laki-laki yang tepat untuknya?

Tak mudah bagi seseorang yang tumbuh dalam keluarga yang tak harmonis seperti dirinya untuk percaya pada komitmen dalam pernikahan. Bagaimana komitmen itu terus terjaga hingga nanti tanpa adanya pengkhianatan? Bagaimana jika rasa cinta yang bersemi di hati Bagas hanyalah bentuk "euforia" karena kembali bertemu dengan seseorang yang pernah ia sakiti? Bagaimana jika Bagas tak benar-benar mencintai dan hanya berniat menebus kesalahannya? Meski sosok yang dikenal tegas dan disiplin itu mengatakan bahwa ia benar-benar jatuh cinta, tapi Kayla tak bisa percaya begitu saja. Ada ketakutan lain yang juga memporak-porandakan hatinya dan menambah sederet rasa ragu. Bagaimana jika orang tua Bagas tak bisa menerima latar belakangnya terutama terkait sang ayah yang saat ini mendekam di balik jeruji besi? Rasa-rasanya ia begitu jauh jika dibandingkan dengan Bagas. Dari segala sisi, ia merasa tak mampu mengimbangi Bagas dan tak layak mendampingi Bagas.

Kayla hanya belum siap menerima pinangan Bagas walau ia sendiri tak mau memberi harapan kosong dan tak ingin menahan Bagas untuk menunggunya. Ia tak akan mengikat hati pria itu.

Siang, bada' Zuhur adalah waktu tersibuk Kayla bersama Asih dan Anto. Karena di jam-jam itu banyak mahasiswa yang datang untuk makan siang. Bagas yang ingin bertemu Kayla, harus bersabar hingga suasana kantin sedikit lengang. Namun ia pun ragu, untuk apa bertemu? Apa ia harus meminta kepastian Kayla saat itu juga? Apa tidak terlalu cepat? Dia tak mau terkesan tidak sabaran. Namun ia tak mampu menepis rasa penasaran yang begitu tinggi akan jawaban Kayla.

Tercetus ide brilian dari benak sang dosen. Ia mengirim pesan pada Anto, memesan soto dan tak lupa, ia minta Kayla yang mengantarkan. Senyum terlukis dari kedua sudut bibir Bagas. Rasa gugup dan berdebar tiba-tiba menerjang. Bukankah dulu ia sama sekali tak merasakan getaran apapun saat Kayla menghadap ke ruangannya? Namun kini, membayangkan akan bertemu gadis itu saja sudah menerbitkan rasa yang tak menentu.

Harapan Bagas untuk bertemu Kayla terlaksana. Gadis itu mengantar semangkok soto ke ruangan Bagas. Kayla menghindari kontak mata dengan Bagas. Ia berusaha bersikap sebiasa mungkin meski teramat susah untuk bersikap biasa. Saat gadis itu hendak keluar ruangan, Bagas memanggilnya. Praktis gadis itu menghentikan langkah.

"Kayla, bisa kita bicara sebentar?" Bagas menatap gadis itu lembut, bukan tatapan galak sang dosen seperti dulu.

Kayla mengangguk. Bagas mempersilakannya untuk duduk.

"Mungkin ini terlalu cepat. Tapi jujur, saya penasaran dengan jawaban kamu."

Kayla menghela napas, berusaha merangkai kata yang tepat.

"Pak, jujur saya belum siap untuk menikah. Banyak yang harus saya benahi. Banyak ketakutan yang saya rasakan. Banyak kekhawatiran. Trauma dalam diri saya belum sepenuhnya hilang, termasuk rasa ragu akan komitmen dalam pernikahan. Saya nggak perlu menjelaskan, Bapak pasti memahaminya." Kayla memberanikan diri mengangkat wajahnya. Dua mata Bagas masih tertuju padanya.

"Itu artinya kamu menolak saya? Karena kamu belum siap dan masih trauma?"

Kayla mengangguk pelan.

"Maafkan saya, Pak. Saya... Saya juga belum yakin akan perasaan Bapak juga respons dari keluarga Bapak nanti. Saya merasa Bapak mungkin tidak benar-benar mencintai saya. Bapak hanya ingin menebus semua yang pernah terjadi di masa lalu." Kayla menunduk.

Bagas mengembuskan napas, mencoba sedikit mengeluarkan kekecewaan yang bercokol di dada. Memang tidak mudah. Embusan napas itu pun serasa memberat.

"Kenapa kamu masih ragu sama saya? Memang awalnya saya bersimpati sama kamu. Saya merasa bersalah karena saya turut andil menghancurkan masa depan kamu. Saya ingin menjadi masa depan kamu yang bisa membahagiakan kamu. Setidaknya ada kesempatan untuk saya mencintai kamu dan kita akan bersama-sama merakit masa depan berdua. Sampai akhirnya saya sadar. Perasaan simpati ini sudah berkembang menjadi rasa sayang."

Kayla bergetar mendengar penuturan Bagas. Namun ia masih membisu.

"Saya menginginkan kamu seperti laki-laki yang menginginkan perempuan untuk menjadi pendamping hidup. Saya akan berusaha membangun kepercayaan dalam diri kamu pada komitmen sebuah pernikahan," lanjut Bagas dengan pendar mata yang seolah lebih hidup. Ia hanya ingin meyakinkan Kayla.

Kayla termenung. Ia masih menundukkan wajah, tak sanggup melihat rasa kecewa yang tersirat di raut wajah Bagas. Ia tak mau menjadi lemah karenanya.

"Kayla... Jujur, apa nggak ada sedikit pun perasaan untuk saya?" Bagas bicara tegas tapi masih terbalut kelembutan.

Kayla tersentak. Ia mengangkat wajahnya dan membaca sejuta pengharapan terbersit dari raut wajah Bagas yang menatapnya begitu dalam.

"Atau kamu memang nggak ada rasa sama saya makanya kamu menolak?" Volume suara Bagas menurun seiring hati yang sudah membasah.

Kayla hendak bersuara tapi bibirnya serasa kelu.

"Kenapa kamu diam?" tanya Bagas masih dengan sepasang netra yang awas menelisik ke dalam sorot mata sang gadis pujaan.

Kayla tak tahu harus mengucap apa.

"Maafkan saya, Pak. Saya permisi dulu." Kayla beranjak. Sebelum langkahnya mencapai pintu, Bagas begitu cekatan menyusul langkah Kayla dan menarik tangan gadis itu.

Kayla terperanjat saat Bagas menarik tubuh gadis itu ke sudut ruangan dan membuatnya terhimpit di depan dinding. Bagas menguncinya dengan kedua tangannya, membuat Kayla deg-degan tak karuan. Ini pertama kali untuknya menatap Bagas dari jarak yang begitu dekat. Kayla tahu, harusnya ia berteriak atau segera meloloskan diri dari kungkuman kedua lengan kekar Bagas yang bersandar di dinding. Namun ia hanya mematung dan berdebar ketika aroma mint tercium dari embusan napas Bagas.

"Tolong jawab, Kay, apa kamu nggak ada rasa sama saya?" Bagas menelisik ekspresi wajah Kayla yang tak terbaca. Namun ia bisa merasakan ada rasa grogi yang saat ini menyiksa gadis itu.

"Pak... Saya...." Kayla tak sanggup menjelaskan.

Bagas masih terpaku pada wajah manis Kayla dan naluri laki-lakinya pun merambat naik, perlahan membenamkan sebagian akal sehatnya. Ada rasa ingin memiliki gadis itu meski sekadar mengecup bibir ranum Kayla yang gemetaran. Entah kenapa rasanya begitu menggoda hingga tak sadar jari-jari Bagas mengusap sudut bibir Kayla. Gadis itu pun membeku, mencoba membangun benteng pertahanan yang lebih kuat agar tak hanyut dalam atmosfer yang terasa begitu manis dan panas di waktu yang bersamaan. Sensasi yang mendebarkan serasa begitu nikmat dan melenakan. Hingga jarak yang kian terpangkas pun belum sanggup menyadarkan keduanya. Sampai akhirnya Bagas merasa seperti disadarkan. Tidak seharusnya ia melanggar batasan yang ada.

Dosen lajang itu segera menjauhkan wajahnya dari wajah Kayla. Gadis itu masih membeku. Setelah Bagas menjauh, barulah ia sadar bahwa apa yang terjadi sebelumnya adalah sesuatu yang sangat memalukan, mengoyak harga dirinya sebagai perempuan. Memang ciuman itu belum terjadi, tapi ia merutuki kebodohannya yang hanya bisa terdiam kala Bagas hendak menciumnya. Harusnya ia bersikap tegas dan menjaga jarak, bukan memudahkan akses untuk Bagas melakukan sesuatu. Seketika Kayla merasa begitu murahan. Ia tak lagi sanggup berdiri di ruangan Bagas. Tanpa kata-kata gadis itu keluar ruangan dan ia bersumpah tak akan kembali lagi ke ruang kerja Bagas.

Kayla masih saja menyalahkan diri atas apa yang baru terjadi. Ia berpikir mungkin Bagas sengaja mengujinya. Berpura-pura hendak menciumnya untuk tahu reaksinya. Dan kini ia pasrah jika Bagas menilainya murahan dan gampangan. Ia pun bingung kenapa ia tak berkutik? Kenapa ia tak mencoba melawan?

Bagas pun bertanya-tanya, kenapa Kayla langsung pergi begitu saja? Apa ia malu? Apa justru mengendalikan diri untuk tak mencium Kayla adalah penghinaan untuk gadis itu? Pria itu semakin resah memikirkan sang gadis yang telah mencuri hatinya.

******

Hari berganti dan waktu berjalan lebih cepat. Sejak insiden "hampir berciuman" itu terjadi, kedua insan yang sebenarnya saling jatuh cinta itu saling menghindar. Kayla merasa tak lagi punya muka saat berpapasan dengan Bagas karena masih menyimpan rasa malu. Bagas pun tak enak hati dan berpikir Kayla marah padanya.

Hingga akhirnya Bagas memberanikan diri menemui Kayla di kantin. Saat itu pengunjung tak terlalu banyak.

"Kayla... Saya... Saya ingin minta maaf untuk... untuk kejadian beberapa hari yang lalu." Bagas mendekat ke arah Kayla yang tengah membuat jus.

"Bapak tidak salah," balas Kayla tanpa menoleh. Debaran itu selalu saja merajai saat tengah berada dekat Bagas.

"Saya merasa sangat bersalah," balas Bagas.

Kayla tertegun tapi masih saja tak berani menatap Bagas.

"Dan saya masih ingin mengajak kamu menikah," lanjut Bagas kembali.

Kayla menatap mantan dosen pembimbingnya itu tanpa suara meski dalam hati bergejolak seribu tanya, Bapak serius? Bapak beneran ngajak saya nikah?

Di saat yang sama Reino datang ke menghampiri Kayla.

"Kayla, Minggu sore nanti saya jadi ke tempat kamu, ya," tukas dosen lajang itu santai.

Bagas mengernyitkan alis. Entah kenapa ia begitu kecewa pada Kayla yang begitu mudahnya mengizinkan Reino datang ke rumah di saat ia tengah menanti jawaban.

Bagas menatap Kayla dengan kekecewaan yang teramat besar. Ia berbalik dan meninggalkan kantin tanpa bicara. Kini Kayla yang bingung bagaimana harus menjelaskan pada Bagas bahwa Reino akan bertandang ke tempatnya untuk mengambil pesanan snack dan nasi kotak. Reino tak mau merepotkan Kayla, karena itu ia akan mengambil pesanannya sendiri.

Hati kembali patah. Kayla tak ingin Bagas salah paham dan ia harus menjelaskan semua.

******

Maaf ya partnya gak panjang2, pendek2 aja di sini. Yang penting lancar update. Aktif kuliah itu artinya setiap minggu jadi minggu yg sibuk karena tugas berjibun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro