Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 4

Absen dulu yg emak-emak squad siapa aja ya? 😂
Yg single banyakan umur berapa?
Untuk genre romance kalian senang adegan romantisnya sebatas apa? Seperti biasa, aku gak akan pakai adegan eksplisit di cerita manapun ya. Apalagi di sini tokoh utamanya belum menikah. Jadi ada batasannya.

Kayla menyajikan dua gelas teh hangat di hadapan Aminah dan Toro. Sepiring ubi rebus turut menghangatkan atmosfer di rumah cukup besar yang masih melestarikan gaya arsitektur ala zaman kolonial itu. Tak hanya jendela kamar yang panjang dan besar, bangunan rumah juga terlihat tinggi dengan ubin antik khas zaman penjajahan Belanda.

Dua eyangnya ini masih terlihat sehat dan segar kendati usianya sudah memasuki 70 tahun. Tak hanya itu, mereka pasangan suami istri yang berwawasan luas dan dermawan. Tak heran saat mereka memutuskan pindah dari Bandung ke Purwokerto, banyak tentangga yang merasa kehilangan.

"Kayla, Eyang ingin bicara serius sama kamu." Aminah memandang cucu angkatnya dengan tatapan yang begitu teduh.

"Ada apa, ya, Eyang?" Kayla penasaran dengan apa yang tengah dipikirkan eyang putri.

"Kamu sudah 23 tahun. Sudah bisa dibilang pantas untuk menikah. Apa kamu belum ada keinginan untuk menikah?" sebelumnya Aminah ragu untuk bertanya. Namun ia juga ingin Kayla menemukan seseorang yang tepat dan bisa menjadi imam yang baik untuknya.

Kayla terdiam. Berbekal pengalaman pahit dibesarkan dalam keluarga yang tak harmonis dan diwarnai kekerasan serta pertengkaran, membuat Kayla memiliki ketakutan tersendiri tentang pernikahan. Ia skeptis akan cinta. Ia skeptis akan adanya laki-laki yang tulus mencintai dan menerimanya dengan latar belakang keluarga yang hancur. Terlebih jika tahu saat ini ayahnya tengah mendekam di penjara, ia ragu ada yang mau menerimanya dengan tulus. Mungkin ada laki-laki yang tak mempermasalahkan, tapi bagaimana dengan keluarganya?

"Kayla... Kayla belum siap menikah. Kalau nanti Kayla menikah, Kayla akan dibawa suami Kayla. Lalu siapa yang akan mengurus Eyang?" Kayla menatap Aminah dan Toro bergantian.

Toro tertawa renyah.

"Kalau kamu menikah, Eyang malah senang karena ada seseorang yang akan menjaga kamu. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan Eyang. Kami udah sepuh, tinggal nunggu dipanggil sama Allah. Kami justru memikirkan masa depanmu." Toro tersenyum lembut. Ia ingin melihat Kayla bahagia bersama seseorang yang tepat untuknya, yang akan bersama-sama menjalani suka duka kehidupan dengan bernaung pada cinta karena Allah. Gadis itu pantas mendapatkan kebahagiaan.

Mendadak ada hujan yang turun membasahi hati Kayla. Rasanya begitu sedih mendengar sang eyang bicara soal kematian. Bagaimana jika mereka dipanggil Allah? Sanggupkah Kayla menjalani hari-harinya dengan kembali merasakan sakitnya kehilangan? Hingga detik ini sakit karena kehilangan sang ibu masih terasa begitu perih, jejak luka itu masih menganga.

"Bagaimana dengan Bagas, Kayla? Eyang rasa dia punya perhatian khusus sama kamu. Anaknya juga sopan." Aminah melirik Toro sekilas dan dibalas anggukan oleh Toro, pertanda Toro sependapat dengan istrinya.

Tiba-tiba dadanya berdebar hebat dan jantungnya seakan berpacu berkali lipat begitu mendengar nama itu disebut. Ketakutan setiap mendengar nama itu perlahan mengikis, barganti dengan debaran lain yang tak bisa ia jelaskan secara rinci. Ia terbayang wajah Bagas yang menyiratkan kekecewaan ketika ia menolak ajakan untuk makan malam.

"Kami tak ada hubungan apapun," balas Kayla pelan.

"Tak ada hubungan apapun untuk saat ini, tapi tak menampik kemungkinan untuk kalian bisa mengenal lebih dekat," tukas Aminah.

Kayla tak merespons. Sama sekali tak terpikirkan olehnya untuk menikah dengan seseorang yang pernah menyakiti dan salah satu penyumbang trauma hebat dalam hidupnya. Kata-kata kasar Bagas masih saja terngiang. Ia memaafkannya, tapi rasa sakit itu begitu susah untuk dienyahkan.

******

Sudah beberapa hari ini Bagas tak lagi menyambangi kantin Kayla. Ia sengaja menciptakan jarak antara dirinya dan Kayla. Ia merasa gadis itu sudah masuk terlalu dalam ke hatinya. Gadis itu pula yang akhir-akhir ini mengacaukan pikirannya. Kehidupannya tak lagi sama. Sepanjang malam ada rasa menyesakkan karena kecewa dan sakit hati atas tanggapan dingin Kayla padanya. Ia tak mau Kayla mengambil alih seluruh ruang di hatinya. Ada ketakutan untuk patah hati. Ada ketakutan untuk kembali merasakan sakit karena cinta seperti yang pernah ia rasakan sebelumnya. Sekian tahun memendam perasaan pada gadis yang ia kenal sejak SMA. Masa kuliah sempat dekat dan tahu akan perasaan masing-masing. Dan saat ia serius ingin melamar sang gadis pujaan, pil pahit harus ia telan. Gadis itu menikah dengan sahabatnya sendiri.

Beberapa hari itu juga, Kayla merasa kehilangan. Ada sesuatu yang kurang kala ia tak pernah lagi melihat Bagas. Sesuatu yang kosong. Namun ia merasa lega saat para mahasiswa yang makan di kantin membicarakan tentang Bagas, tentang caranya mengajar yang tegas, disiplin, dan penjelasannya selalu mudah dimengerti. Itu artinya mantan dosen pembimbingnya baik-baik saja dan beraktivitas seperti biasa. Kayla sadar, ia melibatkan perasaan terlalu jauh karena belakangan ini, ia selalu memikirkan Bagas.

Asih meracik soto Sokaraja pesanan Pak Ridwan, Pak Setyo, dan satu lagi, Pak Reino di ruang dosen III. Soto Sokaraja kantin Kayla memang terkenal enak. Begitu juga mendoan yang memiliki cita rasa khas. Dua makanan ini menjadi makanan paling laris di kantin Kayla.

"Bulik, soto dan mendoannya pesanan siapa?" tanya Kayla yang tengah mengiris bawang daun.

"Biasa, Pak Ridwan, Pak Setyo, terus satu lagi Pak Reino. Nanti kamu yang mengantarkan, ya."

Deg...

Debaran itu bertalu. Ruang kerja Bagas juga ada di ruang dosen III. Biasanya ia selalu menghindar, kali ini dengan sukarela ia akan mengantarkan.

Kayla berjalan menuju ruang dosen III dengan gemuruh di dada yang belum jua mereda. Gugup itu semakin menguasai. Ada desiran yang tak bisa ia cegah kala membayangkan dirinya akan bertemu Bagas di sana. Berulang kali Kayla menyangkal dalam hati. Tidak... Ia tidak mau jatuh pada Bagas. Ia tak akan melemah.

Kayla mengucap salam setiba di depan ruang dosen III yang memang terbuka pintunya. Beberapa dosen yang tengah duduk di sofa menjawab salam. Reino membantu Kayla meletakkan tiga mangkok soto dan sepiring mendoan. Sekilas Kayla melirik Bagas yang duduk di ruangannya tanpa bergabung dengan teman-temannya. Sepertinya ia baru saja selesai mengajar. Di ruang dosen III ada enam ruang kerja, salah satunya ruang kerja Bagas. Dan di dekat pintu ada dua sofa serta satu meja yang biasa dijadikan tempat berkumpul para dosen saat sedang rehat. Pintu ruangan Bagas terbuka hingga memungkinkan bagi  Bagas dan Kayla untuk saling memandang  Kedua pasang mata itu sempat beradu sekian detik, tapi Kayla buru-buru menunduk.

"Mbak Kayla, sotonya selalu enak. Mbak Kayla ini pinter masak, ya?" tanya Fatima, salah satu dosen senior yang sudah lama mengajar di kampus ini.

"Saya masih belajar, Bu," jawab Kayla merendah. Kayla belajar memasak soto untuk menyegarkan pikiran dan membebaskan diri dari tekanan psikis pasca musibah yang datang beruntun. Ia tularkan ilmu memasak soto pada Asih dan Anto.

"Masih belajar aja udah enak banget. Mbak Kayla ini telaten ya, rajin, pinter masak. Kalau saya punya anak cowok, sudah saya jodohkan dengan Mbak Kayla." Fatima tersenyum ramah. Ia mengagumi keuletan dan kecekatan Kayla.

Kayla hanya bisa tersenyum dan menunduk.

"Pak Reino juga masih sendiri Bu Fatima. Rasa-rasanya cocok nih sama Mbak Kayla. Pak Reino kan suka perempuan yang pinter masak." Ridwan melirik dosen 28 tahun itu dan tersenyum penuh arti.

Reino tersipu, tak dapat menyembunyikan rona merah di wajahnya. Ia memang tertarik dengan Kayla.

"Pak Ridwan nih ngledekin saya mulu," timpal Reino untuk menutupi groginya.

"Jangan malu-malu Pak Reino. Kalau suka maju saja, nanti keburu diambil orang. Iya nggak Mbak Kayla?" Ridwan melirik Kayla yang salah tingkah.

Kayla hanya tersenyum, tak tahu harus merespons apa.

"Mbak Kayla ini masih sendiri atau udah punya pacar? Pak Ridwan main jodoh-jodohan segala. Barang kali Mbak Kayla udah punya pacar." Setyo ikut berkomentar.

Kayla masih terpaku.

"Mbak Kayla udah punya pacar?" Bu Fatima penasaran juga apa gadis sebaik dan setelaten Kayla ini memang masih sendiri. Wajahnya cukup cantik, Bu dosen satu itu yakin banyak laki-laki yang menyukai Kayla.

Kayla menggeleng pelan, "Belum, Bu."

"Masih ada kesempatan, tuh." Setyo dan Ridwan menepuk bahu Reino berulang kali.

Bagas mendengar perbincangan itu dari ruangannya. Entah kenapa ia tak suka mendengarnya. Ia tak suka jika Reino dijodoh-jodohkan dengan Kayla. Tiba-tiba ia resah, cemas membayangkan Reino akan bergerak lebih dulu untuk meminta Kayla menjadi istrinya. Ada rasa tak ikhlas jika Kayla dimiliki pria lain. Ia memang sengaja menghindari Kayla. Ia pikir, perasaannya akan meredup perlahan. Ia pikir, nama gadis itu tak lagi mengusik pikirannya. Ia pikir kerinduan pada gadis itu akan sirna seiring dengan berlalunya waktu. Namun ia salah. Perasaan itu justru semakin menguat. Ia tak bisa lagi memendam rasa yang terus bergejolak.

******

Bagas menunggu hingga Kayla membereskan dagangan dan bersiap pulang. Meski sampai sore, Bagas tetap menunggu. Ia bolak-balik berjalan depan kantin untuk memastikan Kayla sudah membereskan dagangan atau belum. Ia ingin bicara dengan gadis itu. Entah bicara apa, yang penting ia ingin bicara dengan Kayla.

Bagas melangkah menuju kantin. Ia mengucap salam dengan tenang. Kayla menjawab salam itu dengan perasaan kaget luar biasa. Dadanya kembali berdebar. Selalu saja ada rasa gugup dan tak terdefinisikan setiap kali berhadapan dengan Bagas.

"Udah selesai beres-beresnya?" tanya Bagas dengan nada lebih lembut dari biasanya. Ia tak melihat Asih dan Anto. Bagas menduga mereka sudah pulang terlebih dahulu.

Kayla mengangguk, "Sudah."

Bagas penasaran, kenapa Kayla tak pernah tersenyum padanya. Ia cemburu pada siapapun yang diberi senyum olehnya. Kenapa hanya padanya, gadis itu bersikap ketus.

"Kenapa kamu nggak pernah senyum sama saya?" Bagas menelisik penampilan Kayla yang tampak lebih anggun setelah berhijab.

Kayla menoleh ke arah Bagas.

"Dulu waktu saya masih jadi mahasiswi bimbingan Bapak, saya selalu tersenyum setiap kali berpapasan dengan Bapak. Bapak tidak pernah membalas. Apa saya protes sama Bapak karena Bapak nggak pernah senyum sama saya?"

Bagas tak menyangka, Kayla yang dulu begitu pendiam kini berani membalasnya .

"Jadi kamu balas dendam? Lalu apa makna senyum kamu waktu Pak Ridwan meledek Pak Reino untuk terus maju sebelum kamu diambil orang?"

Kayla menajamkan matanya. Bahkan ia sudah lupa jika ia tersenyum saat Pak Ridwan meledek Pak Reino karena ia anggap itu hanya bahan candaan saja.

"Senyum? Apa yang salah dengan senyum saya? Apa iya saya harus bereaksi dengan cemberut? Saya harus ramah dengan pelanggan saya." Kayla mengernyitkan alis, merasa heran karena Bagas mempermasalahkan sesuatu yang tak penting.

"Senyum itu disesuaikan dengan kondisi. Makna senyum kamu itu bisa diartikan kamu setuju jika Pak Reino terus maju untuk mendapatkan kamu." Bagas menegaskan kata-katanya.

"Apa urusannya dengan Bapak kalau Pak Reino maju?" Kayla membalas tak kalah tegas.

Bagas hendak berkata-kata tapi bibirnya seketika terkatup, menyadari bahwa dirinya terlalu terang-terangan menunjukkan kecemburuannya.

"Saya dosen kamu, Kay!" kata-kata itu meluncur begitu saja.

"Itu dulu, sekarang tidak," sela Kayla segera tanpa menoleh ke arah Bagas.

Bagas mengusap wajahnya. Bahkan ia lupa saat ini status antara mereka bukan lagi dosen pembimbing dan mahasiswi bimbingannya.

"Pokoknya saya tidak suka jika Pak Reino mendekati kamu." Bagas tak bisa menahan lagi. Ia menatap Kayla tajam.

"Apa hak Bapak mengatur hidup saya?" Kayla tak mau begitu saja dikendalikan Bagas.

"Saya tak ingin ada orang lain yang mendekati kamu. Sesederhana itu," tandas Bagas lalu berbalik dan melangkah meninggalkan Kayla.

Gadis itu mematung dengan sejuta tanya. Ada apa dengan mantan dosen pembimbingnya? Kenapa dia menjadi aneh?

******

Dilanjut kalo vote & comment udah banyakan. Pendek dulu. Mau lanjut ngetik Mas Duda.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro