Extra Chapter: Pelabuhan Mustika
Atas permintaan pembaca, aku publish lagi spin off dari Mantan Dosen Pembimbing di extra chapter, agar jadi satu sama cerita ini. Extra chapter berisi cerita Mustika-Rakha-Irhaz
❤️❤️❤️❤️
Pemuda itu duduk dengan mata yang sudah berembun. Bajunya sedikit basah karena tertimpa gerimis yang turun sejak tadi pagi. Malam ini ia beranikan diri menghadap orang tua dari gadis yang ia cintai sejak lama. Namun, semua tak berjalan sesuai harapan. Nada tinggi dan mata yang melotot menjadi santapannya kala ia utarakan niatnya untuk menikahi Mustika.
"Kamu mau kasih makan apa anak saya dengan pekerjaan kamu yang hanya driver ojek online?" suara itu begitu tegas, senada dengan tampang gahar yang tampak dari wajah yang kerap minim ekspresi.
Nyali pemuda itu menciut. Namun, ia tak ingin mundur. Jalinan cinta yang terajut lama akan ia perjuangkan hingga titik terakhir. Ia tak akan mundur.
Wira, ayah sang gadis kembali menatap pemuda itu tajam.
"Kami sudah merencanakan pernikahan putri saya dengan laki-laki mapan dan bertanggung jawab pilihannya. Jadi jangan terlalu percaya diri bahwa putri saya memilih kamu." Sorot mata yang penuh intimidasi itu menghunjam hingga ke ujung hati Sang Pemuda. Ia tak pernah tahu jika kekasih hatinya telah memilih laki-laki lain.
Mustika memandang Sang Pemuda dengan kekalutan yang tercetak di wajahnya. Bibirnya hendak membuka, menjelaskan semua sebelum Sang Pemuda salah paham. Namun, pemuda itu menampakkan ekspresi kecewa dan menatapnya sejenak dengan tatapan menghakimi.
"Putri saya kami kuliahkan sampai S2, pekerjaannya juga bagus. Bagaimana bisa kami menyerahkan pada pemuda yang SMA formal aja nggak lulus, cuma lulusan kejar paket C. Pekerjaan kalian juga jauh berbeda. Mengejar pendidikan saja kamu nggak bisa, gimana bisa mengejar cinta anak saya?" giliran Ratih, ibu Mustika yang bicara lantang.
Ada rasa nyeri yang menjalar hingga ke bagian hati Irhaz yang terdalam. Bagi Irhaz, Mustika adalah masa depannya. Gadis itu seperti bagian dari dirinya yang lain. Kehilangan Mustika seperti kehilangan sebagian dirinya. Jiwa itu tak akan lagi utuh. Ia tak pernah berani membayangkan perpisahan kendati ia tahu perbedaan mereka begitu terjal. Harusnya ia mengantisipasi atas kemungkinan patah hati yang bisa saja mendera. Layaknya saat ini. Sakit benar hatinya tatkala tahu Sang Pujaan Hati telah memilih laki-laki lain.
"Saya memang tidak pantas untuk Mustika. Saya orang nggak punya dengan pendidikan dan pekerjaan yang tidak bagus, tapi cinta saya tulus untuk putri Bapak dan Ibu. Saya akan terus berjuang selama putri Bapak dan Ibu mau berjuang bersama. Namun, kalau dia sudah memilih pria yang lain, saya bisa apa. Saya melepasnya untuk kebahagiaannya." Irhaz beranjak dengan sudut mata yang sudah digenangi bulir bening. Ia tahan sekuat tenaga untuk tidak jatuh.
"Saya pamit dulu. Assalamu'alaikum."
Mustika menangis lirih. Ia berdiri dan mengejar Irhaz untuk menjelaskan semuanya.
"Irhaz, aku mau menjelaskan semuanya." Mustika menatap Irhaz dengan tatapan memohon, berharap pemuda itu masih menyimpan kepercayaan untuknya.
Irhaz membeku. Ia tak tega melihat tangis yang membanjir di wajah wanita yang ia cintai. Namun, ia juga tak ingin menambah sakit hatinya dengan menggantungkan harapan yang mungkin tak akan pernah terwujud.
"Rakha bukan laki-laki pilihanku. Dia berpura-pura menjadi kekasihku agar orang tuaku membatalkan perjodohanku dengan Bagas. Namun, semua ini justru berbalik jadi masalah baru. Orang tuaku menginginkan aku menikah dengan Rakha dan Rakha memanfaatkan kesempatan ini untuk benar-benar menikahiku. Aku mohon, berjuanglah bersamaku."
Belum sempat Irhaz menanggapi, sosok laki-laki berkemeja biru keluar dari mobil di depan pintu gerbang. Ia masuk menuju pelataran dengan senyum terkulum sempurna. Laki-laki itu dijuluki dosen tampan oleh para mahasiswi. Nyatanya ia tak pernah melirik mahasiswi-mahasiswi yang mengaguminya karena sejak jatuh cinta pada Mustika, hatinya telah tertambat pada satu nama. Meski ia terkenal playboy dan pernah menjalin hubungan singkat dengan perempuan lain, tapi hatinya masih utuh menjadi milik Mustika.
"Hai, Sayang, malam ini kita jadi makan malam keluarga, 'kan?" Rakha tersenyum tanpa memedulikan perasaan Mustika yang menolak rencana pernikahan mereka. Ia tahu, pemuda di depannya pastilah Irhaz, kekasih Mustika.
Mustika mengernyitkan dahi, begitu juga dengan Irhaz. Ia tak akan lagi berjuang dan akan mepaskan Mustika jika memang Rakha adalah pilihannya dan orang tuanya.
"Hai, kamu teman Mustika? Kenalkan saya Rakha, calon suami Mustika." Rakha Pradipta, dosen berusia 28 tahun itu tersenyum, lagi-lagi senyum yang tak tahu apa maknanya. Senyum yang terlalu angkuh untuk seorang Irhaz.
Rakha menjulurkan tangannya untuk menjabat tangan Irhaz.
Irhaz tergugu dengan kepingan hati yang sudah tak berbentuk. Perlahan ia balas jabatan tangan dari Rakha. Rasanya tak percaya pada akhirnya kisahnya bersama Mustika hanya tinggal sebuah kisah yang gaungnya tak akan lagi terdengar. Kisah yang memilik akhir menyedihkan. Kisah yang akan menjadi kenangan yang tak ingin ia kenang karena setiap mengingatnya, luka itu akan kembali menganga.
"Permisi," ucap Irhaz dengan hati yang masih pedih, dengan luka yang masih basah. Usai sudah segala kisah. Ia lepaskan Mustika asal gadis itu bahagia.
Air mata masih berlinang, bercucuran tiada henti. Bayangan Irhaz kian mengabur. Mustika tak ingin kehilangan cinta pertamanya begitu saja.
Irhaz, pemuda istimewa di matanya. Dia hanya lelaki biasa di antara banyak laki-laki yang mungkin sama-sama memikirkan bagaimana menghidupi keluarga. Laki-laki yang dibebani tanggung jawab setelah Sang Ayah meninggal. Laki-laki yang berangkat pagi pulang petang demi secercah asa ingin membawa keluarganya ke kehidupan yang lebih baik. Laki-laki yang kadang abai dengan kebutuhannya sendiri asal kebutuhan ibu dan adik-adiknya tercukupi. Laki-laki sederhana yang bisa tertawa lepas saat menonton stand up comedy, di lain waktu dapat menangis kala teringat Sang Bunda yang masih harus tertatih bekerja demi menyambung hidup. Laki-laki yang punya cita-cita ingin menyekolahkan adiknya hingga menjadi orang sukses. Laki-laki yang setia mengikrarkan satu cinta dan menjaga kesetiaan untuk Sang Belahan Jiwa.
Mustika menyeka air matanya dan tak memedulikan kedatangan Rakha. Ia masuk ke kamar dan menumpahkan segala lara di sana.
******
Dua bulan kemudian ....
Dua insan itu saling menatap untuk kemudian membuang muka. Sang Wanita tampak berantakan dengan rambut yang disisir sekenanya dan kaos oblong kedodoran. Semalam yang harusnya menjadi malam pengantin pun harus dilalui Rakha seorang diri setelah Sang Istri menolak tidur bersama.
Rakha sadar kendati mereka telah resmi menikah, cinta dan hati Mustika masih tertambat pada Irhaz. Dan adalah hal yang lucu ketika Mustika meminta untuk tidak disentuh selama di hatinya belum tumbuh cinta.
Mereka cuti tiga hari dan tak terbersit keinginan untuk berbulan madu. Namun, Rakha sudah memiliki rumah sebelum menikah, jadi dia langsung memboyong Mustika ke rumahnya setelah resmi menikah. Harapannya untuk menghabiskan hari romantis bersama Mustika kandas. Wanita itu begitu ketus. Bahkan ia tak mau membantu Rakha memasak. Menu sarapan semua Rakha yang menyiapkan.
Rakha mengambilkan sepiring nasi goreng, tapi Mustika tak melirik sama sekali. Ia justru sibuk mengoleskan selai di atas permukaan roti tawar kemudian melahapnya tanpa peduli pada netra tajam Rakha yang menelisik ke arahnya.
Mustika bersikap cuek. Ia mengunyah roti itu tanpa menganggap kehadiran Rakha.
"Aku tadi masak nasi goreng," ucap Rakha.
Mustika tak menanggapi. Ia malas berbincang dengan Rakha. Baginya Rakha adalah perusak kebahagiaannya. Ia tak akan begitu saja menyerahkan hati dan raganya untuk Rakha.
Rakha terus menatap tajam Mustika. Dia sendiri bingung, entah apa yang membuatnya jatuh cinta pada teman adiknya ini. Dibilang cantik, jelas banyak perempuan yang lebih cantik darinya. Begitu juga dengan sifatnya. Banyak yang lebih lembut dan menghargainya. Untuk urusan mengejar cinta, perempuan di luar sana banyak yang mengejarnya. Entah kenapa, hatinya takluk pada keangkuhan wanita itu.
"Aku sudah siapkan nasi goreng, tapi kamu malah makan roti tawar." Rakha sedikit ketus.
Mustika balas menatapnya.
"Aku nggak minta dibuatkan nasi goreng. Aku malas makan nasi pagi-pagi. Dan aku sudah bilang semalam, bagiku pernikahan ini tak ada. Dari awal kamu sudah tahu, aku menikah sama kamu karena terpaksa. Kalau saja ayahku nggak sakit, aku nggak akan begitu saja menerima lamaranmu."
Rakha menaikkan sebelah sudut bibirnya. Ia tersenyum sinis.
"Terpaksa? Okay, aku nggak akan memaksamu untuk melakukan kewajibanmu sebagai istri. Seharusnya kamu bercermin. Teori menjadi istri yang baik mungkin sudah terkumpul di otakmu, tapi kamu mengingkarinya."
Mustika terdiam. Tatapan Rakha semakin mengintimidasi.
"Kamu nggak mungkin kembali ke masa lalu, Tika. Irhaz nggak akan bisa lagi kamu kejar. Dia tengah dekat dengan teman kamu sendiri, 'kan?"
Mustika tergugu. Keadaan memang berbeda. Dia sama sekali tak berpikir kembali pada Irhaz. Namun, dia juga tak mau menjalani pernikahan dengan orang yang ia benci.
"Apa kamu juga nggak malu dengan profesi kamu? Pendidikan kamu? Aku rasa kamu masih ingat semua yang pernah diajarkan di sekolah tentang menghormati Hak Asasi Manusia. Dan kamu melanggarnya? Kamu memaksaku ada di posisi ini." Mustika membalas tak kalah telak."
"Ingat baik-baik akan perbincangan kita hari ini! Suatu saat kamu akan menelan kata-kata kamu sendiri. Kamu tidak lagi terpaksa, tapi kamu akan menyerahkan dirimu sukarela padaku." Rakha menegaskan kata-katanya. Ia bisa saja membungkam keangkuhan Mustika dengan power-nya. Namun, ia biarkan Mustika bersikap seenaknya. Meski itu menyakitkan.
"Jangan terlalu percaya diri. Jangan samakan aku dengan perempuan-perempuan bodoh yang memujamu, yang pernah menjadi korban rayuanmu."
Rakha termangu. Rasanya percuma jika ia membalas Mustika. Wanita itu akan terus bicara dan tak mau mengalah.
"Saat dulu belum menikah, bisa saja kamu pernah membawa beberapa perempuan ke sini. Image playboy kamu itu melekat kuat, Rakha. Seumur hidup aku cuma punya satu kisah cinta bersama Irhaz. Sedang kamu, bagi kamu perempuan itu mainan. Jadi jangan pernah berpikir bahwa kamu bisa memenangkan hatiku." Mustika menatap Rakha dengan sorot mata yang seakan menghunus hingga ke hati.
Rakha kesal karena Mustika memandang rendah dirinya dan menuduh seenaknya. Dia memang pernah memandang suatu hubungan hanya untuk mengisi hatinya yang kosong dan mengalihkan pikirannya dari Mustika, tapi itu tak pernah berhasil. Ia pastikan tak ada satu pun perempuan yang pernah ia ajak ke rumah, kecuali Mustika yang telah resmi menjadi istrinya.
"Serendah itu kamu memandangku?" Rakha mengernyitkan alis.
"Memang begitu faktanya!" balas Mustika cepat sembari melanjutkan menggigit roti tawar dalam tangkupannya.
Rakha tersenyum sinis. Ia kembali menatap Mustika tajam.
"Silakan saja kamu menilai. Aku tidak serendah yang kamu bayangkan!"
Mustika tak membalas. Ia beranjak dan berlalu dari hadapan Rakha tanpa terucap sepatah kata.
Rakha terpekur dalam kebisuannya. Memiliki Mustika adalah obsesinya sejak dulu. Ia akan mempertahankan pernikahan ini dan meluluhkan hati wanita itu.
******
Vote & comment kalau kalian ingin cerita ini dilanjutkan.
Ke depan Mustika bakal bikin kesel dan menguji kesabaran Rakha. Gimana proses mereka membangun cinta? Akan dicrtitakan juga kisah cinta Irhaz dan seklumit kehidupan Kayla-Bagas.
Oya yg mau follow ig-ku yang khusus karya, silakan follow archaeopteryx21, makasih ❤.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro