Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 70 - Pulang Kampung -

Liburan semester pun tiba, kali ini tidak ada waktu istirahat bagiku. Aku harus mempelajari skripsi untuk kukerjakan nanti. Bab empat dan lima menunggu untuk kukerjakan saat semester enam nanti.

Aku sering sekali berkonsultasi dengan Pak Aryo mengenai skripsi yang akan kubuat dan beliau senantiasa membantuku melakukan banyak hal. Hanya seminggu yang diberi untuk libur semester ini dan harus kumanfaatkan sebaik mungkin.

Di hari ke empat liburan, aku mendapatkan informasi buruk di grup akuntansi manajemen. Kelas yang diajari oleh Pak Ibnu. Nyaris semua yang ada di grup berdebat karena mereka mendapatkan nilai yang buruk dan harus mengulang semester depan.

Aku menjadi was-was dan segera menghubungi Dira dan Bora. Kami melakukan video call dan sama-sama baru mengetahui informasi mengenai keluarnya nilai ujian kami.

Dengan gugup, aku membuka website kampus untuk mengecek nilai akuntansi manajemen itu. Beberapa kali aku memperbaiki deru nafasku yang berubah tak beraturan dan saat website tersebut terbuka, mataku langsung melolot kaget karena nilaiku jauh dari kata buruk ya walaupun aku hanya mendapatkan nilai B.

Aku segera memberitahukan teman-temanku dan syukurnya mereka juga mendapatkan nilai yang baik. Aku kembali membuka grup kelas tersebut dan banyak dari mereka yang menandaiku. Beberapa di antaranya memintaku untuk menghubungi Pak Abdi lagi. Namun, aku kembali memberitahu mereka untuk menghubungi beliau sendiri-sendiri.

Aku menghela nafas setelah membalas pesan di grup tersebut dan aku kemudian menghubungi Rai untuk berbincang sejenak. Kepalaku sedang pusing dan alangkah baiknya jika aku bisa berbicara dengan pacarku itu.

"Halo," sapaku setelah panggilan tersebut menyambung.

"Halo, kenapa, Dee?" tanya Rai yang langsung membuatku tersenyum.

"Nggak pa-pa. Pengen ngobrol aja," jelasku pelan sembari membaringkan tubuhku di atas kasur.

Aku dan Rai asyik berbincang banyak hal. Mulai dari nilai ujian hingga makanan yang kami makan sebelumnya. Pacarku itu juga memberitahu tentang keinginannya untuk pulang ke rumahnya di luar kota.

"Jadi, kapan mau pulangnya?" tanyaku dengan pelan. Aku tidak bisa menutup rasa sedihku karena harus berpisah dengan Rai.

"Rencana sih lusa, besok bantuin aku packing ya," pinta Rai yang langsung membuatku mengangguk pelan.

"Iya, nanti aku bantuin."

Rai berencana pulang ke kota kelahirannya itu dengan menggunakan pesawat dan dia memintaku untuk mengantarnya. Ya walaupun hanya untuk beberapa hari. Namun, aku merasa begitu sedih.

Malam pun tiba, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menghubungi Rai. Walau hanya sekedar menanyakan keberadaannya. Aku sedikit panik jika dia belum membalas pesanku. Aneh memang, tapi itulah yang terjadi padaku kini.

Sebelum tidur, aku mulai melakukan video call dengan Rai. Aku juga meminta dia untuk memilih baju-baju yang akan dia bawa nanti dan besok aku tinggal membantu dia untuk memasukkan baju-baju itu ke dalam koper.

Rencananya besok aku akan pergi ke kos Rai pada pukul dua siang dan akan bermalam karena lusa aku harus mengantar pacarku itu ke bandara tepat pukul delapan pagi. Dia mengambil penerbangan pukul 10 pagi.

Setelah selesai melakukan video call aku segera ingin tidur. Namun, ternyata ponselku kembali berbunyi. Karena mataku sudah tertutup, aku tidak melihat siapa yang menelepon dan langsung mengangkatnya.

"Halo," sapaku setelah mengangkat panggilan itu.

"Halo, Mbak," sapa orang di balik telepon itu yang kuyakini adalah Barra.

Mataku kemudian melolot seketika dan aku langsung bangun dari tidurku. "Iya, kenapa, Bar?"

"Mas Rai lusa jadi pulang?" tanya Barra yang langsung membuatku sadar bahwa pria itu adalah adik dari Rai.

"Eh, iya, kenapa? Kamu mau pulang kampung juga sama Rai?"

"Iya, Mbak."

"Ya udah, lusa barengan aja. Atau besok mau nginep di kos Rai?" tanyaku dengan semangat. Namun, Barra tidak langsung menjawab pertanyaanku sepertinya dia bingung mau menjawab apa. "Bar?" tanyaku lagi.

"Eh, iya, Mbak. Maaf. Hm, emang Mas Rai bolehin?"

"Kenapa nggak boleh?"

"Mbak, tau sendiri kan gimana hubungan saya sama Mas Rai?"

Aku terdiam sesaat setelah mendengar ucapan dari adik pacarku itu. "Nggak pa-pa kok, nanti saya yang ngomong sama Rai. Kamu besok ke kos dia aja langsung. Atau mau aku jemput sekalian, kayanya besok aku bawa mobil deh buat antar kalian ke bandara."

"Hm, gimana ya."

"Santai aja, Bar. Kamu kirimin aja alamat kamu di whatsapp ya."

"Iya, Mbak."

Percakapan antara aku dan Barra selesai begitu saja, walau sebenarnya aku tidak tau bagaimana sikap Rai nanti setelah kuceritakan. Namun, aku sangat ingin hubungan Rai dan Barra membaik.

Keesokan harinya, aku menjemput Barra di kos nya. Kos pria itu sama seperti milik Rai, terlihat begitu mewah dan berkelas atas.

Aku menunggu Barra keluar dari kosnya tersebut dan tak lama kemudian adik pacarku itu keluar dengan menenteng sebuah tas ransel. Aku langsung menurunkan kaca jendela mobilku dan kulambaikan tangaku pada Barra. Adik pacarku itu langsung berlari ke arah mobilku.

Setelah dia masuk, aku langsung menyapanya dengan ramah. "Apa kabar, Bar?"

"Baik, Mbak."

"Kita langsung ke kos Rai ya, soalnya dia dari tadi nelepon mulu nih."

"Iya, Mbak."

Mobilku melaju dengan kecepatan standar dan tak lama kemudian, kami sampai di parkiran kos Rai. Barra langsung turun dan aku juga melakukan hal yang sama.

"Yuk, masuk," ajakku sembari berjalan lebih dahulu dari Barra.

Sesampai di kamar kos Rai, aku langsung masuk ke dalam kamar itu dan bertemu dengan Rai yang baru saja keluar dari kamar mandi. Pacarku itu langsung mengelus pipiku. Namun, saat dia menyadari bahwa di belakangnya ada Barra. Sikapnya berubah.

"Kamu ngapain di sini!" tanya Rai dengan nada suara yang tinggi.

Aku segera menarik tangannya dan mengajak pacarku itu untuk duduk di atas kasur. "Duduk dulu," ajakku agar emosi Rai menurun.

Barra terlihat tengah menundukkan kepalanya dan aku menjadi iba pada adik pacarku itu. Beralih pada Rai, pacarku itu malah terlihat begitu kesal tanpa mau menatap ke arahku.

"Besok kan kalian mau balik ke rumah, ya sekalian aja bareng pulangnya," jelasku pelan yang berhasil membuat Rai menatap ke arahku.

"Dee ... ," ucap Rai yang langsung membuatku menaruh jari telunjuk di bibirnya.

"Aku mau hubungan kalian semakin membaik."

Iya, aku ingin hubungan mereka membaik karena mau bagaimana pun mereka adalah saudara sedarah dan tidak bisa dipisahkan begitu saja. Rai kembali melempar pandangannya ke arah lain dan aku segera mengajak Barra untuk duduk di sisiku.

"Sini, Bar. Duduk di sebelah, Mbak," ajakku yang langsung membuat Barra duduk di sisiku.

Aku menepuk paha Barra dengan pelan yang berhasil membuat tatapan adik pacarku itu teralihkan ke wajahku. "Kalau mau apa-apa, bilang aja ya."

Barra mengangguk pelan sembari tersenyum kecil. Tanpa menjawab ucapanku sebelumnya. Sepertinya dia masih segan pada Rai yang kini masih mendiamkan kami.

"Oh iya, kita berarti nanti tidur bertiga ya. Nggak pa-pa kan, Bar," jelasku yang langsung membuat Rai menarik tanganku pelan.

"Nggak, nggak bisa gitu dong!" bantah Rai yang membuatku tertawa kecil.

"Rai, kenapa sih. Cuman buat semalam kok."

"Ya udah, pokoknya kamu tidur di ujung, sebelah aku."

"Iya, iya."

***

Nyaris telat🥲

Semoga suka ya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro