Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 61 - Nunggu -

Untuk pertama kalinya aku dan teman-temanku pergi ke perpustakaan kampus, padahal bangunan tersebut berdiri tepat di depan fakultas. Namun, kami belum pernah masuk ke sana. Sebenarnya jika tidak ada waktu luang sebanyak ini, kami tidak akan pergi ke sana. Aku dan teman-temanku harus menunggu selama empat jam untuk masuk ke mata kuliah selanjutnya, tentu kami tidak mungkin hanya menunggu di kantin dan membuat beberapa mahasiswa lain tidak bisa duduk.

Awalnya aku hanya mengajak teman-teman wanitaku. Namun, ternyata Rai juga mau ikut dan kami memutuskan untuk mengajak teman-teman priaku sekalian. Kami berjalan kaki sebentar saja hingga akhirnya sampai di perpustakaan yang cukup besar itu.

Saat masuk, kami disuruh untuk menyimpan tas ke dalam loker dan hanya membawa barang penting saja. Oh iya, untuk perpustakaan sendiri berada di lantai dua dan sebelum itu kami diwajibkan untuk membuat kartu perpustakaan.

"Buat kartu perpusnya dimana, Pak?" tanyaku pada penjaga perpustakaan.

"Itu, Mbak. Di ujung." Pria berseragam hitam itu kemudian menunjuk sebuah ruangan tanpa pintu.

"Oh gitu, Pak. Ya udah, Pak, saya ke sana dulu ya. Makasih."

Aku berjalan bersama teman-temanku menuju ruangan yang dimaksud. Ternyata kami hanya perlu mendaftar secara daring dan nantinya kartu perpustakaan itu bisa di cetak. Satu persatu kami menggunakan komputer yang tersedia. Kami terlalu banyak untuk komputer yang hanya dua itu.

Setelah selesai, aku menunggu teman-temanku mendaftar dan setelahnya kami cetak kartu tersebut. Tempat mencetaknya pun tidak jauh karena masih di ruangan ini juga. Kami menulis presensi di sebuah buku dan setelahnya kami hanya perlu menunggu kartu tersebut selesai di cetak. Ada biaya yang perlu kami keluarkan yaitu 15 ribu rupiah dan kartu tersebut akan aktif sampai kami lulus nanti.

"Deena Karina," panggil penjaga percetakkan kartu tersebut. Aku kemudian berjalan ke depan dan meninggalkan Rai yang sebelumnya duduk di sampingku.

"Saya, Mbak."

Perempuan itu kemudian memberi kartu perpustakaan milikku dan aku langsung memberi uang sebesar 15 ribu rupiah. "Makasih, Mbak."

Aku kembali berjalan ke arah tempat dudukku sembari membaca semua data diri yang tertulis di kartu tersebut. Setelah sampai di depan kursiku, tanganku langsung ditarik oleh Rai agar aku segera duduk. Aku melirik sekilas ke arah Rai dan tak lama kemudian satu persatu temanku di panggil.

Pembuatan kartu tersebut tidak memakan waktu yang lama sehingga kami bisa dengan cepat ke lantai dua dimana perpustakaan yang sebenarnya berada. Satu persatu kami memindai kartu kami agar bisa masuk ke dalam perpus dan jujur setelah masuk aku terkejut karena ada banyak orang di dalam sana. Karena bingung harus kemana, kami memutuskan untuk masuk ke ruangan khusus. Sebenarnya kami agak ragu untuk masuk di sana karena ruangannya sepi dan tidak ada yang mau masuk sehingga aku memutuskan untuk bertanya.

"Misi, Mbak. Ruangan itu boleh dimasukin nggak ya?" tanyaku sembari menujuk ruangan lain di perpustakaan tersebut.

Perempuan yang kutanyai itu kemudian melirik sekilas tempat yang kumaksud. "Oh tempat itu, boleh kok. Asal lepas alas kaki ya."

Aku mengangguk paham. "Oke, Mbak. Oh iya, kenapa tempat itu sepi ya padahal isinya lengkap?" Maksud lengkap di sini adalah di dalam ruangan itu ada televisi, AC juga sofa. Sangat berbeda dengan tempat luar, hanya ada kipas angin yang tidak terlalu terasa dan kursi stainless yang kurang empuk.

"Iya, Mbak. Di situ kan banyakan buku bacaan, bukan buku kuliah."

"Oh gitu, hehe. Ya udah, Mbak, makasih ya."

"Iya, sama-sama."

Aku kembali ke tempat dudukku dengan teman-temanku ternyata mereka sudah mengambil tempat untuk duduk. Namun, aku segera mengajak mereka untuk masuk ke ruangan berAC tersebut. "Yuk, masuk situ aja. Lumayan, dapet AC," ajakku yang langsung membuat mereka berdiri.

"Lepas sepatu ya."

Kami mengikut intruksi yang diberikan yaitu membuka alas kaki dan benar saja ruangan tersebut sangat nyaman. Sebelum memutuskan untuk duduk, aku mencari-cari buku yang mungkin menarik dan ingin kubaca. Setelah beberapa menit akhirnya aku menemukannya, sebuah buku sejarah kota kelahiranku.

Aku berbalik dan mendapati teman-teman priaku tengah asyik bermain game sembari duduk lesehan di lantai. Aku hanya dapat menghela nafas. Namun, mau melarang pun rasanya enggan karena otak mereka pasti tengah panas setelah melewati perkuliahan yang cukup panjang hingga saat ini. Apalagi Rai, pacarku itu selalu bertengkar denganku karena dia tidak fokus pada kuliahnya.

Aku berjalan mendekati Rai dan duduk tepat di samping pacarku itu. Aku melirik sekilas ponselnya dan benar saja, mereka tengah bermain bersama. Aku kemudian mengabaikan pacarku itu dan kemudian asyik membaca buku yang kuambil tadi.

Tanpa terasa satu buku sudah selesai kubaca, aku kembali bangkit dan mencari buku lain untuk kubaca. Ternyata ada banyak buku bagus di dalam ruangan ini. Ya walaupun bukan buku kuliah. Namun, bisa menambah wawasanku. Kali ini aku mengambil dua buku lain untukku baca agar tidak berdiri lagi.

Kulihat Rai sudah selesai bermain, tetapi teman-temanku yang lain belum. Pacarku itu terlihat mengantuk. Matanya memerah dan beberapa kali dia juga menguap. "Ngantuk?" tanyaku dan langsung dijawab dengan anggukan.

"Ya udah, tidur aja. Masih ada dua jam lebih kok," suruhku yang langsung dilakukan oleh Rai. Pacarku itu kemudian menyenderkan tubuhnya ke tubuhku. Namun, aku malah menarik kepalanya agar tidur di pahaku.

Untung tidak ada orang lain selain kami di dalam ruangan tersebut sehingga aku tidak perlu malu melakukan hal tersebut. Aku juga merasa kasihan pada Rai, pria itu habis menyelesaikan tugas semalaman. Tugas keuangan lebih tepatnya. Aku tau karena semalam aku menemani Rai hingga ketiduran dan pacarku itu masih mengerjakan tugasnya hingga pukul dua malam. Salah dia juga karena tidak mengerjakan tugas tersebut jauh-jauh hari seperti teman-teman yang lain.

Saat tengah asyik membaca buku, tiba-tiba saja ponselku nyala. Aku melirik ponselku yang terletak di atas ransel. Dahiku kemudian mengerut bingung saat melihat nomor yang tidak kukenal mengirimiku sebuah pesan singkat.

Sekilas kulihat Rai masih tertidur nyenyak dan perlahan aku mengambil ponselku itu. Aku membaca dan membalas pesan itu dengan cepat agar Rai tidak merasa curiga. Setelahnya aku kembali membaca buku dan berpura-pura seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Waktu sudah menunjukkan pukul tiga lewat 45 menit. Akhirnya, aku dan teman-temanku memutuskan untuk kembali ke kampus. Namun sebelum itu, aku membangunkan Rai karena pacarku itu tengah tertidur pulas. "Rai, ayo bangun udah mau masuk kelas," ucapku sembari mengguncang tubuh kurus pacarku itu. Tak lama kemudian, Rai terbangun dan mendudukan dirinya.

Terlihat jelas bahwa pacarku itu masih ngantuk. Namun, kami masih ada satu mata kuliah lagi. "Yuk, nanti tidurnya lanjut di kelas aja," saranku dan aku langsung bangun dari dudukku.

Rai berdiri dan kemudian merenggangkan tubuhnya. Beberapa kali dia melihat ke arahku dan aku menatapnya balik. "Kenapa?"tanyaku dengan wajah polos. Sebenarnya aku yakin bahwa pacarku itu merasa ada yang berbeda dengan sikapku, apalagi aku tidak bisa berbohong.

Rai menggelengkan kepalanya sembari menggunakan ranselnya kembali. Dia kemudian menarik dan menggengam tanganku dengan lembut. Saat berjalan, mataku terus menatap tangan kami berdua. Bagaimana caranya biar bisa ketemu tanpa ketahuan ya? tanyaku di dalam hati.

***

Yeay, bab baru update hihi

Semoga suka ya.

Makasih.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro