Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 34 - Kecelakaan -

H-3 keberangkatan, aku sudah 100% siap dengan segala macam perlengkapan untuk liburan nanti. Semua sudah ku masukkan ke dalam koper warna kuning yang baru saja ku beli beberapa hari yang lalu.

Aku tentu sangat semangat memikirkan bagaimana liburanku dan teman-temanku nanti. Akan banyak kegiatan yang kami lakukan dan semuanya tentu akan menjadi kenangan yang berarti.

Ketika tengah asik tiduran, tiba-tiba saja sebuah panggilan masuk ke dalam ponselku. Rai adalah orang yang meneleponku. Tanpa berpikir panjang aku mengangkat teleponnya karena aku sudah terbiasa teleponan dengan pria itu.

"Hallo," ucapku setelah mengangkat panggilan tersebut.

"Hallo, Mbak. Apa mbak kenal sama yang punya ponsel ini?"

Dahiku mengkerut bingung, "Maksudnya?"

"Yang punya ponsel ini habis kecelakaan, Mbak. Sekarang dia mau dibawa ke rumah sakit pelita jaya."

Aku terkejut saat orang yang meneleponku itu menjelaskan bahwa Rai habis kecelakaan. Sepertinya dia adalah pria yang mungkin jauh lebih tua dariku

Aku segera beranjak dari kasurku dan mengganti pakaianku untuk pergi ke rumah sakit yang orang itu maksud.

"Iya, Pak. Makasih ya, saya langsung menuju kesana," ucapku singkat sembari mematikan panggilan tersebut.

Setelah selesai berganti baju, aku segera turun dari lantai dua rumahku dan berlari keluar rumah. Namun, tiba-tiba saja aku bertemu dengan ibuku yang baru keluar dari kamarnya.

"Eh, mau kemana?" tanya ibuku yang berhasil membuatku berhenti.

Wajahku terlihat sangat khawatir, "itu, Bu. Temen aku kecelakaan. Keluarganya nggak ada di sini. Dia anak rantau. Aku mau kesana buat liat keadaan dia."

Ibuku terlihat ikut panik setelah mendengar ucapanku, "inalillahi, hati-hati di jalan ya, Nak."

Aku mengangguk pelan dan menyalim tangan ibuku, "aku pergi dulu ya, Bu. Assalamualaikum."

Aku berlari menuju motorku dan langsung mengendarainya pergi ke rumah sakit tempat Rai di rawat. Aku kurang tau, apakah Rai sudah ada di rumah sakit tersebut atau belum. Namun, setidaknya aku harus pergi secepat mungkin ke sana.

Nyaris 10 menit, akhirnya aku sampai di parkiran rumah sakit tersebut. Jarak parkiran dan bangunan rumah sakit agak sedikit jauh sehingga akhirnya aku memutuskan untuk lari menuju ruangan IGD yang letaknya tepat di depan.

Ketika nyaris sampai, tiba-tiba saja sebuah ambulan datang. Ambulan tersebut kemudian mengeluarkan pasien dari belakang dan ku lihat ada tubuh Rai yang tergolek lemas dengan beberapa luka di tubuhnya.

Aku ikut masuk ketika pria itu dibawa, tetapi seorang suster menahanku. "Maaf, Mbak siapanya pasien?"

Aku berpikir sejenak. Namun, tiba-tiba saja sebuah kata terlontar dari mulutku. "Saya pacarnya, Mbak."

Aku meruntuki kebodohanku saat ini. Karena ku lihat, suster tersebut tidak percaya pada ucapanku.

"Mbak, saya pacarnya orang yang kecelakaan tadi. Dia itu di sini tinggal sendiri, Mbak. Orang tuanya ada di kota lain," jelasku dengan sedikit ngegas.

"Oke saya percaya, tapi, Masnya nggak bisa ditemui dulu, Mbak. Tunggu sampai Masnya selesai ditangani ya."

Suster tersebut menghilang dari pandanganku. Masuk ke dalam ruang IGD dan aku menunggu di luar.

Tubuhku tidak bisa diam saat ini, karena pikiranku penuh dengan hal-hal buruk yang mungkin akan terjadi pada Rai. Namun, selalu ku doakan agar pria itu bisa diselamatkan. Walaupun jujur, aku kurang tau bagaimana keadaan pria itu saat ini.

Saat tengah melamun, seorang pria tua tiba-tiba saja mendatangiku. Pria itu menepuk pundakku sehingga menyadarkanku.

"Eh iya, kenapa, Pak?" tanyaku sembari tersenyum.

Pria itu kemudian menyodorkan sebuah ponsel kepadaku, ponsel Rai yang sudah nyaris rusak. Layarnya pecah, tetapi untungnya masih bisa berfungsi dengan baik.

"Ini, Mbak. Ponsel temannya, Mbak. Sama ini, dompetnya."

Tidak hanya ponsel yang pria itu berikan. Namun juga, dompet milik Rai.

Aku kemudian membuka dompetku dan mengambil dua lembar uang 100 ribu rupiah. Ku sodorkan uang tersebut kepada pria yang membantu Rai itu.

"Ini, Pak. Uang buat bapak, terima kasih ya, sudah bantu teman saya."

"Eh, nggak usah, Mbak. Saya ikhlas kok."

Aku tetap memberi uang tersebut walaupun pria tua itu menolak. "Nggak papa, Pak. Saya juga ikhlas. Tolong terima ya."

Pria tua itu memasukkan uang yang aku berikan ke dalam sakunya. Bajunya terlihat kusam sehingga membuatku sedikit kasihan.

"Makasih ya, Mbak."

"Saya yang makasih, Pak."

"Iya, Mbak. Oh iya, untuk motornya, Masnya ada dibengkel ya. Orang yang nabrak dia mau tanggung jawab kok."

Aku sedikit lega saat mendengar ucapan pria tua itu. "Baik, Pak. Makasih."

"Iya, Mbak. Sama-sama. Saya balik dulu ya, Mbak. Semoga Masnya cepat sembuh."

"Makasih atas doanya, Pak."

Pria tua itu kemudian pergi dari hadapanku. Di sisi lain, tiba-tiba saja seorang suster datang menghampiriku.

"Kerabatnya, Mas yang tadi kecelakaan ya, Mbak?" tanya suster tersebut.

Aku mengangguk pelan, "iya, Mbak. Saya pacarnya Rai. Gimana keadaan Rai?"

"Mari masuk, Mbak. Rai nggak papa kok, cuman ada beberapa luka di tubuhnya. Mungkin dia agak susah jalan dalam beberapa hari ini karena ada luka di kaki sebelah kanannya."

Aku mengikuti suster tersebut untuk masuk ke ruangan Rai, pria itu ternyata sudah bangun dan dia juga melemparkan senyumnya ke arahku.

"Ini, Masnya nanti akan dicek lagi ya keadaannya. Kalau sudah baikkan, bisa langsung pulang."

Aku mengangguk paham, "baik, Sus. Makasih."

"Iya, Mbak. Saya tunggal dulu ya, nanti akan ada dokter yang datang ke sini."

Suster tersebut meninggalkan aku dan juga Rai. Aku berjalan ke samping kasur Rai dan tanpa sadar aku merapikan rambut Rai yang cukup panjang itu.

"Aku nggak mau nanya macam-macam ke kamu, yang penting kamu nggak papa aja aku udah seneng kok."

Tak lama kemudian sepasang suamu istri datang ke ruang Rai. Aku cukup terkejut melihat kedua orang itu.

"Bapak sama Ibu siapa ya?" tanyaku pelan dengan sopan.

"Maaf, Mbak. Saya Farhan dan ini istri saya Nisa. Saya orang tua dari Hadi. Orang yang menabrak pacar, Mbak."

Tiba-tiba saja amarah muncul di benakku. Namun, setelah mendengar ucapan kedua orang tersebut yang diwakili sang suami. Perasaanku pun melembut.

"Kami minta maaf yang sebesar-besarnya karena kelalaian anak saya dalam berkendara ya, Mbak, Mas. Saya akan ganti semua kerugian yang Mas alami. Kami sedang ada masalah sehingga anak kami kabur dan mengakibatkan kecelakaan tersebut. Kami benar-benar minta maaf."

Hati mana yang tidak tergores setelah melihat orang tua yang kini tengah meminta maaf atas kelalaian anaknya.

Aku tersenyum sebelum melihat ke arah kedua orang itu. Mereka terlihat begitu bersalah sembari menundukkan kepala mereka.

"Nggak papa kok, Pak, Bu. Kami memaklumi semuanya karena tidak ada yang bisa menolak takdir dan ketika semua terjadi. Maka, tugas kita adalah untuk melaluinya dengan lapang."

***

Yeay, bab baru update hihi.

Semoga sukaa.

Makasih.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro