Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 27 - Bareng -

Melupakan tentang Pak Ari, aku melanjutkan hari-hariku dengan santai dan tetap menjalani perkuliahan dengan baik. Sudah semua dosen masuk ke dalam kelas kami bahkan beberapa juga sudah menyampaikan materi agar tidak ketinggalan dengan mata kuliah lain. Tentu hal-hal seperti itu harus aku biasakan karena nantinya akan lebih banyak hal-hal gila yang mungkin akan terjadi.

Perkuliahan hari ini cukup baik, tidak ada yang membuat pusing dan aku masih bisa mengatasi semuanya. Apalagi, mata kuliah yang ku dapat adalah mata kuliah dasar. Mungkin semester depan kepalaku akan mulai memanas tapi aku tetap harus berjuang karena tentu tidak ada suatu yang mudah di dunia ini.

Tepat pukul 12 siang, aku, Bora dan juga Dira sedang makan di kantin. Teman-teman priaku tengah makan di tempat lain, sebenarnya mereka mengajak kami. Namun, kami menolaknya karena kami malas jalan kaki di cuaca terik seperti sekarang.

Sudah nyaris tiga minggu aku mengendarai motor dan sepertinya aku sudah yakin untuk mengajak Dira jalan bersama. Aku kasian dengan ibu temanku itu Karena harus mengantar dan menjemput Dira setiap saat.

Aku dan Dira selalu menunggu bersama di depan gerbang fakultas. Tentu aku tau rasanya menunggu itu seperti apa, melelahkan.

Setelah selesai makan, aku kemudian melihat ke arah Dira yang masih belum menghabiskan makan siangnya. Di antara kamu bertiga, hanya aku yang bisa makan cepat sehingga mau tak mau aku menunggu mereka berdua selesai makan.

"Dir," panggilku pelan.

Dira mengangkat pandangannya dan menungguku menyelesaikan ucapanku. Mulutnya masih mengunyah makanan dan hal tersebut membuatku tersenyum. Dira sangat lucu saat seperti ini.

"Rumah kamu dimana sih?" tanyaku yang berhasil membuat Dira menghentikan kegiatan makannya, dia kemudian meminum air mineral botolnya dengan cepat walau hanya beberapa tegukan.

"Rumah Dira deket sini, tuh yang simpangan cendrawasi," jelas Dira yang membuatku bingung. Dimana cendrawasi itu?.

Aku memang sudah lihai mengendarai motor. Namun, aku tidak hapal nama jalannya.

"Hah, dimana itu?"

"Ada, deket sini aja. Paling nggak nyampe 10 menit dari sini."

Aku mengangguk paham, walaupun nyatanya aku tidak tau jalan cendrawasih itu dimana.

"Entar, pulang dijemput mama kamu?"

Dira mengangguk dengan cepat.

"Mau balik sama aku nggak? Daripada mama kamu capek jemput ke sini lagi. Kamu bawa helm kan?"

Dira yang sebelumnya kembali sibuk menghabiskan makannya langsung menatap ke arahku. "Beneran?"

Aku mengangguk, "Iya, biar aku ada temen juga sih di jalan hehe."

Jujur, selama aku mengendarai motor. Aku selalu kesepian di jalan. Aku juga tidak terbiasa mendengarkan musik sehingga alangkah baiknya jika aku mengajak Dira untuk jalan bersamaku. Ya walaupun hanya dari rumahnya ke kampus dan begitu pun sebaliknya.

"Boleh banget."

***

Tepat pukul 4 sore akhirnya kami bisa pulang dan menyelesaikan mata kuliah kami hari ini. Dira sangat semangat untuk pulang bersamaku. Biasanya dia menitipkan helmnya di motor Bora yang terparkir tepat di samping motorku.

Kami bertiga berjalan bersama menuju parkiran. Dira segera mengambil helmnya dan aku mengeluarkan motorku. Setelah itu aku langsung menyalakan motorku dan Dira perlahan naik dengan berpegangan di bahuku.

"Hati-hati, Dee," teriak Bora padaku.

"Iya, kamu juga."

Aku mengendarai motorku dengan kecepatan yang sedang sehingga aku masih bisa mengajak Dira bercerita. Aku juga beberapa kali bertanya arah kepada temanku itu. Aku takut malah nyasar karena tidak tau jalan.

Ternyata rumah Dira memang tidak terlalu jauh dari kampus. Namun, jalan menuju rumah wanita itu berbelok-belok sehingga membuatku harus ekstra sabar dan berusaha mengingat setiap alurnya.

Kami akhirnya sampai di depan sebuah rumah bercat krem. Kata Dira itulah rumahnya. Rumahnya sangat bagus walau hanya satu lantai. Jelas terpikir bahwa Dira adalah anak orang yang kaya. Namun, aku tidak perlu peduli pada hal itu bukan?

Perlahan Dira turun dari motorku dan setelah itu dia berterima kasih padaku.

"Makasih ya, Dee."

Aku mengangguk pelan, "iya sama-sama. Jangan lupa ya, besok jam tujuh."

Iya, aku dan Dira memutuskan untuk pergi dan pulang bersama sehingga Dira tidak perlu menyusahkan keluarganya dan aku mendapat teman di perjalanan. Sungguh timbal balik yang bagus bukan?.

"Iya, Dee hati-hati ya."

"Iya, bye."

Sejak tadi aku tidak turun dari motorku bahkan mesin motorku tidak ku matikan sehingga aku langsung bisa pergi setelah mengantar Dira. Hmm, aku tau bahwa Dira sudah tidak memiliki Ayah dan setiap harinya dia pergi dengan Ibunya. Aku cukup sedih sehingga hal itu jugalah yang menjadi alasan kenapa aku mengajak Dira untuk pergi bersama.

Sesampai di rumah, aku langsung menidurkan diriku di ranjang. Aku melupakan kegiatan untuk mandi karena aku cukup lelah.

Tanpa aku sadari, aku tertidur hingga malam tiba.

"Gila, udah jam segini aja," ocehku setelah melihat jam yang ada di ponselku sudah menunjukkan pukul tujuh.

Tanpa basa basi, aku segera beranjak dari tempat tidurku dan pergi ke kamar mandi. Cukup lama aku mandi karena aku juga harus mencuci rambutku yang sudah bau sekali.

Setelah keluar dari kamar mandi dan berniat untuk santai. Tiba-tiba saja aku ingat bahwa aku harus membeli sesuatu yang perlu dibawa besok.

"Bego banget sih, kenapa baru inget kalau besok harus bawa kertas karton biru."

Entah untuk apa kertas karton biru tersebut. Namun, dosen yang mengajar besok mewajibkan kami untuk membawa barang tersebut.

Aku kemudian mengganti bajuku dan menggunakan jilbab langsungan ke kepalaku walau rambutku masih basah.

Aku segera pergi ke toko alat tulis yang jaraknya cukup jauh dari rumahku. Namun, toko tersebut cukup lengkap.

Daripada harus bolak balik mencari di tempat yang lain. Aku memutuskan untuk pergi ke toko tersebut saja.

Aku mengendarai motorku dengan kecepatan yang sedikit tinggi karena takut toko tersebut tutup. Namun, setelah sampai di sana. Ternyata toko itu masih buka dan masih banyak pengunjung yang datang.

Aku segera masuk dan mencari barang yang ingin ku beli. Kertas karton biru yang perlu dibawa besok.

Setelah mendapatkan barang yang ku mau. Aku segera mengantri untuk membayar. Memang tempat tersebut cukup ramai karena sangat lengkap sehingga untuk bayar saja harus memakan waktu yang cukup lama.

Nyaris lima menit aku mengantri. Akhirnya aku bisa membayar kertas karton tersebut yang ku yakini tidak sampai lima ribu tetapi sebenarnya aku membeli dua lembar karton. Takut-takut jika besok salah satunya rusak atau terjadi hal buruk lainnya.

"Ini, Mbak," ucapku sembari memberikan kertas karton tersebut kepada penjaga kasir.

"Semuanya, tujuh ribu, Mbak," jelas kasir tersebut sembari memasukkan kertas kartonku ke dalam plastik.

Aku kemudian merogoh kantung celanaku dan menyodorkan uang 10 ribu ke penjaga kasir tersebut. Setelahnya, penjaga kasir itu memberikan uang angsulan sebesar tiga ribu padaku.

Dengan hati yang lega akhirnya aku keluar dari toko tersebut dan kembali ke motorku. Namun, saat aku mau menjalankan motorku tiba-tiba saja motorku tidak bisa nyala.

***

Hayoloh. Kenapa dengan motor Dee ya?

***

Yuk, ikutin ceritanya.

***

Jangan lupa tinggalin jejak kalian ya.

***

Makasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro