Bab 20 - Dibenci? -
Pagi ini kepalaku dibuat pusing setelah dosen memberi tugas pribadi yang harus selesai dalam 30 menit, tugasnya adalah mencari sebuah artikel dan setelahnya kami harus menjelaskannya di depan. Tentu hal tersebut begitu berat, apalagi waktu yang diberikan cukup singkat.
Artikel yang aku ambil mengenai penggunaan rokok, setelah selesai menulis artikel tersebut di buku. Aku kemudian kembali mencari-cari artikel yang serupa dan aku mencoba untuk memahami pembahasannya yang cukup ringan. Namun, tidak membuatku lega.
Dosen pria di depan kelas kemudian berdiri dari duduknya, dosen tersebut bernama Pak Ilham. Yang aku tau bahwa beliau adalah salah satu dosen terlama di fakultasku. Jelas saja Pak Ilham terlihat cukup tua, rambutnya pun sudah penuh berwarna putih.
"Ayo, siapa yang berani ke depan dan menjelaskan artikelnya?" tanya Pak Ilham yang membuat kami semua saling bertatapan satu sama lain.
Teman-teman priaku yang tepat duduk di barisan pertama kemudian menoleh ke arahku. Semuanya, empat-empatnya. Mereka sepertinya tengah mengerjaiku dan benar saja, mereka langsung meneriakkan namaku secara bersamaan.
"Deena Karina, Pak. Dia sudah siap."
Aku memaksa senyum di wajahku dan menahan tanganku untuk memukul mereka semua, Pak Ilham yang sebelumnya melihat ke baris yang lain kemudian memindahkan pandangannya kepadaku. Dosen tersebut juga berjalan mendekat ke arahku. Tentu aku sangat gugup sekarang.
"Silahkan, Deena," ucap Pak Ilham sembari kembali ke kursinya.
Dosen tersebut kemudian mengambil pena dan menungguku maju ke depan. Aku berdiri dengan pelan dan berjalan ke depan. Di tanganku sudah ada buku yang berisikan tentang artikel yang ku ambil.
Aku mengambil nafas dengan panjang dan tiba-tiba saja Pak Ilham mengintruksiku untuk mulai menjelaskan artikel yang ku ambil. Aku menatap lama dosen tua itu, kemudian mengalihkan pandanganku ke teman-teman sekelasku.
"Assalamualaikum dan selamat pagi, saya Deena Karina akan menjelaskan tentang penggunaan rokok di kalangan remaja ... ."
Aku cukup lega setelah menjelaskan artikel yang ku ambil, bahkan setelah selesai aku mendapat banyak tepuk tangan dari teman-teman sekelasku. Senyum kecil ku lukis di wajahku, aku tidak menyangka akan dapat menjelaskan dengan baik. Tidak ada perasaan gugup saat menjelaskan artikel tersebut dan aku pun tidak tau bagaimana bisa aku melakukannya.
"Terima kasih, Deena. Silahkan duduk." Pak Ilham kemudian bangkit lagi dari duduknya dan berdiri tepat di tengah antara dua kelompok tempat duduk. "Saya beri Deena nilai 95 karena penjelasannya yang sangat baik juga kemampuannya memahami artikel yang dia pilih."
Setelah selesai dengan kelas tersebut, aku menjadi lebih terkenal di kelas. Mungkin mereka cukup takjub dengan gaya presentasiku yang baik. Sebenarnya ku dapati semua ini karena lingkungan keluargaku yang memang cukup tegas. Untuk berbicara saja kami tidak boleh berbicara yang tidak jelas.
Di sekolah pun begitu, aku sering kali menjadi ketua kelompok jika ada tugas presentasi bahkan aku juga yang harus menjawab ketika ada yang bertanya. Tapi, aku menyukai kegiatan itu semua karena dari sana aku bisa belajar banyak hal.
Hari-hari setelahnya pun sama, beberapa dosen memintaku untuk presentasi duluan agar memberi contoh bagi mahasiswa lain tentang bagaimana melakukan presentasi yang baik dan benar.
Jujur, aku bangga dengan diriku sendiri. Namun, siapa yang sangka. Jika semua itu malah membuatku dibenci oleh seseorang di kelas.
Pada awalnya, aku tidak tau. Karena aku bukan tipe orang yang suka mencari tau. Sebuah postingan di facebook tiba-tiba saja menyindirku. Postingan dari salah satu teman sekelasku.
Dia tidak menulis secara langsung namaku, tetapi jelas sindiran itu untukku. Pagi-pagi setelah sampai di kampus, tiba-tiba saja teman sekelasku menghampiriku yang tengah asik mengobrol di depan kelas.
Tempat biasa aku dan teman-temanku nongkrong sembari menunggu dosen datang. Bukan tanpa alasan kami nongkrong di sana, soalnya jika kami nongkrong di dalam kelas. Kepala kami akan menjadi pusing karena orang-orang di dalam kelas selalu saja membuat bising.
"Dee, dee," panggil seorang teman sekelasku yang bernama Ita.
Ita berjalan dengan cepat menujuku, padahal dia baru saja datang. Wajahnya terlihat begitu antusias saat memanggilku dan aku menjadi bingung seketika.
Dahiku mengkerut. Namun, ku tunggu wanita itu menjelaskan apa yang ingin dia sampaikan. Ita membuka ponselnya dan memperlihatkanku layar ponselnya.
"Nih kamu liat, kayanya si Ani nyindir kamu deh," jelasnya dia sembari menunjukkan sebuah postingan di facebook.
Aku tersenyum kecil. "Kayanya bukan buat aku deh, soalnya kan nggak ada nama aku," sanggahku.
Jujur, aku merasa tidak seperti apa yang tengah Ani sindir. Aku bukan orang yang mencari perhatian di kelas dan aku juga tidak mencoba bersaing dengan orang lain.
"Iya sih...."
Ita merendahkan suaranya dan kemudian kembali melihat-lihat postingan milik Ani.
Jujur, aku tidak terlalu dekat dengan Ani dan untuk apa pula dia menyindirku di facebook. Bukankah jika dia tidak suka padaku, tinggal bilang saja?
Tak lama kemudian, seorang dosen masuk ke kelas kami dan kami pun belajar dengan baik sampai jam pergantian kelas.
Saat istirahat, tiba-tiba saja Ita mendatangi Ani. Dia menggebrak meja yang digunakan wanita itu. Ani terkejut, begitu pula denganku dan beberapa mahasiswa lain yang masih ada di kelas. Selebihnya sudah keluar.
"Kamu nyindir siapa di facebook," tanyanya dengan suara nyaris berteriak.
"Bukan siapa-siapa kok," jawab Ani dengan pelan. Namun, aku masih jelas mendengarnya.
"Ya siapa!"
Ani terdiam tanpa mampu menjawab. "Pokoknya bukan kamu!"
Setelah itu, aku tidak tau Kelanjutannya karena Dira dan Bora mengajakku ke kantin. Sesampai di kantin, kami segera memesan makanan karena kami kelaparan.
Di sana, kami asik berbincang dan tak lama kemudian teman-teman pria kami datang. Mereka ikut bergabung dengan kami tetapi mereka sudah makan di tempat lain sehingga mereka bergabung untuk bercerita saja sembari menunggu kelas selanjutnya masuk.
Setelah nyaris pukul satu siang, kami semua segera beranjak dari kantin menuju kelas. Kali ini kita masuk ke ruang 10 yang berada di lantai tiga.
Aku berjalan dengan penuh semangat untuk naik ke atas sana. Di depan, teman-temanku sudah jauh meninggalkanku.
"Ayo, Dee. Semangat!" ucap Dira menyemangatiku.
Aku tersenyum kecil. Namun, langkahku tak kunjung mencepat. Malah nafasku yang menjadi naik turun.
"Udah deh, kalian naik aja. Nggak bisa cepet-cepet ini," jelasku sembari pelan-pelan bernafas.
Aku memang memiliki masalah dengan pernafasan, mungkin karena tubuhku yang lebih gemuk dari yang lain dan juga staminaku yang cukup kurang.
Setelah sampai di kelas. Aku segera menjatuhkan badanku di kursi yang telah disiapkan oleh teman-temanku. Aku segera memperbaiki alunan nafasku yang nyatanya tak beraturan sejak tadi.
Belum selesai masalah dengan nafasku berakhir, tiba-tiba saja Ita mendatangiku. "Dee, Ani udah minta maaf belum sama kamu?"
Aku terdiam bingung, minta maaf buat apa?
"Hah, maksudnya?"
Ita melipat tangannya di depan dada, "Ituloh, Ani udah ngaku kalau yang dia sindir itu kamu sama temen-temen kamu."
Tak lama kemudian, Ani datang dengan wajah yang menunduk. Ita segera mendatanginya dan membawa Ani ke depanku.
"Sekarang minta maaf!" perintah Ita pada Ani.
"Ehh nggak usah, ngapain minta maaf," selaku dengan cepat. Lagi pula aku tidak merasa dirugikan untuk postingan tersebut dan aku juga tidak merasa atas apa yang Ani katakan di sana.
"Nggak bisa gitu, Dee. Dia udah nyindir kamu!" bela Ita yang langsung membuat Ani mengeluarkan suaranya. Sebelumnya wanita itu hanya terdiam sembari melihat ke lantai.
"Maaf ya, aku tau kok aku salah. Postingannya juga udah aku hapus," ucap Ani dengan pelan.
Aku mengusap lengan wanita itu, "Nggak papa kok."
***
Manis things datang lagi nih hihi. Alhamdulilah udah bab 20.
Yeay.
***
Semoga suka ya.
***
Makasih.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro