
Manager's Romance ~ 29
Cerita ini tidak menceritakan kehidupan tokoh sebenarnya. Alur cerita pure hasil pemikiran yang nulis dengan dahi berkerut.
Happy reading ❤️
**
Keduanya berjumpa. Bukan disengaja, bahkan Sohyun sedikit terkejut melihat Yoongi bangun sepagi ini.
Untuk kelas pria yang mengagungkan tidur sebagai kebutuhan primer akut, Yoongi tak seharusnya bangun sedini ini. Begitu juga dengan Sohyun yang menyukai aroma kasur, untuk sesuatu hal yang tak dimengertinya, ia pun merasa sulit untuk memejamkan pelupuknya—kemarin.
Hatinya terhimpit dan bersiteru dengan sesak. Pembicaraan malam kemarin yang seharusnya berakhir dengan haru, nyatanya tidak berjalan semestinya.
Tepatnya setelah Jimin, suasana beringsut hambar. Ucapan Seokjin dan diakhiri oleh Jungkook, semuanya tertelan dingin di ingatan Sohyun. Jimin sendiri terlihat bungkam hingga akhir acara.
Ketidakyakinan pula membawanya—Sohyun— pada alam pikirnya yang bergelayut gusar.
"Kau juga tidak bisa tidur?"
"A-a-i-iya ...."
Sohyun mengangguk walau ucapannya terdengar kikuk. Pertama kalinya Yoongi tidak terdengar menyulut pertikaian. Pertanyaan normal yang kini berdengung ganjil di rungunya.
Yoongi berjalan lebih dulu. Sepertinya ia habis menghabiskan masa berjalan-jalan sendiri. Berbeda dengan Sohyun yang baru saja akan mulai berjalan. Keduanya berpapasan pada jalur yang berbeda.
Debaran bergemuruh tak mungkin salah dikecapi begitu mendapati tangannya tak lagi dingin. Sebuah genggaman hangat membuat langkahnya terus tertarik pada langkah yang tidak ia hendaki.
"Yoongi~ssi?"
Yoongi tak menyahut. Sebaliknya, ia berpikir untuk mengambil langkah besar untuk menepi sejenak. Dengan cara, membawa Sohyun pergi bersamanya.
.
.
.
.
.
.
Berada di dataran tinggi, rasanya tidak akan puas tanpa bisa menikmati udara segar dari tempat yang lebih tinggi. Meraup oksigen bebas yang bersih tanpa perlu bersaing dengan banyak orang. Hanya dengan Yoongi—berdua.
"Kau pernah ke sini sebelumnya?" Sohyun meneliti wajah Yoongi yang tenang.
Namun, dilihat dari langkah Yoongi yang terlihat begitu paham dengan track berjalan di tempat ini, Sohyun yakin ini bukan pertama kalinya Yoongi ke sini.
"Eoh. Bersama Min Young Noona, kami pernah ke sini."
Deg!
Perasaan tidak nyaman kembali hadir. Sesak yang mencubit perasaan terdalamnya.
"Kau menyukainya, 'kan?"
Bukan ini yang ingin dicari tahunya, tapi mulutnya tak terkontrol. Begitu juga dengan waktu yang terlihat mengizinkannya 'tuk melampiaskan penasarannya pada orang yang tepat.
"Aku menyukaimu. Seandainya aku yang mengatakan hal itu, apa kau percaya?"
Beradu pandang, sungguh ia tak ingin meyakini semua ini kenyataan. Setelah Jimin, apa kini Yoongi ikut meramaikan kegaduhan yang ingin ditepisnya?
Apa kata menyukai sekarang jadi lelucon?
"Ah ... aku sedang tidak ingin bercanda. Aku harus kembali mengambil ponselku yang tertinggal."
Kakinya—Sohyun—terhenti. Bersamaan dengan tangan Yoongi yang menghadangnya; merentangkan tangan dan mengganjal langkahnya.
"Apa ini jawaban TIDAK untuk pengakuanku?"
Semestinya tidak begitu. Di tengah alam bebas dengan oksigen yang berhamburan, dadanya tidak perlu serapuh ini. Begitu pun suaranya yang tidak perlu tersekat. Akan lebih mudah mengumandangkan suaranya dengan lantang di sini. Toh, tidak akan ada yang mendengarnya.
Di sini, cuma ada dia dan Yoongi. Kenapa mereka harus secangggung ini?
Bukankah sudah banyak pria yang ditolaknya? Mengungkapkan perasaan padanya dan lantas patah hati, itu sudah biasa, 'kan?
Lantas, apa yang membuat pernyataan Yoongi berbeda dengan pria yang mendekatinya—dulu?
"Manager~nim! Di sini rupanya!"
Baik Yoongi dan Sohyun, keduanya sama-sama menatap heran pada kehadiran sosok yang tersenyum akrab; Jeon Jungkook.
"Ah ... Yoongi Hyung ternyata juga di sini. Kebetulan sekali, aku jadi tidak perlu mencarimu lagi. Aku hanya ingin mengingatkan bahwa setengah jam lagi kita harus kembali ke Seoul."
Secepat itu pula Jungkook membalikkan badannya. Sulit baginya yang sudah mencuri dengar pembicaraan Yoongi dan Sohyun, bertahan dengan keceriaannya.
Satu per satu langkah Jungkook melaju lebih awal. Diikuti Sohyun yang mengejar punggung belakang Jungkook; caranya untuk lolos dari konversasi dalam dengan Yoongi.
Setidaknya tidak sekarang untuk menyediakan jawaban untuk Yoongi. Itupun kalau Yoongi memang jujur di setiap katanya.
.
.
.
.
.
.
"Kalian kenapa?"
Namjoon memandang Yoongi dan Jungkook yang duduk berseberangan dan bersebelahan dengan jendela, keduanya tampak menikmati pemandangan di luar dibanding berbaur dengan yang lain. Kebungkaman dan aura dingin membentengi keduanya yang kehilangan antusias 'tuk bicara.
"Biarkan saja mereka. Kau tahu sendiri kan mereka berdua manusia yang paling moody di antara kita semua." Hoseok menimpali; bermaksud mengurangi kecemasan Namjoon.
"Kalau Jungkook aku yakin dia sedih karena akan berpisah dengan manager~nim. Tapi Yoongi Hyung? Ah ... apa karena berpisah dengan Minyoung Noona?" Taehyung ikut berasumsi.
"Mereka akan baik-baik saja. Tenanglah ...." Giliran Seokjin yang memukul bahu Namjoon.
"Yak ... aku juga sedang patah hati. Apa tidak ada yang berniat menghiburku?"
Hoseok, Namjoon, Taehyung dan Seokjin, keempatnya serempak memandang ke arah kursi belakang.
Seorang Jimin yang mengenakan kaca mata hitam, masih belum berlalu dari dukanya yang patah hati. Setidaknya sembab di sekitaran matanya, menjadi bukti otentik.
"Ara, Jimin~ah. Nanti aku akan meminta pada PD Bang untuk mencari manager yang tak kalah sexy dengan Manager Kim."
"Benarkah?"
Duka yang singkat. Tawaran menggiurkan dari Namjoon membuat tangannya mengepal—semangat. Secercah harapan baru tumbuh seiring ia tumbuh menjadi sosok mesum yang lebih mengakar kuat.
"Cih ... sia-sia mengkhawatirkan dia!" gerutu Seokjin pelan. Diikuti gelak pelan dari Hoseok yang duduk di sampingnya.
Berada di mobil yang berbeda dengan ketujuh member, Sohyun sedari tadi ikut bungkam. Maniknya tak lepas dari kaca jendela yang terus bergerak dalam penglihatannya.
Hanbin, sang kakak yang menjemput Sohyun, sesekali melirik adik perempuannya yang terlihat kuyu. Dalam benaknya, ada dua pilihan kenapa Sohyun terlihat tak bergairah; sedih ia terlambat menjemputnya—meski telat 10 menit—,atau karena masa pekerjaannya yang akan berakhir besok.
Pilihan Hanbin condong pada asumsi kedua. Sadar atau tidak, Sohyun sudah berubah. Bekerja dengan sang paman—PD Bang—ternyata membantu mengubah sifat Sohyun. Malah Hanbin tak menyangka Sohyun tak mengeluh selama melakukan pekerjaannya. Walau ia tahu, pekerjaan menjadi manager artis besar, bukanlah hal yang mudah.
"Oppa ...."
Hanbin mengangkat alisnya. Suara parau sang adik mengusik rungunya. Tidak dengan konsentrasinya yang penuh mengendarai mobil.
"Wae? Kenapa suaramu begitu lirih? Apa MT-nya berjalan tidak lancar?"
Menggeleng; tebakkan Hanbin sepenuhnya salah.
"Aku benci bekerja menjadi manager."
Masih memegang kemudi mobilnya, Hanbin tak bisa melihat raut sang adik dengan pasti. Terlebih wajah itu masih berpaling ke arah berlawanan.
"Aku tidak mau kembali lagi ke dorm itu," sambung Sohyun yang tetap merasa dadanya penuh—sesak.
**
"Selamat pagi, Oppa~deul. Perkenalkan namaku Chungha. Mulai hari ini aku akan menggantikan Sohyun Noona dan menjadi manager Oppa~deul semua."
Berkumpul di kantor utama Big Hit, bersama dengan PD Bang, ketujuh pria itu terdiam saat sosok bertubuh semampai dengan senyum menawan memberi sambutan hangat untuk mereka.
"Siapa yang sudah menurunkan bintang di pagi hari ini?"
Jimin, orang pertama yang melepas kaca mata hitamnya. Tak segan menampilkan sorot manik antusiasnya. Secerah mentari yang tersenyum memberi berkah padanya.
"Perkenalkan namaku Park Jimin. Khusus untukmu, panggil saja aku dengan sebutan Honey Park." Masih Jimin yang memperlihatkan tingkah tak tahu malunya.
Agaknya ia sudah melupakan patah hatinya hanya dalam waktu 23 jam lebih 59 menit dan 59 detik.
"Bukankah sudah kubilang, berikan saja wanita yang lebih sexy, tunas itu akan tumbuh dengan sendirinya." Namjoon berbisik, diikuti anggukan dari Hoseok, Taehyung, dan Seokjin.
"Tapi ke mana Manager Kim? Bukankah seharusnya ini hari terakhirnya bekerja?"
Jungkook angkat suara. Mengabaikan perkenalan manager baru, ia lebih tertarik mencari tahu keberadaan manager lamanya.
"Kim Sohyun sudah mengajukan berhenti kemarin. Dan aku sendiri yang menyetujuinya. Seperti yang kalian tahu, belakangan ini masih banyak isu tentangnya. Jadi, aku pikir akan berbahaya kalau isunya sampai melibatkan kalian semua."
Begitulah penjelasan PD Bang yang tidak mendapatkan komentar dari seorang pun. Termasuk Yoongi yang sedari tadi sibuk membuka kotak pesannya yang masih sama. Pesan yang ia kirimkan masih tak berbalas.
Pesan dari orang yang sejak semalam membuat ia tak bisa tidur lelap.
"Jadi tidak ada perpisahan terakhir dengan Manager Kim? Padahal aku belum mengambil foto selca dengannya."
Taehyung ikut menggerutu. Tadinya ia pikir permintaannya itu akan terjadi hari ini. Sayang, sepertinya tebakkannya salah.
"Setelah semuanya mereda dan kegiatan kalian juga berjalan lancar dengan manager baru, aku akan mengaturkan perpisahan yang layak dengan Nona Kim. Jadi, bersemangatlah."
"Semoga kita bisa bekerja dengan baik, Oppa~deul," timpal Chungha tersenyum lebar.
"Baiklah, manager~nim." Hanya ada Jimin yang menjawab Chungha. Sisakan member lainnya yang tak begitu terkejut dengan perangai Jimin yang kembali seperti dulu—bucin wanita sexy.
.
.
.
.
.
.
Di ruang makan, terlihat sibuk dengan penataan yang tidak biasa. Sohyun yang baru saja turun dari kamarnya, ikut melayangkan atensinya pada beberapa asisten rumah tangga yang bergerak lincah; membersihkan, mendekorasi ulang, dan menambahkan beberapa bunga di setiap sudut ruangan.
"Bi ... apa nanti akan ada tamu?" tanya Sohyun pada salah satu pekerja di rumahnya.
"Eoh. Sore ini kita kedatangan tamu penting."
Sohyun tersentak saat ada suara lain yang menjawab tanyanya. Dan itu adalah ibunya yang baru saja kembali. Padahal waktu belum menujukkan jam usai kerja.
"Dan sore ini, kaulah bintangnya. Jadi, berdandanlah dan siapkan dirimu untuk menyambut tamu penting."
Masih belum mengerti, dahi Sohyun mengernyit. Memang tidak sulit mengartikan kalimat sang ibu yang bukan menggunakan bahasa ilmiah, tapi tetap saja ia masih belum mengerti maksudnya.
Begitu pula sang ibu yang memegang bahunya dan tersenyum tipis. Ekspresi yang diketahui Sohyun mengandung arti yang tidak baik.
"Karena kau akan bertunangan sore ini."
***
To Be Continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro