Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Manager's Romance ~ 06

Cerita ini tidak menceritakan kehidupan tokoh sebenarnya. Alur cerita pure hasil pemikiran yang nulis dengan dahi berkerut.

Selamat membaca ❤️❤️

**

"Oppa!"

Pria yang membalikkan tubuhnya itu, segera tersenyum memandang pada perempuan cantik yang berlari ke arah nya.

Seakan tak peduli dengan tatapan di sekelilingnya, gadis itu memeluk tubuh pria yang lebih tinggi darinya itu, dengan begitu erat.

"Kau membuatku sesak Hyun~ah." Terdengar suara berat dari sang pria saat badan gadis itu masih mengimpit dadanya.

Kim Sohyun, gadis itu pun mengundurkan badannya. Menengadahkan kepalanya menatap sang saudara pria sambil tersenyum lebar. Terlebih ketika tangan besar itu mengusap-usap poni rambutnya. Hal kecil yang selalu membuatnya merasa istimewa.

"Apa tidak apa-apa kau keluar seperti ini?"

Hanbin, pria yang menemui Sohyun, sengaja mendatangi gedung Big Hit. Sedari awal ia bersikeras untuk menyempatkan waktunya hanya sekedar mengecek kondisi saudarinya.
Terdengar begitu berlebihan, tapi begitulah Hanbin memanjakan sang adik.

Sohyun menggelengkan kepalanya dengan yakin. "Mereka juga masih latihan. Lama-lama aku akan mati kebosanan hanya menunggu mereka," seperti biasa, gadis Kim itu selalu mengeluh, terutama di depan Hanbin. Menggerutu disaat tak dilihat ayah dan ibunya.

"Tapi Oppa, seharusnya aku yang bertanya. Apa Ibu tidak memarahi mu pergi keluar disaat masih jam kantor?"

Bergantian, kali ini Hanbin yang menggelengkan kepalanya sembari tersenyum, "Mana mungkin Ibu marah karena aku mengkhawatirkan adikku sendiri."

Sekali lagi Hanbin mengusap surai panjang sang adik.

Disaat yang bersamaan, sepasang manik menangkap kejadian yang membuat ia mematung. Sosok wanita yang jarang tersenyum ceria dan hangat di depannya, tampak sangat bahagia. Terlihat akrab pada sosok pria yang dirasanya tak dikenal.

Lucunya, kenapa wanita itu harus tampak merona di depan pria yang memperlakukannya dengan begitu hangat?

Lebih aneh, kenapa hatinya merasa gusar dengan pemandangan yang tak sengaja terekam olehnya?

.

.

.

.

.

.

Di sinilah Sohyun sekarang.

Ia tak mengerti kenapa ia harus diseret-seret dalam hal yang menurutnya sama sekali bukan kesalahannya. Mulutnya tak berhenti mengerucut. Sudah pasti ia berceloteh dalam hatinya sendiri. Lebih pasti, ia saat ini sedang mengumpati pria bernama Jeon Jungkook. Sekali lagi, semua itu hanya berani dilakukannya dalam hati.

"Kau harus membantu menjelaskan padanya Manager~nim. Katakan kalau kau salah mengirimkan kartu nama yang seharusnya tertuju untuk nenekku. Mengerti?"

Sohyun mengangguk pasrah. Sudah hampir 2 jam, Jungkook terus men-doktrin-nya untuk hal-hal yang sama. Ucapan yang sama dengan nada bicara yang sama. Jujur saja, omongan itu sudah terhafal baik di kepalanya.

Perhatian Jungkook dan Sohyun tertuju pada seorang wanita yang mengenakan kacamata hitam, berbalut dress ketat selutut dengan belahan dada cukup rendah. Kontras sekali dengan Sohyun yang hanya menggunakan baju ala upik abu – menurutnya.

"Chagiya ..." Jungkook berdiri dan menyambut wanita yang memiliki surai lurus dan bertubuh pendek darinya. Sesekali wanita itu melirik kanan dan kiri sebelum akhirnya membuka kacamatanya.

Tampak angkuh, wanita itu melipat kedua tangannya sesaat duduk di sebelah Jungkook yang tampak menyedihkan — di mata Sohyun.

"Manager~nim," Jungkook memberikan kode agar Sohyun membuka suaranya. Menjelaskan mengenai ucapan turut berduka cita yang sengaja dikirimkannya.

"Kim Yerim~ssi ... sebenarnya akulah yang sudah mengirimkan kartu ucapan itu padamu. Padahal seharusnya aku mengirimkan ucapan itu untuk nenek Jungkook." Sohyun akhirnya mengalah. Membuka mulutnya untuk hal yang enggan diucapkannya. Sama persis dengan yang diajarkan Jungkook.

"Nenekmu meninggal chagiya?" sontak penjelasan Sohyun memberikan simpati pada Jungkook. Sohyun melirik jijik pada Jungkook yang ikut berakting. Berpura-pura sedih untuk meninggalnya sang nenek 10 tahun lalu. Sungguh akting yang sempurna.

"Cih ..." desis Sohyun sinis.

"Lagipula, kenapa mempekerjakan wanita yang tak becus sepertinya untuk menjadi manager kalian? Apa perusahaan kalian hanya mempekerjakan orang karena kasihan? Yayasan Sosial mungkin?"

Sohyun meremas tangannya di bawah meja. Jelas ucapan sadis itu sengaja ditujukan untuknya.

"Mungkin ini bagian derita kami chagiya ..." Sohyun semakin membulatkan matanya sesaat mendapati Jungkook sama sekali tak membantunya.

Tidak hanya matanya yang awalnya terasa panas mendapati pasangan menggelikan itu, dan sekarang telinganya sudah cukup panas untuk bersabar dengan hari gila ini.

"Yak!" Sohyun menggebrak meja dan berdiri di depan keduanya.

"Yayasan sosial katamu? Silahkan berkaca nona Kim Yerim! Sebenarnya dibandingkan mengkhawatirkan nasibku, lebih baik mengkhawatirkan dirimu sendiri yang sudah menjadi ban serep pria ini!" Sohyun menunjuk tepat di arah batang hidup Jungkook yang gelagapan.

"Kutarik ucapan mengenai kartu duka itu. Memang aku yang mengirimkannya. Dan jelas itu cocok diterima olehmu. Dan kau ...!"

Jungkook masih memundurkan badannya. Selain sering bertengkar dengan Yoongi, mungkin ini pertama kalinya Jungkook melihat Sohyun marah padanya.

"Suka tidak suka, akulah manager mu saat ini. Nikmatilah ..."

Sohyun pergi melengos dari depan keduanya. Menghentakkan kakinya sambil berjalan menuju luar pintu cafe. Meninggalkan dua orang yang termangu dengan tampang polos mereka.

**

"Hyung ... tangkap!"

Buk!

Disaat yang tidak tepat Sohyun baru saja memasuki ruang latihan tari BTS. Minuman soda yang seharusnya dilemparkan Jungkook untuk Yoongi, malah terkena tepat di pelipis Sohyun sebelum sampai di tangan Yoongi.

"Ah ... aku minta minumannya diganti! Bekas kepalanya!" Dengus Yoongi tetap dingin, seraya berjalan keluar dari ruang latihan.

Sohyun hanya bisa mengertakkan  giginya. Berusaha keras mengabaikan Yoongi yang sepertinya selalu tertarik mempermainkan emosinya.

"Mian (maaf) ... kau tidak apa-apa?" Jungkook spontan mendekati Sohyun dan memeriksa pelipis Sohyun yang mungkin berbekas karena ulah yang tak disengajanya.

Jungkook mengangkat poni Sohyun hingga membuat Sohyun menaikkan alisnya sambil menatap Jungkook. Seolah abai dengan tatapan Sohyun, Jungkook mulai meniup-niupkan bekas kemerahan yang berjejak di pelipis Sohyun.

"Yak!" Bukan berterima kasih, Sohyun mendorong tubuh Jungkook dengan pelan.

"Luka ini tak seberapa. Tak juga membuat hatiku berdebar, kalau memang ini caramu memikat hati perempuan!"

Jungkook berdesis sinis. Mengerucutkan bibirnya. Sia-sia sudah ia bersikap baik pada Sohyun. Padahal ia juga ingin meminta maaf untuk kejadian kemarin. Sejak kejadian kemarin, Sohyun seperti menjaga jarak dengannya. Atau bisa dibilang menghindarinya.

Anehnya, seharusnya Jungkook ikut mengabaikannya. Karena ulah wanita Kim itu, hubungannya dengan Kim Yerim– kekasihnya yang sudah tak diingat lagi nomor berapa– kini kandas. Tapi untuk alasan yang belum sepenuhnya dimengerti, Jungkook lebih merasa bersalah sudah membuat manager-nya itu mendiaminya.

"Dia masih marah padamu," tukas Hoseok yang juga sudah mengetahui perihal kejadian kemarin.

"Kau memancing singa betina marah," timpal Seokjin tak menolong.

"Aku yakin kau belum meminta maaf padanya kan?" ujar Taehyung tak mau kalah.

"Dia sexy!"

Semuanya menatap ke samping. Menatap Jimin yang masih mengekori pergerakan Sohyun dengan maniknya. Sambil mengulum senyumnya, Jimin memperhatikan semua gerik Sohyun yang terlihat gemulai di matanya.

"Byuntae!" ujar semuanya serempak.

.

.

.

.

.

.

Di bagian atas, tepatnya rooftop gedung Big Hit, Yoongi menyendiri sambil menghirup udara bebas yang tak merasa mengekang nya. Tidak seperti ruang latihan, ruang kecil dengan gerak terbatas, dan juga menyediakan pasokan udara yang terbatas. Membuatnya semakin lama semakin sulit bernafas.

Sepertinya tidak ada lagi hari tanpa sakit di kepalanya. Terus didera tekanan yang disembunyikan dalam paras dingin nya.

"Ah ... disini rupanya. Yak! Min Yoongi~ssi!"

Yoongi yang merebahkan dirinya di bangku panjang yang terletak di rooftop, membuka sebelah matanya ketika silau nya matahari kini tak lagi terasa. Hanya ada rasa teduh karena Sohyun menjadi tameng untuknya.

"Kita harus pergi fitting baju untuk acara besok," sambung Sohyun yang belum diindahkan Yoongi.

"Aku akan segera menyusul." Jawaban singkat, diikuti Yoongi kembali menutup matanya.

Sohyun hanya bisa berkacak pinggang. Masih belum beranjak, ia hanya menatapi wajah Yoongi yang terlihat lebih pucat dari biasanya.

"Kau sakit?" Tanpa aba-aba, Sohyun langsung menaruh telapak tangannya di dahi Yoongi, hingga membuat Yoongi tersentak dan menepis tangan Sohyun dengan cepat.

"Yak! tidak perlu seketus ini. Aku juga tidak tertarik menyentuhmu. Tapi ini memang kewajibanku. Aku tidak mau kau mati di depanku. Cih ..."

Yoongi mendudukkan dirinya. Tangannya menarik pergelangan tangan Sohyun seketika gadis itu memanyunkan bibirnya dan siap meninggalkan Yoongi.

"Jangan beritahu yang lain kalau aku sakit!" Sohyun memandang Yoongi yang berbicara tanpa memandangnya. Hanya tampak menundukkan kepalanya.

Yoongi mendelik begitu mendapati Sohyun malah mengambil posisi duduk di sebelahnya.

"Dasar pria lemah. Setidaknya aku akan menemanimu disini. Hanya 15 menit sebelum kita harus pergi. Walau aku tak menyukai mulut ketus mu, tapi setidaknya itu lebih baik daripada kau pingsan di depanku." Rungut Sohyun.

Selalu seperti ini. Sangat aneh. Ucapan ketus yang seharusnya bukan berisikan hiburan untuknya, malah menghadirkan senyum simpul di wajah dingin Yoongi. Sama seperti beban yang tadinya mengimpit di dadanya, perlahan terangkat dengan kehadiran gadis Kim itu.

15 Menit. Itu sudah lebih dari cukup.

**

To Be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro