
Manager's Romance ~ 04
Cerita ini tidak menceritakan kehidupan tokoh sebenarnya. Alur cerita pure hasil pemikiran yang nulis dengan dahi berkerut.
Request dari stayfineksh untuk Double up. Semoga suka.
Happy reading ❤️
**
Baiklah. Mari sekarang kita belajar tentang hal yang paling mendasar.
Bahwa sejatinya 1 hari itu terdiri dari 24 jam. Dari antara 24 jam itu, Sohyun sudah harus menghabiskan waktunya selama 12 jam untuk mengurus ketujuh pria ajaib yang tidak ada usainya. Tersisa 12 jam lagi, yang mana termasuk untuk waktu istirahatnya selama 8 jam (tidak boleh kurang) - demi alasan kecantikan yang tidak terbantahkan. Dan 4 jam lagi? Ia masih harus mengecek semua persiapan untuk rehearsal di salah satu stasiun TV. Dan jangan lupakan waktu untuk perjalanan pulangnya yang juga menghabiskan waktu hampir 1 jam.
"Ini jadwal mereka untuk besok!"
Sohyun memperhatikan satu per satu jadwal yang harus dikerjakannya. Beruntung dia tidak muntah melihat begitu padatnya yang harus dijalani ketujuhnya. Terselip rasa salut melihat ketujuh pria itu sama sekali tidak mengeluh dengan kegiatan yang menurut Sohyun menjemukan.
Jelas saja menjemukan. Kerja dan kerja. Tidak ada kata shopping, main game, hibernasi atau sejenisnya. Hanya rentetan jadwal yang sudah ter-setting dengan apik.
"Tapi ini apa?"
Sohyun mempertanyakan satu kegiatan yang dirasanya melenceng dari kegiatan lainnya.
"Mengirimkan bunga?" ulangnya lagi.
"Ah ... itu pasti Jungkook!" Sohyun terkejut saat mendapati Taehyung sudah berdiri di belakangnya. Hadir bak jelangkung. Datang tak diundang, tapi pulang tetap harus diantar.
"Pasti untuk wanita yang sedang diincarnya!" ditambah Jimin yang juga ikut berdiri di sebelahnya.
"Dia selalu begitu! Setiap dua hari, nantinya dia pasti akan menyuruh manager~nim untuk mengirimkan bunga, atau kartu ucapan. Yang paling ekstrim, akan meminta manager~nim mengaturkan restoran untuk makan malam dengan wanita-wanita yang disukainya."
Cih ...
Rasanya Sohyun mulai mengenal karakter Jungkook, sang maknae. Tak lebih dari seorang playboy cap botol kecap yang memiliki sifat yang paling dibencinya dari seorang pria.
"Itu dia!" Tepat disaat mereka semua membicarakan sang tersangka, Jungkook baru saja kembali dari atas panggung, berkumpul dengan yang lainnya.
"Waeyo manager~nim?" Tanya Jungkook dengan polos.
"Dasar Playboy! Aku tak menyukaimu!"
Hanya itu. Secepat itu Sohyun menyunggingkan mulutnya. Menunjukkan rasa tak sukanya pada Jungkook yang masih tak mengerti apa-apa.
Tak juga tahu apa yang menjadi salahnya.
.
.
.
.
.
.
"Akh ..."
Satu hari panjang yang akhirnya berhasil dilalui gadis Kim itu tanpa adanya bencana. Gadis itu merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur empuk miliknya; besar dan bersih dengan ukuran king.
Bau harum cinnamons yang lekat dengan kamarnya, membuat perasaannya jauh lebih baik. Terlebih setelah hampir 10 jam dia melakukan hal yang namanya bekerja.
Pengalaman hari ini bahkan tidak membuatnya berubah pikiran atau semakin tertarik untuk terjun ke dunia kerja. Ini juga yang membuatnya tak habis pikir kenapa Ayah, Ibu dan Hanbin, begitu menikmati menguras tenaga dan pikiran mereka seperti saat ini.
"Kau sudah pulang?"
"Hanbin Oppa ..." gadis Kim itu langsung memeluk tubuh saudaranya yang masih mengenakan setelan pakaian resminya. Pria yang ramah itu memang menyempatkan melihat sang adik yang manja sebelum sempat menuju kamarnya.
"Waeyo? Apa melelahkan?"
Sohyun mengangguk dalam pelukan Hanbin yang mengusap lembut surai sang adik. Hanbin memang begitu menyayangi Sohyun. Bahkan ia tak keberatan bekerja keras untuk menghidupi gaya hidup sang adik. Hanya saja, sang Ibu keberatan dengan kasih sayangnya yang katanya semakin menjerumuskan sang adik.
Keluarga Kim, seiyanya memang keluarga yang kaya. Lima puluh juta won bukan angka yang besar dibandingkan dengan kekayaan dan asset yang keluarga mereka miliki. Tapi sifat keluarga Kim, terutama sang ibu, sangatlah tegas. Ia ingin keluarganya, terutama putrinya mengetahui bahwa kekayaan dan kenikmatan yang ia rasakan saat ini bukan didapatkan dengan mudah layaknya memetik buah apel. Ia ingin putra dan putrinya merasakan perjuangan untuk bisa menghargai apa yang mereka rasakan saat ini.
Beruntung Hanbin, putra Kim itu sangat mudah diajari dan menurut pada kedua orang tuanya. Sangat berbeda dengan putri mereka, Sohyun yang sangat sulit untuk dibujuk. Dan mungkin ini satu-satunya cara agar Sohyun bisa akhirnya mengerti bahwa bekerja itu sulit.
"Bertahanlah. Aku akan membantu meminta pada Ibu agar kau bisa bekerja beberapa bulan saja. Semangatlah Kim Sohyun!"
**
Sinar mentari mengintip dari balik jendela kamar putri tidur yang tampak tak berniat untuk menggerakkan badannya. Tidak juga sekedar untuk membuka matanya. Tubuhnya terasa sakit dan tentu saja dia melupakan hari ini dia semestinya harus bekerja.
Kring ... !
Kring ... !
Nada dering yang bernyanyi lantang dari ponsel-nya pun tak berhasil membuatnya bergeming.
"Nona ... bangunlah. Ini sudah pukul 09.00 pagi." Sang asisten di rumahnya menggerak-gerakkan tubuh putri tidur itu mulai dari cara perlahan hingga lebih kencang.
"Nggghh ... aku masih mengantuk Bi" lenguhnya masih mengenakan eye mask.
"Tapi barusan Tuan Bang menelepon dan bilang Nona harus membawa anak-anak Nona ke rehearsal 1 jam lagi."
Mata itu berhasil mendelik. Sohyun membuka maskernya, melihat pada jam di dinding kamarnya sebelum ia beralih mengecek ponsel nya.
Lima puluh panggilan tak terjawab dari staff stasiun TV yang sudah menghubunginya sejak kemarin.
"Ahjumma! Kenapa baru sekarang membangunkanku! Aku jadi terlambat!!"
Tetap saja gadis itu menyalahkan orang lain untuk kecerobohannya sendiri. Dengan tergesa-gesa, putri Kim itu pergi ke dalam kamar mandi. Sikapnya tergopoh-gopoh. Lima belas menit kemudian, ia masih melihat ahjumma yang sering mengurusnya itu masih berdiri di dalam kamarnya.
"Ahjumma ... apa kau bisa membantuku?"
"Iya Nona."
"Tolong bungkuskan makanan secukupnya. Tunggu! Untuk 7 orang. Benar! Bungkuskan untuk 7 orang!"
Wanita baya itu mengangguk sebelum meninggalkan Sohyun yang masih kebingungan memilih bajunya. Ia sama sekali tak memiliki baju lain yang bisa membuatnya tampak buruk.
"Yang terjadi terjadilah ..." tuturnya lirih dan mengambil asal pakaiannya.
.
.
.
.
.
.
.
"Apa kau sakit?"
Sohyun mendelikkan matanya sambil mengikuti manik Taehyung yang menatapi penampilannya. Sohyun ikut memandang penampilannya yang memang menurutnya aneh. Bukan aneh, tapi sangat aneh.
Tanpa berpikir panjang, ia pun melepaskan jaket Hanbin. Jaket besar milik saudara prianya yang tadinya membungkus badan rampingnya.
"Lihat ...! Sekarang tidak aneh bukan?" Sohyun kembali bertanya pada Taehyung yang menegak ludahnya.
"Wow..."
Park Jimin, pria yang baru saja keluar dari kamar mandinya dan masih menyeka rambutnya yang basah, terpukau melihat penampilan Sohyun yang baru saja melepaskan jaket yang dikenakannya. Dengan menampilkan kaki jenjang putihnya, sebuah atasan longgar yang dikenakannya, ditambah sepatu kets putih, sebenarnya tampilan Sohyun terbilang sederhana. Tapi dalam kesederhanaan-nya itu, entah kenapa Sohyun malah terlihat menarik.
Mungkin faktor terlalu lama tinggal bersama dengan keenam pria di dorm selama bertahun-tahun, membuat pikiran Jimin sedikit 'cerah'. Tidak lagi hanya melihat bulu kaki para rekannya. Melainkan sebuah karya Tuhan. Kaki putih jenjang dan mulus. Tanpa bulu hitam yang mengganggu pemandangan.
"Kau membuatku tidak nyaman Jimin~ssi. Ini!" Sohyun yang tak menanggapi serius ucapan pria menggemaskan seperti Jimin, lantas menaruh bungkusan yang dibawa dari rumahnya. Menaruhnya ke atas meja makan para pria itu.
"Bau makanan!" Dari dalam salah satu kamar, terdengar teriakan lantang seorang pria yang berlari kencang sesaat Sohyun baru saja membuka kotak makan yang dibawanya.
Dia Jungkook, pria yang langsung membulatkan matanya. Maniknya semakin membesar melihat makanan yang dibawa Sohyun cukup mewah.
"Daebak! Hidungmu sama seperti anjing pelacak" Puji Sohyun yang tak membuat Jungkook ikut memandang gadis itu.
"Manager~nim .. Apa semua ini kau yang memasaknya? Daebak! Apa kau tahu kalau seorang wanita itu terlihat sangat menarik ketika memasak?" Sebuah kerlingan mata genit dari Jungkook membuat dahi Sohyun mengernyit.
Ia belum sepenuhnya mengenali karakter Jungkook dengan utuh. Terhitung, ini juga pertama kalinya mereka berbicara setelah kemarin Sohyun langsung memproklamirkan bahwa ia tak menyukai Jungkook.
"Tidak ada racun?" Menyusul suara berat lainnya yang amat dikenal oleh Sohyun. Pastilah itu Min Yoongi. Pria yang sepertinya sulit berteman dengannya. Pemilik ucapan tajam yang membuat Sohyun mengelus dadanya.
"Jangan makan! Khusus untukmu, aku memang sudah menaruh racun yang paling mematikan!" dengus Sohyun dengan giginya yang terkatup rapat.
"Enak!" Taehyung mengacungkan kedua jempolnya hingga membuat Sohyun berbangga diri. Meskipun itu bukanlah buatan tangannya sendiri. Tapi setidaknya ia yang sudah bersusah payah membawanya ke sini. Dengan tenaganya sendiri.
"Cih ... tebakanku ini pasti dibuat orang lain. Sangat berbeda dengan masakkan mu sebelumnya. Ingat waktu kemarin kau hampir membuat dapur ini tak lagi berbentuk dapur?" Masih suara malas milik Yoongi yang membuat Sohyun menyorotkan sinar tajam bak Superman ke arah pria pucat itu.
"Hobi~ya ...! apa kau melihat dimana kacamataku?" tanya Seokjin disaat semua orang berkumpul dan menikmati makanan yang dibawakan Sohyun.
"Apa perlu aku bantu?" Sohyun menawari diri membantu Seokjin.
Pastinya akan sangat sulit menemukan seorang diri disaat bentuk ruang tamu para pria itu terlihat bagaikan kapal pecah. Tak bisa dipercaya, artis sebesar mereka hidup jauh lebih berantakan dari Sohyun.
"Hyung ... " Sohyun dan Seokjin sontak menatap pada Namjoon yang memperlihatkan gagang kacamata Seokjin yang sudah terbelah dua.
Mata Namjoon mengerjap dan memelas. Caranya untuk meminta belas kasihan dari Seokjin.
"Hah ... bahkan ini masih terbilang pagi untuk menggerutu." desis Sohyun pelan.
**
To Be Continued
Double up yang menyenangkan atau tidak?
Geer banget aku 😆😆😆🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro