Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prologue

Malam selalu berkata bahwa Chiya adalah temannya, seakan tidak ingin gadis itu menjauh, sengaja dia ikut diri sang gadis sekuat mungkin guna mengajak masuk dalam kegelapan. Tiada banyak hal yang ia lakukan ketika mentari mulai menyingsing, hanya memandang telapak tangan berkulit pucat penuh kekosongan. Kadang, saat diri memandang tanpa henti otak seakan sengaja memutar memori pahit. Apalagi, saat suara penuh penekanan masuk ke dalam indra pendengaran dengan sengaja, dan itu berasal dari sang Ibu. Chiya tidak tahu alasan jelas dari tetes air yang selalu saja jatuh pada tanah kering dan membasahi pipi, padahal ia sungguh mengetahui bahwa tidaklah pantas untuk menangisi kesalahan diri sendiri. Memang kenyataan jikalau ia memiliki pengalaman pahit saat masih menginjak sekolah dasar, banyak hal dia lalui hingga luka pada waktu itu tidak kunjung hilang kendati kaki telah berpijak di hadapan gerbang sekolah menengah atas.

Lalu, ini hanyalah awal dari sakit hati lebih yang ia terima nanti. Bersamaan dengan tubuh mungil tersebut yang mulai mengharapkan pelukan hangat.

Bagi Adrian Oktavian hidup itu begitu memuakkan, hingga membuat diri berhasil menatap pilu ke arah pergelangan tangan, ditemani pikiran yang mengatakan untuk melakukan dosa besar. Ada banyak hal yang terjadi dalam hidup pemuda tersebut, bahkan mentari dan rembulan yang memperhatikan setiap waktu bergerak pun takkan sanggup menjelaskan. Oh, sungguh, dunia sangat kejam terus melukai pemuda perkasa berselimut jarum.

Masalah yang ia hadapi hingga berpikir untuk menancap luka lebih berasal dari orang sedarah maupun lingkungan sekitar, dan itu cukup memberi sakit. Bahkan dia sampai membenci nama depan pemberian kedua manusia yang menyebut diri mereka sebagai orang tua. Terbukti dari netra yang akan menatap sinis setiap kali telinga mendengar seseorang menyerukan "Adrian" bukan "Oktavian", dan itu menjadi hal lumrah bagi orang dekat maupun baru mengenal.

Dalam hidup pemuda tersebut, selalu saja tiada hari dimana ia akan merasa ingin dicintai. Tetapi, dunia seakan berkata lain. Hati terus dipatahkan, padahal memperbaiki tak semudah menggerakkan tubuh. Coretan dengan pulpen sebagai penyalur saja akan membekas walaupun sudah diberi Tipe-X, apalagi memori yang bisa menyimpan begitu banyak kendati telah dicoba untuk melupakan. Walaupun begitu, tak pernah luput dalam perasaan Oktavian bahwa dia menginginkan kasih sayang.

Orang-orang selalu berkata untuk jalani saja hidup dan terus berdoa kepada Allah SWT, tetapi kenapa perjalanan yang didaki penuh akan jurang. Orang-orang juga pernah berkata, bahwa Allah tidak akan pernah memberi cobaan kepada hamba-Nya melewati batas kemampuan. Lalu, apa wajah yang terlukis setiap kali pagi menjelang masih tidak cukup untuk menjelaskan bahwa mendaki akan terhenti kapan saja? Mereka berdua tidak banyak memiliki harapan, hanya cinta dan kasih sayang. Namun, sepertinya Allah masih belum berniat untuk mengabulkan sepucuk doa.  Atau, Allah akan memberi ketika kaki benar-benar telah sulit untuk sekedar terangkat? Tapi, kapan? Bahkan, menanti saja membutuhkan tenaga apalagi untuk seseorang yang telah lelah menetap di dunia.

=
461 words.
=

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro