Epilog
by sirhayani
part of zhkansas
Epilog
Aku tak bisa menikmati waktu kebersamaanku dengan Noah selama satu hari penuh ini. Ada banyak tempat yang kita datangi hanya untuk memberikan memori indah kepada Noah, tetapi aku tak menikmati semua itu. Tentu saja karena aku baru saja kehilangan Zavier. Dia telah dimakamkan kemarin sore dan itu adalah untuk pertama kali dan terakhir kalinya aku melihat mengunjungi makamnya.
Katanya, Zavier tak ditakdirkan hidup lama. Akan tetapi, aku tak mau percaya Noah seratus persen. Masih ada keraguan di hatiku tentang segala omongannya. Noah yang jahat masih begitu sangat melekat di ingatanku.
Kami berdua berada di tepi tebing laut. Noah mengajakku ke sini. Katanya, tempat ini akan menjadi lokasi pertemuan terakhir kami.
"Aku minta maaf karena nyiksa kamu selama ini. Awalnya, aku berencana untuk berpura-pura menjadi suami yang baik, tapi entah bagaimana perasaanku mulai berubah. Aku merasa aneh saat melihat layar USG. Aku merasa aneh saat ngerasain tendangan Zavier di dalam perut kamu. Aku ngerasa aneh meluk Zavier untuk pertama kalinya. Aku ngerasa aneh dengan keluarga kecil kita."
Aku menunduk dengan mata memanas. Mengapa segala perkataan Noah begitu emosional?
"Aku minta maaf, karena kesalahanku pada Zoey, kamu jadi berakhir secara paksa di tubuh Zoey karena iblis itu. Aku minta maaf karena kamu ngalamin hal yang jauh lebih buruk dibanding Zoey padahal kita enggak ada urusan apa-apa. Kamu hanya terjebak di situasi ini." Noah menggenggam tanganku sembari menatap lautan di malam hari. "Zoey asli menderita karena ulahku, tapi kamu jauh lebih menderita."
Aku tertawa sinis. "Mustahil kamu minta maaf."
Noah menoleh padaku, tetapi aku enggan menatapnya dan lebih memilih menatap bulan. "Mungkin ... karena jiwa masa laluku sedikit lebih manusiawi dibanding jiwaku yang datang dari masa depan. Entah sejak kapan kedua jiwaku nggak sejalan, berbeda pendapat, dan hal seperti itu ngebuat aku kebingungan."
Aku menggigit bibir kesal. "Mau itu jiwa masa lalu maupun masa depan kamu, kamu tetap orang yang nggak berperasaan. Sebelum kita ke masa lalu, setelah lulus SMA, kamu yang ngebunuh Alanna, kan? Kamu juga yang bunuh kedua orang tua Zoey. Kenapa kamu mengambil kesimpulan kalau jiwa masa lalu kamu lebih manusiawi?"
"Karena aku belum ngalamin penolakan keras dari kedua orang tua Zoey maupun Alanna," balasnya. "Setelah jiwa dua puluh dua tahunku waktu itu ke masa lalu, yang aku pikirkan pertama kali adalah membunuh Alanna karena dia yang selalu halangin aku deketin Zoey asli sejak dulu. Jiwa remajaku waktu itu seolah terpendam jiwa dewasa. Yah, apa pun itu, setelah ini aku menyerahkan jiwaku kepada iblis itu."
"Bukannya, jiwa kamu akan ketemu jiwa Zoey yang asli?"
"Meskipun jiwaku diambil iblis itu, aku nggak bisa ketemu jiwa Zoey," balas Noah. "Kalau bisa seperti itu, sejak awal aku akan nyerahin jiwa aku secara langsung supaya bisa ketemu jiwa Zoey asli."
Aku menunduk dalam. Bisakah aku mempercayai setiap perkataan Noah? Apakah Zavier benar-benar meninggal dan jiwanya tak ditahan oleh iblis itu? Noah tidak membohongiku, kan?
"Gimana aku bisa percaya kamu nggak nyerahin jiwa Zavier ke iblis itu?" Aku menggigit bibir. "Gimana aku bisa percaya, Noah?"
"Setelah ini." Noah menghadapku dan menggenggam kedua tanganku. Aku mendongak untuk menatapnya meski yang kulihat hanya wajah samar Noah karena pandanganku buram oleh air mata. "Setelah jiwaku diambil, kamu akan kembali ke kehidupan normal kamu. Cari tahu tentang Noah Kahil. Karena kabar yang kamu dapatkan pasti informasi kalau aku sudah mati. Aku akan mati tepat saat kamu kembali."
"Aku langsung kembali? Bagaimana dengan Luca...?"
"Untuk membuat Luca jatuh cinta, ya?" tanyanya. "Dia sudah mencintai kamu."
Aku mengernyit.
"Kata iblis itu, Luca enggak akan masuk dalam balas dendam Zoey, tapi secara mengejutkan, dia sudah menyukai kamu sejak kecil. Kamu ... jiwa yang ada di tubuh Zoey."
"Apa?" Omong kosong apa yang Noah maksud?
"Iblis itu bilang, apa yang terjadi sejak jiwa kamu ke masa lalu hanya akan menjadi ingatan aku, kamu, Mahardika, dan Luca. Mereka berdua mungkin salah paham dan mengira kalau mereka habis mimpi panjang." Noah menarikku ke ujung tebing. Dia genggam tanganku dengan erat. "Apa kamu siap untuk pulang? Peluk aku dan terjun ke lautan. Setelah ini, kamu akan terbangun di kehidupan normal kamu dan jiwaku pun akan pergi kepada iblis itu."
"Kita mati bareng?" Kutatap ombak yang menyeramkan. "Bukannya kita nggak bisa mati?"
"Konteksnya sudah beda," katanya. "Harusnya, kamu bisa pulang lebih awal ... jauh sebelum waktu ini, tapi aku memohon ke iblis itu untuk jangan ambil jiwaku dulu karena aku masih ingin merasakan kehangatan sebuah keluarga."
Aku memejamkan mata. "Kenapa harus terjun ke laut? Ini terlalu menyeramkan, Noah. Aku takut."
"Aku pengin mati sambil meluk kamu. Aku pastiin kamu nggak ngerasain sakitnya terkena ombak."
Aku membuka mataku dan segera menghadap Noah. Kupeluk erat tubuh laki-laki yang telah menemaniku selama beberapa tahun ini. Aku kembali memejamkan mata. Jika Noah tidak membohongiku, maka ini adalah pelukan terakhir kami.
Noah membalas pelukanku dengan erat. "Kamu siap, kan?"
Aku mengangguk. Aku sudah pasrah dengan keadaan karena tak tahu lagi harus bagaimana. Aku bersyukur jika Noah menepati perkataannya, aku hanya akan pasrah jika dia berbohong, dan akan pasrah melanjutkan penderitaan yang tak ada habisnya.
Noah memosisikan tubuhnya membelakangi lautan dan menjatuhkan diri sambil memelukku. Aku membuka mata. Angin berembus kencang. Dalam sekejap, hantaman kuat itu terasa meski aku tak merasakan sakitnya.
Situasinya seperti aku bermimpi jatuh dari tangga, lalu terbangun dengan jantung yang berdegup kencang.
Kupikir aku sedang mengumpamakan situasinya, tetapi aku benar-benar mengalami hal itu. Setelah terjatuh dari tebing di tepi laut, aku terbangun dengan terkejut dengan perasaan yang campur aduk. Langit-langit kamar yang sudah lama aku lihat akhirnya muncul di depan mataku. Aku menangis terisak sambil menoleh. Kupeluk Mama dan tak bisa berhenti menangis. Aku merindukan kehidupan normalku. Aku mendapatkannya.
Noah tidak berbohong padaku.
Mungkin, saat ini raga asli Noah telah meninggal. Jiwanya telah pergi ke iblis itu.
Aku juga kehilangan Zavier dan tak akan pernah bertemu dengannya lagi.
Suami dan anakku ... aku tak akan pernah bertemu dengan mereka di kehidupan asliku.
"Hiks...." Aku tak bisa berhenti menangis. Antara bahagia telah kembali dan sedih karena meninggalkan dunia lamaku. "Mama...."
Mama memelukku dan mengusap rambutku. "Kenapa? Kamu habis mimpi buruk?"
Aku mengalami mimpi yang sangat panjang. Mimpi buruk dan indah itu menjadi satu.
***
Beberapa hari setelah kembali, aku baru bisa mengumpulkan informasi.
Noah meninggal.
Mahardika masih hidup.
Aku tak tahu keberadaan Luca.
Chessa sedang kuliah di luar negeri.
Zoey benar-benar menjadi sebatang karena di akhir hidupnya.
Alanna sudah meninggal beberapa tahun lalu.
Mami dan Papi Zoey juga meninggal sebelum Alanna.
Semuanya sama dengan apa yang kulihat dari ingatan Zoey. Saat aku kembali, tak ada yang berubah. Segala yang terjadi saat jiwaku ke tubuh Zoey tak membuat masa kini berubah. Akan tetapi, ada sebuah ingatan yang muncul tetapi tak pernah aku alami. Ingatan di mana aku dan Luca menjalin hubungan spesial sejak kami SMA. Ingatan dari jiwa remajaku saat jiwa dewasaku berada di tubuh Zoey.
Ternyata banyak hal menyenangkan yang terjadi antara aku dan Luca, tetapi itu hanya sebatas ingatan. Meski begitu, aku masih bisa merasakan segala kenangan indah yang membekas dan membuat hatiku merasa seolah teriris karena Luca mungkin hanya menganggapku sebagai seseorang yang muncul dalam mimpi panjangnya.
Noah memberiku luka dan Luca memberikan kenangan indah di masa mudaku.
Tetap saja, mereka hanyalah sebatas kenangan buruk dan baik. Aku telah kembali ke kehidupan normalku. Ini yang aku inginkan, menjalani hari normal bersama Mama.
Hanya saja aku ingin melihat Mahardika untuk terakhir kali, memastikan bahwa laki-laki itu benar-benar hidup. Mungkin aku bisa melihat Luca di sini, di sebuah acara reuni angkatan yang berlangsung di sebuah ballroom hotel.
Orang seberpengaruh Mahardika pasti akan datang. Luca juga kemungkinan besar akan datang. Chessa ... entah dia akan datang atau tidak, kedua sahabatnya, Zoey dan Alanna sudah meninggal.
Aku tidak punya teman.
Aku benci merasa kehilangan. Kehilangan pertemananku dengan Chessa. Kehilangan kedekatanku dengan Mahardika. Kehilangan Luca yang memberikan kenangan baik seolah untuk mengobati kenangan buruk yang Noah berikan.
Tidak ... keberadaan Noah tak selamanya buruk. Kebersamaan keluarga kecil kami yang sudah berakhir itu juga merupakan kenangan indah.
Aku menghela napas panjang. Zavier... aku harus merelakan kepergiannya.
Bukankah ini yang aku inginkan? Semua kembali pada takdir kehidupan mereka masing-masing.
Aku benci merasa kehilangan Noah. Rasanya, dia masih ada di sisiku. Rasanya aku masih bisa melihat Noah berdiri sambil menggendong Zavier yang masih berumur satu tahun.
Di sisi lain, muncul ingatan keberasamaanku dengan Luca. Dia tidak pernah menyakitiku satu kalipun.
Ingatan yang tumpang tindih ini benar-benar membingungkanku.
Ballroom hotel dipenuhi oleh orang-orang famous semasa SMA. Mahardika menjadi salah satu orang paling menonjol sehingga aku bisa merasa lega. Dia tidak berakhir meninggal secara mengerikan karena ulah Noah. Tubuhnya masih utuh. Takdirnya tidak berakhir bersama Zoey. Hatinya telah berlabuh pada seseorang bernama Kanina. Perempuan itu bahkan ikut di acara reuni besar ini. Aku bisa melihat tatapan penuh cinta di mata Mahardika tiap kali dia menatap pacarnya.
Apakah Mahardika menyesal setelah Zoey bunuh diri? Sudah tiga bulan berlalu sejak Zoey bunuh diri. Mungkin, dia merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Zoey, tetapi aura positif yang terlihat di diri Kanina yang mungkin membuat Mahardika bisa menjalani hari-harinya dengan baik.
"Sekitar seminggu setelah Zoey meninggal, Noah juga meninggal."
Aku memejamkan mata saat mendengar suara percakapan beberapa orang.
"Kalau Zoey katanya bunuh diri, tapi Noah ... katanya tiba-tiba? Gue pikir Noah ikut bunuh diri karena nyusul Zoey. Bukannya sejak SMA cintanya bertepuk sebelah tangan karena Mahardika? Dia selalu ngejar-ngejar Zoey padahal Zoey udah punya tunangan."
Padahal mereka semua sudah meninggal, tetapi orang-orang ini masih membicarakan hal yang tak perlu.
"Hush, jangan berisik. Mantan tunangannya datang, tuh."
Mantan tunangan ... aku menoleh pada sepasang kekasih yang duduk di dekat mejaku. Mahardika dan Kanina.
"Kita di sini aja." Suara lembut Kanina terdengar menenangkan Mahardika. "Gimana sekarang?"
"Aku belum pernah cerita ini," kata Mahardika. Entah kenapa, aku hanya mendengar suaranya padahal tempat ini ramai oleh suara percakapan orang-orang. Aku tidak mau menguping, tetapi kedua kakiku juga tak segera beranjak dari tempat ini. "Sekitar tiga bulan lalu, aku mimpi panjang banget. Rasanya masih kerasa sampai sekarang. Tiap kali aku ingat Zoey atau dengar namanya aja, aku keinget mimpi itu lagi."
"Kamu mimpi buruk banget, ya? Nggak apa-apa."
"Perasaan aku cuma untuk kamu, Kanina. Kamu percaya sama aku, kan?"
Aku berdiri dari kursi dan segera keluar dari ballroom. Begini cara iblis itu membuat Zoey balas dendam. Mahardika terbangun dalam keadaan di mana perasaannya pada Zoey sangat besar. Disaat yang bersamaan dia juga menyukai Kanina. Mahardika berada dalam dilema. Sudah tiga bulan berlalu dan mimpi itu masih terasa membekas untuknya. Saat ini, Mahardika hanya berusaha denial bahwa satu-satunya perempuan yang dia cintai hanyalah Kanina. Padahal dia juga mencintai Zoey.
Sudahlah.
Saatnya aku pergi. Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa Mahardika masih hidup dengan sehat.
Aku keluar dari hotel dengan perasaan kosong. Berhenti sebentar di trotoar sembari menghela napas panjang. Ada yang terasa kosong....
Kutolehkan pandanganku pada seorang laki-laki yang berjalan mendekat dari arah kanan. Aku membeku di tempat.
Luca?
Andaikan saja laki-laki itu tidak sedang menatap langsung mataku, maka aku akan berpura-pura tak peduli dengan kehadirannya. Akan tetapi, dia terus memandangku seolah tak ingin memutuskan pandangan kami.
Aku baru memutuskan pandangan setelah dia berhenti di sampingku sembari menatap ke depan. Mengapa aku tidak segera pergi saja? Aku merasa gugup. Meskipun selama ini aku hidup dengan Noah, tetapi hidupku juga dihiasi oleh kebahagian dari Luca.
Mungkin, Luca kebingungan saat terbangun dan merasa mimpi panjangnya itu terasa sangat nyata. Mungkin, dia merasa kehilangan seorang Aylin Naira. Berapa banyak ucapan cinta yang telah laki-laki ini katakan padaku seumur hidupnya? Tak terhitung jumlahnya. Bahkan Noah baru mengatakan cinta di akhir-akhir pertemuan kami.
"Hai." Suara Luca membuat hatiku terasa sakit. Karena kenangan dari jiwa remajaku, aku merindukannya. Namun, kami tak akrab sama sekali. Dia pasti mendatangiku karena terlalu bingung dengan ingatan barunya. "Sekitar tiga bulan lalu, gue mimpi panjang. Saat bangun gue ngerasa kehilangan banget."
Aku tersenyum kecil sembari menoleh. "Lo ... ngomong sama gue?"
Dia menoleh. "Ya."
Ngomong-ngomong, kisah kami terlalu klise. Setelah jiwa remajaku melihatnya dalam jarak dekat saat di lab komputer, aku langsung tertarik padanya. Luca seolah sebuah soal matematika rumit yang harus aku temukan hasilnya. Aku berusaha mendekatinya dengan cara apa pun sampai menjadi salah satu bagian dari anggota klub belajarnya. Yah, ada banyak hal yang terjadi sampai sulit kuceritakan saat ini.
Semua kenangan itu membuatku sangat merindukan Luca, tetapi kami hanyalah orang asing satu sama lain.
"Ada banyak hal yang pengin gue konfirmasi." Luca menyerongkan tubuh hingga menghadapku. Tanganya terulur sembari menatapku dengan tatapan kerinduan. "Tapi sebelum itu, boleh kita kenalan?"
Kuangkat tanganku dan kubalas uluran hangatnya itu. "Aylin Naira."
"Luca Alaska." Jabat tangan itu berubah menjadi sebuah genggaman. Tangan kanannya itu kemudian dia gantikan dengan tangan kirinya. Dia menarikku pelan menyeberangi jalan saat lampu hijau untuk pejalan kaki menyala.
Anehnya, aku tidak menolak dan mengikut begitu saja. Setelah tangan kami bersentuhan, ternyata kami tidak benar-benar asing. Apa yang terjadi sebelum aku kembali sudah menjadi bukti bahwa hubunganku dengan Luca jauh lebih spesial daripada hubunganku dengan Mahardika ataupun Noah.
Ternyata ini yang pernah aku dengar bahwa di balik kesulitan itu ada kebahagiaan yang menanti.
Pandanganku tertoleh ke belakang saat mengira baru saja melihat Zavier tengah berjalan bergandengan tangan dengan Noah. Tak ada. Itu hanya perasaanku saja.
Kembali kuarahkan pandanganku ke depan, menatap punggung Luca. Dia menggenggam tanganku begitu erat. Aku memejamkan mata, kemudian kubuka pejaman mataku lagi.
Luca nyata.
TAMAT
🌺
catatan:
Tambahan cerita: Untold Side dari sisi Mahardika, Noah, dan Luca hanya bisa dibaca di https://karyakarsa.com/zhkansas
cara baca ada paling bawah
terima kasih buat kalian yang baca kisah mereka sampai sini 🫶🏻🫶🏻❤️ maaf jarang nyapa kalian di author's notee
ada yang pengin kalian sampaikan ke mereka?
Aylin
Zoey asli
Luca
Noah
Mahardika
keterangan untuk ketiga untold side:
mahardika: versi kehidupan mahardika, tapi ada dari sisi zoey asli juga. bagaimana zoey asli dan mahardika bertemu dan berpisah sampai kehidupan mahardika dan aylin yang di tubuh zoey, yang sebelumnya enggak diceritakan di naskah utama. ada juga apa yang terjadi setelah mahardika kembali. warning: beberapa adegan mengarah ke rating dewasa.
noah: sisi yang nggak diceritakan di naskah utama. versi kehidupan noah dari bagaimana dia tergila-gila pada zoey sampai zoey pergi. dan bagaimana noah bareng aylin yang ada di tubuh zoey, diceritakan lebih detail dari sisi noah. ini juga ada rating dewasa untuk beberapa adegan, lebih dark dari untold side mahardika.
luca: versi kehidupan luca dan aylin remaja selama jiwa aylin dewasa berada di tubuh zoey, yang nggak diceritakan di naskah utama. di sini ada tambahan cerita pertemuan luca & aylin setelah epilog di wattpad.
cara baca untold side ketiganya:
terima kasih telah membaca kisah mereka sampai bagian epilog ini🩷 follow wattpad sirhayani bagi yang nggak mau ketinggalan cerita terbaru 🫶🏻
love,
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro