Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4

by sirhayani

part of  zhkansas

PART 4

Belum dua puluh empat jam menjalani misi untuk kembali pulang, tetapi aku sudah tidak tahan dengan semuanya.

Aku sangat tidak terima berada di situasi ini, tetapi aku harus bagaimana lagi? Target Zoey adalah Mahardika dan dua cowok lainnya. Aku harus berhadapan dengan cowok mesum seperti Mahardika? Belum lagi aku harus berhadapan dengan dua cowok lainnya yang belum aku ketahui seperti apa sifat asli mereka.

Aku menangis. Sungguh. Sampai terisak dan bersembunyi di bilik salah satu brankar UKS dan kututupi seluruh tubuhku sampai tak ada yang terlihat sedikit pun. Semua ini terlalu baru bagiku. Dunia Zoey bertolak belakang dengan duniaku.

Iblis sialan itu salah. Siapa bilang aku bermental baja? Aku memang jarang menangis, tetapi tidak seperti ini juga! Terakhir kali aku menangis saat SMP, menahan lapar karena hanya ada kerupuk di dapur, lalu semakin menangis karena melihat Mama yang menangis diam-diam karena kehilangan pekerjaan.

Siapa yang tak menangis jika dipaksa berada di situasi seperti ini? Tak ada urusan apa pun dengan iblis itu. Tak ada urusan dengan Zoey. Terpaksa untuk melakukan hal yang paling tidak bisa aku lakukan, yaitu membuat cowok-cowok sialan jatuh cinta padaku yang sedang berada di raga Zoey.

Aku ingin pulang. Harusnya sekarang aku sudah memberikan gaji besar pertamaku pada Mama dan menyuruh Mama untuk tidak bekerja lagi.

Suara gorden yang dibuka barusan terdengar dekat. Aku terdiam. Meski pandanganku terhalang selimut dan bahkan aku membelakangi sumber suara itu, tetapi sepertinya ada seseorang yang baru saja masuk ke bilik tempatku berbaring.

"Zoey?" Suara seorang cowok, meski agak berbeda dengan suara yang kudengar lewat panggilan video subuh tadi, tetapi sepertinya yang memanggilku barusan adalah cowok bernama Noah Kahil.

Aku berbalik dan membuka selimut. Segera terduduk saat itu juga ketika melihat seorang tinggi menjulang di samping brankar, tersenyum memandangku. Balutan perban putih di sepanjang lengan Noah ternodai oleh warna merah yang sepertinya darah. Bukankah Alanna tadi berkata bahwa dia telah menyewa pembunuh bayaran untuk mencelakai Noah?

Sepertinya Noah benar-benar mengalami kecelakaan....

Ngomong-ngomong, nama belakang mereka Kahil. Apakah mereka kembar tak identik? Noah tinggi dan Alanna pendek. Wajah mereka juga tak mirip. Belum tentu juga mereka kembar. Bisa saja adik kakak beda setahun.

"Ngapain lo di sekolah?" tanyaku saat Noah duduk di tepi brankar. "Tadi Alanna bilang lo kecelakaan."

"Iya, ini sakit banget." Dia menyodorkan kedua lengannya yang terbalut perban. Bahkan ada noda kecoklatan di kemeja sekolahnya yang berwarna putih itu. Sepertinya karena dia terjatuh di aspal. Pandanganku turun pada celana bagian lutut Noah yang bagian kanannya sobek. Kuangkat pandanganku, kembali memandang Noah yang sedang tersenyum semringah. "Coba tiup. Siapa tahu cepat sembuh."

"Dih."

"Bentar." Dia mendekatkan wajah di depan wajahku. Tentu saja aku langsung mundur! "Lo habis nangis?" Ekspresinya berubah datar. "Mahardika lagi?"

Aku membuang muka dan segera menghapus air mata yang mungkin saja masih tersisa. Tiba-tiba saja dia memegang kedua pergelangan tanganku dan menahannya saat aku memberontak.

"Kenapa lo harus nangisin dia, sih, Zoey?"

Siapa juga yang menangis karena dia! Aku hanya menangis karena situasi menjengkelkan.

"Hah. Sialan." Noah melepaskan kedua tanganku, tetapi kedua tangannya itu berpindah ke punggungku dan memelukku dengan pelan seolah aku adalah sesuatu yang mungkin saja akan rapuh. Aku jelas langsung berontak, tetapi tenagaku ternyata tak cukup kuat untuk menang dari Noah yang sepertinya tak ingin melepaskan pelukan itu.

Aku memukul-mukul bagian tubuh Noah yang masih bisa terjangkau oleh kedua tanganku yang tak berdaya.

Pada akhirnya, aku mengalah dan menangis. Menangisi keadaan yang menyebalkan. Sampai aku berteriak, membuat seorang dokter sekolah muncul dan bertanya apa yang terjadi.

"Nggak apa-apa, Dok. Dia kelelahan aja," kata Noah pada dokter yang tak bisa kulihat wajahnya karena terhalang tubuh Noah. Suara gorden bilik kembali tertutup.

"Cup, cup, cup." Dia menenangiku seolah aku adalah bayi sambil menepuk-nepuk kepalaku bagian belakang. "Ada gue di sini."

Aku tak peduli ada dia atau siapa pun. Pelukan termasuk sentuhan fisik dan sentuhan fisik tidak akan mempan untuk membuatku tenang. Justru membuatku merasa aneh dan tak nyaman. Aku mencoba bertahan saat bersentuhan dengan kedua orang tua Zoey agar mereka tak curiga jika saja ada yang berbeda dari anaknya, tetapi selama itu orang asing bagi Zoey, aku tak mau! Kepada Mama saja, aku hanya sebatas memegang tangannya yang kasar dan mulai keriput. Aku benci ketika aku dan Mahardika bersentuhan bibir. Apalagi dipeluk Noah yang bukan siapa-siapa Zoey.

Sebentar. Jika kami berpelukan, maka apakah mungkin bisa membuat Noah sedikit jatuh cinta pada Zoey? Orang bilang, pelukan adalah hal yang menenangkan. Meski aku tak merasakan kenyamanan malah sebaliknya, tetapi tak apa aku bertahan di situasi ini, kan?

Ini hanya intuisiku. Noah hanya terobsesi ingin memiliki Zoey.

"Gue enggak nyangka. Akhirnya bisa meluk lo untuk yang pertama kalinya. Gue jadi pengin banget milikin lo saat ini juga, Zoey."

Hah?! Kalimatnya sungguh terdengar mengerikan. Andaikan Zoey menyuruhku untuk membuat mereka bertiga berpacaran denganku sekaligus, maka sepertinya itu jauh lebih mudah.

"Putus sama dia aja, gimana? Terus pacaran sama gue," bisiknya tepat di samping telingaku. "Kalau pacaran sama gue, lo enggak akan gue buat kayak gini."

Noah akhirnya menjauh dariku, tetapi kedua tangannya tak lepas dari kedua bahuku. Dia menatapku lekat-lekat. "Atau... lo pengin gue nyebarin foto-foto Mahardika bareng cewek lain supaya bokap lo blacklist dia jadi calon suami lo?"

Dia masih SMA dan sudah berpikir tentang calon suami???

"Apa, sih?" Aku menepis kedua tangannya yang tak berhasil. "Jangan ngatur. Dasar gila."

Dia malah tersenyum. Benar-benar gila. "Lo yang udah bikin gue jadi gila."

Dia menggenggam kedua tanganku dan menatapku lekat-lekat.

"Andaikan waktu itu lo enggak nangis-nangis karena gue hampir ngebunuh Dika, udah gue bunuh dia supaya lo jadi milik gue." Bunuh?! Perkataannya membuatku sangat sangat sangaaaat terkejut. Sampai aku hanya bisa mematung saat tangannya terangkat dan mengelus pipiku. "Sayangnya, gue enggak suka lihat lo nangis karena gue, Zoey."

Kenapa cowok yang ada di sekeliling Zoey semuanya mengerikan, sih?!

***


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro