28
by sirhayani
part of zhkansas
28
Perasaanku jadi campur aduk. Sudah sejauh mana hubungan aku dan Luca?
Refleks, pandanganku mengarah pada perut Aylin. Rata, kok... Harusnya aku lega, tetapi bagaimana jika Aylin benar-benar hamil anak Luca? Bisa gawat! Aku tak bisa bereaksi gegabah di depan Noah. Noah bukanlah Mahardika.
"Ngapain lo lihatin perut gue?" tanya Aylin dengan intonasi sedikit kesal. Kupandangi wajahnya yang memandangku sensitif. Sepertinya, dia teringat aku pernah berkata bahwa dia akan dihamili Luca karena lingkup pertemanan laki-laki itu.
"Ah, kami lagi beliin hadiah buat sepupu gue yang baru aja melahirkan." Luca segera mengklarifikasi. Sepertinya demi menyelamatkan harga diri Aylin karena kecurigaanku pada Aylin.
Pandangan Luca padaku sangat biasa saja. Dia benar-benar tidak memiliki rasa pada Zoey.
Apa aku sudah tidak punya kesempatan untuk mendekati Luca?
"Kalian...." Luca memandang perutku dengan heran. Dia pasti bingung. Mahardika sudah meninggal, lalu bertemu denganku dalam keadaan hamil dan belanja keperluan bayi bersama Noah.
"Kami sudah menikah." Noah memeluk pinggangku. "Kalian bisa lihat cincin di jari manis kami, kan?"
Aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Terserah Noah ingin mengatakan apa sepuasnya.
"Ah, selamat." Meski Luca memberi ucapan selamat, tetapi ekspresinya masih terlihat tak menyangka dengan situasi yang dia lihat. "Kami pergi dulu. Ayo, Sayang."
Hah, hampir saja aku mengamuk karena melihat kemesraan diriku dan Luca. Laki-laki itu tidak berbuat yang tidak-tidak padaku yang masih polos itu, kan?
"Lihat, kan, barusan? Kamu nggak akan bisa buat dia jatuh cinta. Tuh, dia udah punya gandengan. Kalau pun suatu saat kamu berhasil buat aku jatuh cinta, kamu harus ambil hati Luca lagi untuk bisa kembali." Noah terdengar riang. "Sebenarnya, aku bisa aja bunuh Luca supaya kamu bisa di sini selamanya bareng aku," bisik Noah di telingaku. "Tapi untuk saat ini, dia bukan ancaman. Nanti kalau keberadaannya terlalu mengancam untuk kemulusan berbagai rencanaku, tinggal aku bunuh—"
Aku mencium bibir Noah, lalu memalingkan wajah. "Kamu terlalu banyak bicara hal yang nggak penting untuk kehidupan kita."
Semoga dengan aku bersikap begini, Noah akan berpikir bahwa aku tak peduli lagi tentang Luca.
***
Sepertinya benar bahwa Noah tak memikirkan Mami dan Papi lagi.
Di hari minggu ini, Noah membawaku ke rumah kedua orang tuanya. Katanya, mamanya ingin bertemu denganku. Terakhir kali kami bertemu memang hanya saat aku dan Noah menikah, yang kedua orang tua Noah tahu, anak yang aku kandung bukanlah anak Noah. Aku tak tahu apakah Noah telah mengatakan yang sebenarnya bahwa anak yang aku kandung saat itu adalah anak Noah. Aku juga tak tahu apakah Noah sudah mengatakan kepada kedua orang tuanya bahwa aku keguguran di kehamilan pertamaku.
"Kita akan menginap satu malam." Noah membelokkan mobilnya ke sebuah rumah yang pagarnya terbuka lebar. Area ini sepi, tetapi tidak sesepi dan mencekam rumah yang sebelumnya aku huni bersama Noah dan para pekerjanya. "Kalau bukan karena permintaan Mama, aku enggak akan ngebiarin kamu menginap di sini."
Rumah ini terlihat besar. Interiornya bergaya rumah belanda zaman dulu. Mungkin, keluarga Noah memang menyukai hal-hal yang bersifat horor.... Aku keluar dari mobil setelah Noah membukakan pintu untukku. Pandanganku tak lepas oleh segala hal yang terlihat di sekeliling.
Mamanya Noah ternyata sudah menunggu di ruang tamu. Beliau terlihat normal dibanding papanya Noah yang selalu terlihat memiliki aura seram.
Mama mencium kedua pipiku sembari memegang kedua lenganku. "Akhirnya kamu datang juga setelah ratusan kali Mama minta Noah buat bawa kamu ke sini."
Aku menoleh pada Noah di luar sana. Dia sibuk menurunkan tas baju dan tas yang berisi susu ibu hamil dan perlengkapan lainnya. "Oh, ya. Papa ada di rumah? Ini kan weekend, jadi Noah pikir bisa ketemu Papa juga." Noah tak pernah mengatakan itu.
Mama terlihat sedikit terkejut. "Oh..., Noah nyari papanya?" Aku tidak menjawab dan untungnya Mama segera menambahkan. "Papa ada di dalam. Pasti dia nungguin kamu juga. Ayo masuk."
Aku mengangguk dan mulai melangkah bersama mamanya Noah yang merangkul lenganku. Aku menoleh sebentar untuk melihat Noah yang ternyata ada di belakang kami. Dia memegang beberapa tas.
"Aku bawa bara-barang ke kamar dulu," kata Noah, lalu dia berbelok menuju kamar yang ada di lantai dua.
Sesaat setelah Noah menghilang di balik pintu kamar, papanya datang menghampiriku dan juga Mama. Padahal Mama baru saja akan mengajakku ke dapur bersih, tetapi sepertinya Mama takut pada suaminya sendiri.
"Pa...?" panggil Mama yang terlihat bingung. Mungkin, merasa heran dengan kemunculan papa Noah yang langsung memandangku dengan tatapan datarnya.
"Saya mau bicara dengan istri Noah sebentar," kata Papa, lalu dia menatap Mama. "Ada hal mendesak yang mau aku katakan."
Mama mengangguk, meski beliau terlihat ragu.
"Ikut saya." Papa Noah berjalan lebih dulu menuju sebuah pintu kaca yang mengarah ke halaman samping rumah. Aku mengikutinya sendirian dan ikut duduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan kursi yang Papa duduki. Hanya ada sebuah meja kecil kosong yang memisahkan kami.
Papa Noah tidak terlihat seperti terakhir kali. Apa yang berubah darinya?
"Sejak saya bicara tadi, saya sudah memasuki tubuh papanya Noah."
Aku meremas gaunku. Sorot mata dan caranya berbicara barusan sudah jelas bahwa saat ini yang merasuki papanya Noah adalah iblis itu.
"Ada urusan apa lagi?" tanyaku, mencoba untuk berani. Dia pasti ingin menyampaikan sesuatu. Dia tak pernah muncul di mimpiku kecuali di mimpi yang merupakan ingatan Zoey asli, tetapi sekarang dia memasuki raga orang lain hanya untuk mengajakku bicara.
"Jika kamu ingin kembali dengan cepat ke kehidupan normalmu, maka itu bukan hal sulit. Kamu hanya perlu memberikan satu jiwa padaku."
Dia tetaplah iblis yang penuh dengan tipu muslihat. "Caranya...?" Kucoba untuk terlihat tertarik demi mendengar apa yang dia inginkan.
"Serahkan jiwa dari bayi dalam kandunganmu. Sejak awal saya tidak bisa mengambil jiwa itu dari kandungan kamu. Saya pikir karena dia belum lahir, tapi ternyata alasannya adalah karena jiwa bayi itu hanya menurut pada ibunya. Jiwanya tidak akan datang padaku, jika bukan atas keinginan ibunya. Ibu yang jiwa dari janin itu tahu adalah kamu. Bukan Zoey asli."
"Aku akan tetap melakukan cara awal!" tekanku.
"Sebenarnya, jiwa siapa pun itu, mau itu jiwa bayi kamu atau jiwa Noah, keduanya sama-sama menguntungkan." Iblis itu tertawa menggunakan wajah Papa Noah yang tak pernah kulihat berekspresi sebelumnya, membuat Papa Noah menjadi terlihat menyeramkan. "Tapi, saya hanya memberikan kesepakatan yang menarik. Bukannya kesepakatan ini menguntungkan untukmu? Kamu bisa kembali saat ini juga."
"Tidak." Aku segera berdiri dengan jantung yang berdegup kencang karena hawa yang berada di sekitar iblis itu terasa mengganggu. "Saya tidak akan pernah mau memberikan jiwa dari janin ini. Tolong tetap pada kesepakatan awal."
Langkahku terasa berat ketika aku mencoba untuk lari dari sana. Aku tidak bisa tinggal di rumah ini. Iblis itu bisa saja keluar masuk tubuh Papa Noah, lalu mengambil jiwa dari anakku tanpa permisi.
Noah terlihat berdiri di dekat pintu sambil menatapku bingung. "Apa yang kamu bicarian bareng Papa?" Ada tatapan tak senang dari wajahnya. Noah memegang kedua lenganku dan menatapku lekat-lekat. "Apa yang dia bicarain sampai kamu kelihatan takut kayak gini?"
"Ayo pergi dari sini sekarang."
Noah menaikkan alis.
"Papa kamu dirasuki iblis itu."
Ah, bodoh. Bagaimana mungkin aku mengatakan hal ini dengan jelas padahal tahu bahwa Noah saja memuja iblis itu?
Noah mengerutkan kening saat menatap ke arah papanya. Sembari menarikku ke dalam pelukan, laki-laki itu bergumam dengan khawatir. "Ayo pergi dari sini sekarang."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro