꒰23꒱ :: Semua punya waktu sendiri.
Pada siang hari yang cukup mendung. [Name] mengetuk pintu rumah Haruto sebanyak tiga kali. Senyuman lebar ia ukirkan hingga mata tertutup. Menunggu beberapa saat, kemudian mendengar suara langkah kaki juga bunyi kenop pintu yang diputar.
“KYA! [NAME]-CHAN SUDAH PULAANG!” Haruto menangkup pipi. Tersenyum manis.
“Aku bawa bunga untuk Paman, lho~!” [Name] mengulurkan buket bunga mawar kuning pada Haruto.
Dan tersisa warna merah.
Pria itu menatap Gojo sekilas. Menemukan raut tak bersahabat di wajahnya, kemudian melihat bunga yang tengah diulurkan sang keponakan.
“Senangnya dapat bunga dari [Name]-chan! Ini pasti berarti banget!” kata Haruto sembari menerima tanaman itu. “Kapan lagi bisa dapet buket bunga dari keponakanku~”
Pria itu punya niat terselubung.
Tch. Gojo melempar tatapan jengah pada Haruto. Hanya sebuah bunga padahal, tapi reaksi pria tua itu malah sangat berlebihan.
“Kalian berdua masuk dulu. Mumpung [Name]-chan ada di sini, jadi masak makanan dulu, yaa~” Haruto menyingkir dari bingkai pintu. Mempersilakan [Name] dan Gojo untuk masuk.
“Ah, oke. Kami niatnya memang mau istirahat dulu di sini.” [Name] melangkah masuk, tetap menarik lengan baju Gojo agar pria itu ikut. “Gojo juga belum pernah mencoba rasa masakanku, bukan? Ayo coba sekarang!”
“Hee.” Gojo makin cemberut.
꒰꒰꒱꒱
Suara kompor, bunyi minyak panas, juga pisau yang memotong bahan masakan mengalun ke telinga dua pria yang sedang menunggu di ruang santai.
“Akhirnya aku tak perlu pesan makanan lagi.” Haruto menghela napas lega, lantas bertopang tangan pada meja pendek. Menangkup kedua pipi sembari tersenyum lebar. “Masakan [Name]-chan itu enak banget, lho, Nak Gojo~”
Gojo bungkam. Melihat Haruto yang berada di sisi kirinya sebentar, kemudian menoleh ke pintu geser yang terbuka. Menunjukkan pemandangan taman belakang rumah.
“Omong-omong, kapan kalian pacaran?” tanya Haruto tiba-tiba.
Gojo diam sebentar, lantas menjawab, “Aku dan dia tidak pacaran.”
“HA?!” Haruto spontan menggebrak meja. “Kalian jalan bareng, bahkan nyaris pegangan tangan, tapi malah nggak pacaran? Paman jadi mak comblang, nih, kalau kalian seperti ini?!” Dia memukul-mukul gemas meja itu.
“Aku terus menolak [Name], sih.”
Haruto menganga, kemudian mengapit dagu. Memasang wajah berpikir. “Apa kau merasa terganggu dengan [Name]-chan?”
“... Dia pernah minta maaf padaku soal itu, sih ....” Gojo mengusap tengkuk. “Tapi aku memintanya untuk tetap melakukan apa yang dia mau.”
“Maaf, nih. Itu maksudnya apa, ya? Dia sudah merasa bersalah, tapi kau menyuruhnya untuk tetap berjuang? Buat apa?” Haruto jadi gereget.
“Aku itu, ya ... susah buat setia.” Gojo mendongak.
“Terus?”
“Kau mau keponakanmu bersamaku?”
“Hmm ... Paman tak masalah dengan pilihan [Name]-chan, sih. Yang paling penting dia menyukainya, dan orang yang dia sukai pun menyukainya balik. Hal lain bisa menyusul nanti.”
Gojo bergeming sejenak. “... Hee.”
“Ya, sudah. Terima aja!” Haruto menopang dagu.
“Ini bukan urusanmu, lho?”
“Aku ini pria tua yang suka ikut campur. Lagi mode on juga, sih. Ayo, terima aja. Cepeeet!” Haruto makin gereget.
Gojo melempar tatapan malas. Bahkan memutar bola mata. Tentu dia tak akan mendengar perkataan pria tua ini.
Namun, tak dipungkiri ... ada satu kalimat dari Haruto yang membuat ia sadar akan sesuatu.
“Jangan-jangan kau belum menyukainya, ya?” Haruto mengernyit. “Lama-lama kalian kucomblangin juga.”
“Makanan sudah siaap~!” teriak [Name] dari dapur.
“Yey~!” teriak Haruto membalas sahutan [Name]. Kemudian menatap Gojo serius. “Kau jangan sampai hilang kesempatan, ya. Penyesalan itu berada di akhir. Yah, semuanya pasti punya waktu sendiri.” Haruto bangkit dari duduk.
Gojo hanya diam sebagai respon.
“Ayo kita makaan~!”
꒰꒰꒱꒱
“Gojo udah menunggu lama?” [Name] menyembulkan kepala dari balik pintu masuk rumah. Menemukan Gojo berdiri di halaman. Sedang membelakanginya.
Setelah makan, dia langsung keluar begitu saja. Gojo kenapa, ya? batin [Name] bingung.
“Tidak juga.” Pria itu menoleh. Mendapati [Name] melangkah sembari membawa bunga mawar merah. “Ayo, cepat.”
“Kita mau ke toko mana?”
Gojo melihat bunga yang dipeluk [Name]. “Kau mau bawa bunga itu ke mana?”
“Hm? Oh, ada satu orang lagi yang ingin kuberikan!” [Name] mengangkat bunga itu. “Dia orang yang paling penting karena mendapat mawar merah!”
“Kita ke tempat orang itu dulu baru pergi ke toko bunga lagi.” Gojo berbalik, melangkah ke pagar.
“Oke. Kita ke taman, ya!” [Name] menyusul. “Aku ingin memberikan bunga ini di sana.”
“Taman yang mana?” Gojo membuka gerbang rumah.
“Tempat Gojo hujan-hujanan waktu itu.” [Name] melangkah lewat di hadapan Gojo setelah lelaki ini memberikan kode untuk keluar duluan.
“Oh? Tempat itu, ya?” Gojo mengukir seringai.
“Omong-omong, gimana rasa masakanku?”
Gojo diam. Menghilangkan seringai dari wajah. Seketika rasa masakan [Name] terasa di lidah. Enak. Pas rasanya. Asin, manis, dan gurih tercampur dalam satu makanan.
“Rasanya enak sampai aku mau menjadikanmu koki pribadiku.” Gojo memasang wajah angkuh.
“Berarti enak banget, dong, kalau Gojo sampai ingin aku jadi koki pribadi?” [Name] terkekeh. “Syukurlah kalau kau suka.”
“Yaah ... masakanmu memang enak banget.”
“Aku tahu.” [Name] menggenggam ujung lengan Gojo lagi. “Ayo cepat jalannya! Aku tak ingin membuatnya menunggu bungaku!” Kemudian berlari kecil sembari menarik Gojo.
“Langkahmu kecil banget.” Gojo mengernyit.
“Kakiku nggak sepanjang punya Gojo, sih.” [Name] mengembangkan senyum. “Bagaimana kalau kita lomba lari sampai ke sana?”
“Aku akan menang dengan mudah.”
“Yang menang harus menggendong yang kalah!”
“....”
Paman Haruto muncul lagi, wkwkw. Dia jarang nongol soalnya kalian tinggal di asrama sebelah kamar Gojo :3
Adios.
Ann White Flo.
7 Agustus 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro