꒰12꒱ :: Dinding di antara mereka.
“Ada apa dengannya?”
Pada malam hari penuh cahaya bulan. [Name] melangkah sambil memasukkan tangan dalam saku cardigan. Menatap jalan yang diri sedang pijak.
“Dia keliatan murung, 'kan?” gumam [Name] sembari mengernyit. Bingung dengan tingkah Gojo yang tiba-tiba meninggalkan diri di rumah sakit tanpa mengatakan alasan.
Ia masuk ke gedung asrama. Lalu berhenti jalan kala menemukan sebuket bunga di depan pintu kamar miliknya. Bunga yang setia terus muncul di depan tempat tinggal sang gadis selama delapan tahun—sejak ia SMA.
Bunga gebera. Di Jepang, bunga ini secara umum memiliki makna keceriaan juga kebahagiaan.
“Kali ini bunga gebera, ya? Padahal kemarin bunga Juliet rose. Apa pengirimnya lagi miskin?”
Ada dua jenis bunga yang selalu ia terima. Pertama adalah gebera, lalu kedua bunga mawar Juliet. Melambangkan kesetiaan juga persahabatan.
[Name] menghela napas. Mengingat jika dia belum mengirim bunga kemarin ke panti asuhan, lalu sekarang dia dapat bunga baru lagi.
“Mawar Juliet tahan selama enam atau tujuh hari, 'kan?” [Name] mengambil buket itu, lalu mendorong pintu kamar yang tak pernah ia kunci. “Seharusnya masih baik-baik saja.”
Ia mendudukkan diri di sofa. Meregangkan otot yang terasa kaku, lantas meletakkan bunga itu di meja samping sofa.
“Makna bunga yang dia kirim itu menyentuh banget, tapi karena aku nggak tahu siapa pengirimnya ... jadi tidak begitu berefek padaku,” kata [Name]. “Lagi pula aku suka sama Gojo.”
Dia hanya merasa curiga pada si pengirim bunga, tapi karena menghargai orang itu rela membuang uang demi mengirim buket pada [Name]. Ia jadi menerima meski pada akhirnya dialihkan ke panti asuhan.
Dari pada itu ... ada apa dengan Gojo? batin [Name]. Bersandar, menatap langit-langit kamar.
Ia jadi merasa payah karena tak tahu apa pun soal pria itu. Sungguh khawatir.
“Sebaiknya ... aku cari dia besok.” [Name] menoleh ke jendela. “Sudah malam juga.”
꒰꒰꒱꒱
“Eh? Gojo-sensei? Tidak. Aku tidak lihat dia sejak kemarin.”
“Ah ....”
[Name] mengulum bibir, spontan menatap lantai. Ini sudah ketiga kalinya ia bertanya pada anak-anak murid di sini dan mereka tak tahu di mana Gojo berada.
Itadori Yuuji. Tempat ketiga sang gadis bertanya. Dia agak memiringkan kepala sambil mengusap rambut. Berpikir sesuatu. Saat menemukan sebuah pencerahan, dia tersenyum lebar layaknya mentari.
“Oh! Aku ingat kalau Fushiguro dekat dengan Gojo-sensei!” katanya. “[Name]- sensei bisa bertanya pada dia! Dia ada di sebelah kamarku.”
“Ah, terima kasih, ya, Itadori.” [Name] mengangguk sambil tersenyum. Lalu beranjak ke kamar sebelah.
Tangan kanan [Name] terangkat, hendak mengetuk pintu kamar Megumi. Namun, penghalang itu langsung terbuka sebelum ia menyentuh, menunjukkan sosok Megumi yang baru bangun.
“Aku juga nggak tahu dia di mana,” katanya. Sudah mendengar pembicaraan [Name] dan Yuuji tanpa sengaja. “Aku tak pernah menemuinya sejak kemarin malam.”
“Ah, begitu. Terima kasih.” [Name] mengangguk. “Maaf sudah mengganggu waktu tidur kamu.”
“Nggak apa-apa. Aku memang mau bangun.”
[Name] menanggapi dengan senyuman. Lantas berpamitan, lalu beranjak pergi.
Ia menghela napas setelah keluar dari gedung asrama. Bersedekap, juga menatap jalan. Tak kuasa mengangkat wajah kala rasa khawatir menyerang.
Dia ke mana? Rasanya agak sunyi .... [Name] berhenti melangkah. Melamun di tengah-tengah jalan.
Hingga tak menyadari seseorang mendekat.
“Kouno-san, ya?”
[Name] tersentak. Lantas mengangkat kepala, menemukan pria surai pirang memakai kacamata aneh juga berjas.
“Oh ... Tuan kacamata aneh?” kata [Name]. Lupa nama pria di hadapan.
Lelaki itu menghela napas. “Nama saya Nanami Kento.”
“Oh, iya.” [Name] mengangguk. “Orang yang kemarin di ruangan Kepala Sekolah, kan?”
“Benar. Omong-omong, apa Anda tahu di mana Gojo-san sekarang? Saya punya urusan dengan dia.” Suara Nanami terdengar menahan emosi.
Gojo kembali menjahili pria ini karena dia mengabaikan pesannya.
“Ah, maaf. Saya pun sedang mencari orang itu, tapi tidak ketemu.” [Name] menggeleng, menyungging senyum yang tampak sendu. “Saya telah bertanya pada anak-anak di sini dan mereka juga tidak tahu di mana Gojo.”
“Begitu. Bagaimana kalau kita tanyakan pada Kepala Sekolah? Gojo-san tak mungkin pergi tanpa meminta izin pada Beliau.”
“Ah ....” [Name] mengatup bibir. Benar juga! batinnya.
꒰꒰꒱꒱
“Anak bandel itu? Dia pergi menjalankan misi di Osaka. Baru berangkat kemarin malam setelah menyelesaikan tugasnya di prefektur Taito.”
“He?” [Name] mengerjap. Mengukir wajah bingung yang begitu jelas.
“Dia tak mengatakan apa pun padamu, [Name]?” tanya Yaga.
“Tidak. Maka dari itu saya bertanya.”
Yaga bungkam. Merasa agak bingung. Gojo tak mengatakan apa pun pada gadis muda itu?
“Aneh. Seharusnya dia mengatakan itu padamu.”
“Hm?” [Name] kembali mengerjap. Kenapa harus? batinnya. Namun, tak bisa menampik jika ia sangat setuju dengan perkataan Yaga, walau tahu dia dan Gojo tak memiliki hubungan.
Yaga menatap sang gadis. Menilik ekspresinya yang bingung ... mungkin ia harus bungkam. “Bukan apa-apa. Aku sepertinya salah bicara.”
“Ah ... kalau begitu, saya permisi.” [Name] membungkuk singkat.
“Kento, apa yang sudah Satoru lakukan padamu?”
“Dia mengirimkan surat ejekan kepada saya karena ....”
[Name] tak lagi mendengar percakapan kedua pria itu setelah menutup pintu ruangan kepala sekolah. Berjalan menuruni tangga dengan aura suram.
Ia menghela napas panjang. Merasa sesak di dada. Begitu khawatir pada sang surai putih.
Apa yang mengganggu Gojo sampai kayak begini, sih? batin [Name] gelisah.
Dia mengusap kedua lengan. Aku tahu kita nggak punya hubungan, tapi setidaknya kasih tahu sebagai rekan kerja, dong? Dia bahkan nggak bilang juga pada anak-anak, batinnya agak jengkel.
Ia benar-benar khawatir.
Atau ... dia tidak percaya padaku makanya tak mengatakan apa pun. [Name] berhenti melangkah. Rasa sesak di dada makin terasa. Spontan mencengkeram erat lengan.
Tiba-tiba merasa ada dinding tebal di antara ia dan Gojo.
Benteng yang sulit ditembus siapa pun.
Pria itu ... membentuk pagar di antara dia dan orang lain.
“Aku baru sadar dengan ini ...,” gumam [Name].
Namun, apa yang membuat pria itu sampai membuat dinding setebal ini?
“Apa aku bisa membuatnya luluh?” lirih [Name] sekali lagi. Merasa sedikit putus asa.
Dia menggeleng. Langsung menampik pikiran itu. Dia menyukai Gojo dan sudah mengungkapkan itu. Ia telah berniat untuk melelehkan hati si surai putih dan melewati segala rintangannya.
Bukankah cinta pun butuh perjuangan?
“Mari bertahan dengan pikiran itu.”
꒰NoTe꒱
Waduh, Gojo kenapa tuh?👀🤣
Btw, MAKASIH ATAS 1K VIEWERS-NYAA~!🎉🎉🎉 Nggak nyangka bakal banyak yang baca buku ff Gojo punyaku lagi😭🤧💞 terima kasih juga buat kalian yang beri vote bahkan komen!❤️❤️❤️
Adios.
Ann White Flo.
Minggu 10 Juli 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro