Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

꒰02꒱ :: Beku yang mencair.

Gojo mengintip lewat kaca jendela. Menatap suasana UKS yang tampak sepi, tak ada siapa-siapa selain gadis rambut hitam yang tengah berbaring.

Namanya ... kalau nggak salah Kouno, ya? batin Gojo. Lalu beranjak ke arah pintu, membuka dengan pelan.

Daun telinga sang gadis bergerak kala pendengaran menangkap suara kenop diputar. Spontan ia bangkit kemudian menatap ke pintu. Menemukan anak lelaki rambut putih berjalan ke arahnya.

Mata maroon itu seketika berbinar. “Kakak yang kemarin, 'kan!”

Namanya adalah [Name]. Lebih lengkapnya adalah Kouno [Name].

“Aku melihatmu terkena timpuk bola tadi.” Gojo merogoh saku sweater. Mengeluarkan satu susu kotak rasa cokelat, kemudian diberikan pada [Name].

“Ambil itu. Aku nggak tahu kau suka rasa apa, lagi pula cuma sisa rasa cokelat juga di vanding machine,” kata Gojo dengan muka datar.

[Name] mengerjap, kemudian memiringkan kepala sedikit. “Kakak tiba-tiba jadi baik setelah meninggalkanku memasrahkan diri ditangkap guru?”

“Kau juga kenapa nggak ikut, sih?” Gojo mengernyit.

“Aku nggak mau membuatmu makin marah kalau aku ikut begitu saja.”

“Sudahlah! Ambil ini!” Gojo menarik tangan [Name], menaruh susu kotak itu di atas telapak tangan. “Nggak usah banyak tanya. Terima aja!”

“Terima kasih.” [Name] mengembangkan senyum. Kemudian menusuk susu kotak itu menggunakan sedotan. “Kakak nggak beli buat kakak sendiri?”

“Sudah habis tadi saat aku jalan kemari.” Gojo menarik kursi, lantas mendudukkan diri.

“Kalau minum itu harus duduk, lho. Biar sopan,” kata gadis itu tanpa mengeluarkan sedotan dari mulut.

“Terlambat. Aku sudah sering melakukan itu. Kebiasaan.” Gojo menopang dagu.

“Aku senang.”

“Huh?” Gojo mengangkat alis sambil meluncurkan tatapan malas. Anak itu kenapa lagi?

“Kakak orang pertama yang mengajakku ngobrol tanpa memanggilku vampir!” Senyuman gadis itu kian mekar. Tulus tanpa paksaan ataupun niat terselubung.

Gojo membeku karena itu, kemudian segera mengendalikan diri dan bertanya, “Kau senang hanya karena aku tidak mengejekmu vampir?”

[Name] mengangguk. “Menurutku itu sudah cukup. Habisnya, karena mataku merah, kulitku juga putih agak pucat dan rambutku hitam kelam. Kupikir itu wajar mereka mengejekku vampir.” Ia menunduk, tetap mempertahankan senyum meskipun mata berkaca-kaca. “Tapi kadang ... aku ingin seseorang mengajakku bicara tanpa harus memanggilku seperti itu.”

Dia mendongak, kembali menatap Gojo. Kali ini mengukir senyum yang begitu hangat, layaknya warna langit sore hari. “Kakak mengabulkan permintaanku. Makanya aku berterima kasih banget.”

Mata Gojo membulat, bahkan mengangkat wajah dari tumpuan tangan yang ia gunakan untuk menopang. Melayangkan tatapan tak percaya pada gadis yang masih menyungging senyuman.

Ia seindah matahari kala terbenam. Rasanya benar-benar hangat dan begitu menenangkan.

Mungkin itulah penggambaran yang dirasa si surai putih kecil sekarang. Perlahan menghancurkan beku es di dalam hati akibat terkena sinar matahari sore.

Namun sayang sekali, senja itu ... begitu singkat.

꒰🍁꒱

“Kita harus mengirimnya pada Kakek. Biar dia pergi bersama Haruto dan tinggal bertiga di Korea.”

Pria bermata hijau menutup pintu ruangan hingga suara yang berkata tadi teredam. Ia bersandar pada penghalang itu, kemudian mendongak menatap langit-langit.

“Anakmu itu masih sangat kecil, lho ....”

Dia bernama Haruto. Lengkapnya adalah Kouno Haruto. Remaja berumur delapan belas tahun, paman dari [Name].

“Padahal masih kecil, tapi sudah mengalami hal kayak gini. Aku dulu pas sekolah dasar senang-senang sambil ketawa aja, tuh.” Haruto melangkah. Menyusuri lorong rumah sang kakak. Ayah dari [Name].

“Paman ....”

“Hm?” Haruto berhenti jalan. Lantas menoleh ke kiri agak menunduk, menemukan [Name] mengintip dari balik dinding. “Yaa~ udah pulang, toh. Bagaimana kepala [Name]? Udah baikan?”

Gadis kecil itu mengangguk. “Sudah, kok. Terima kasih karena membawaku ke UKS.”

Haruto berjongkok sambil berkata, “Aww, manisnya. Anak baik, anak baik.” Ia menepuk-nepuk kepala [Name] dengan lembut.

“Omong-omong, Ayah ada di mana?”

“Lagi sibuk.” Haruto berdiri. “Mau pergi beli es krim? Biar paman yang ganteng ini traktir!”

[Name] merespon dengan senyuman. “Kakak ada di ruang tamu. Jadi ... aku nggak mau ketemu sama dia.”

Haruto bungkam sejenak, lalu mengukir senyum juga. “Tak apa. Paman bakal melindungimu.” Ia mengulurkan tangan. “Ayo. Lebih aman saat kita di luar jalan-jalan, bukan?”

[Name] mengerjap, menatap uluran tangan Haruto. Agak ragu ia mengangkat tangan, meletakkannya di telapak tangan besar Haruto.

“Kalau nggak mau ketemu kakakmu. Bagaimana kalau kita loncat turun lewat jendela aja!” usul Haruto ceria.

“Aku lebih suka lewat pintu belakang.”

“Aish. Nggak asik.” Haruto melangkah, diikuti [Name].

“Omong-omong, Paman enggak mau dipanggil Kakak? Paman masih muda, lho, buat dipanggil Paman. Mendingan Kakak, 'kan?” usul [Name] sambil tersenyum.

“Paman lebih suka dipanggil kayak gitu saja, sih. Kalau dipanggil Kakak ... aku lebih suka pacarku yang panggil kayak gitu.”

“Paman laku, ya, ternyata.”

“Iya, dong.” Dia memasang wajah congkak. Kemudian melirik ke arah [Name] yang menatap ke depan sambil menyungging kurva ceria.

Dia masih bisa senyum di saat kayak begini. Anak ini juga nggak mengeluh dan nurut ... karena itu sulit untuk tahu apa yang dia inginkan ..., batin Haruto. Mengalihkan pandangan dari [Name] ke arah pintu ruang tamu ...

... di mana ada anak remaja berumur empat belas tahun mengintip di sana dengan mata berkilat.

Karena anak itu, batin Haruto melanjutkan sambil melihat ke arah lain.

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

꒰NOTE꒱

Maaf dia nongol😶


Ann White Flo.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro