Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Makanan Hari Ini

Aku merentangkan badan, berusaha mengumpulkan kesembilan nyawaku yang berjalan di kala lelap. Hari sudah gelap, biasanya babu akan datang dan menyapa. Mata masih setengah terbuka. Begitu bisa melihat dengan jelas, seisi ruangan masih terlihat sama seperti sedia kala. Hanya diterangi cahaya lampu beserta perabotan rumah yang masih tertata rapi.

Mengeong pelan, memastikan tidak ada siapa pun di rumah ini, atau setidaknya direspons oleh babuku. Nyatanya, semua hening.

Aku lalu melangkah keluar dari tempatku tidur yang berupa keranjang kecil berisi kain menumpuk. Mencari apa saja yang bisa dilakukan selama babuku pergi.

Tidak banyak cerita tentang diriku. Aku hanya makhluk kecil imut yang berbulu kelabu. Kegiatanku hanya makan, tidur, dan sesekali kawin jika berkehendak. Bukan berarti aku hanya hiasan di rumah, aku berguna jika ada tikus, lho. Meski tidak semua bisa ditangkap.

Babu yang kumiliki saat ini sepertinya sibuk. Karena biasanya dia akan pulang membawa daging. Mungkin makanan hari ini lebih susah dicari karena jalanan lebih ramai.

Kenapa jalanan ramai? Karena sekarang ini Halloween.

Perayaan setahun sekali yang menurutku biasa saja. Ketika orang-orang memakai pakaian gembel dan berkeliling komplek sambil menjerit minta sebiji makanan. Memang, babuku juga ikut merayakan, tapi percuma dia membawa pulang banyak permen kalau taringku tidak kuat. Sebagai kucing, aku merasa tidak dihargai.

Sambil menginggat-ingat, berulah aku sadar jika babuku keluar rumah lebih awal. Sepertinya suasana hati tampak berbunga, melihat dia langsung pergi tanpa pamit maupun memeriksa mangkuk makananku bilamana kosong. Padahal biasanya, sebelum pergi, dia akan datang padaku dan menggendong majikannya yang imut ini sambil memberitahu rencananya.

"Hari ini, aku cari makanan yang banyak, ya." Begitulah pesan dari babuku.

Tapi, hari ini tidak ada sama sekali.

Aku hanya diam sambil memandanginya keluar. Sebagai kucing yang baik, harus tetap kalem. Meski dalam hati sedikit kesal karena pelayanannya kurang.

Tapi, sudahlah. Toh, sebentar lagi dia pulang dan aku akan memaafkannya.

Kepergian babuku sudah biasa terjadi, lebih tepatnya hampir setiap hari. Maka aku sebagai majikan, harus menjaga rumah. Baru setelahnya kuhabiskan waktu di tempat tidur. Jangan salah, tidur bukan berarti lengah.

Sebagai kucing yang istimewa dan imut, telingaku berfungsi dengan baik. Saat tidur, masih bisa mendengar bunyi decitan tikus yang sedang bergosip di loteng. Ah, apa gerangan yang mereka bahas?

"Cit, cit, cit!" Decitan yang menyebalkan.

Aku biarkan saja. Mereka barangkali membahas kenapa makanan di sini mulai berkurang. Salah sendiri rakus, yang punya rumah siapa, yang susah siapa.

Aku lanjutkan perjalanan menyusuri rumah. Mengabaikan para tikus yang sedang berkumpul. Selama mereka tidak merusak barang berharga, biarkan saja. Lagian, sudah wajar kalau rumah berbau ini dipenuhi tikus. Makanya aku di sini.

Ekor yang panjang ini bergoyang tegak selagi menuntunku berjalan mengelilingi rumah babuku. Meski sudah hidup bersamanya selama hampir empat tahun, aku tetap saja jarang melihat ruangan tersembunyi. Barangkali ada benda yang menarik.

Sayangnya, meski dia babuku, dia sering marah ketika aku merobek gorden jendela maupun melubangi seprai kasur dengan cakar. Maksudku, aku hanya mengasah pusakaku demi melindungi kami berdua dari segala gangguan. Kenapa harus marah?

Karena hari ini dia tidak ada, aku bisa kembaki mengasah pusakaku tanpa halangan. Tapi, itu untuk hari lain. Sekarang, aku butuh istirahat setelah perjalanan panjang.

Ketika aku kembali ke kamar babuku, aku pun berbaring di kasurnya. Ah, ada aroma kami berdua. Baguslah kalau dia tidak menghilangkan bauku dari barangnya.

Ah, nyamannya. Enak sekali dia berbaring di tempat yang lebih luas dan empuk, sementara aku hanya di keranjang berisi tumpukan kain. Aku harus protes!

Tapi ...

Mataku perlahan terpejam selagi aku membaringkan diri. Begitu nyamannya hingga aku melupakan sejenak kekesalanku. Tidak heran babu,ini betah berbaring. Sehabis menghilang beberapa jam, langsung saja dia tepar di sini. Sayangnya, babu tidak sepenuhnya senang melihatku berbaring di kasurnya. Tapi, salah dia membiarkan pintu kamar terbuka.

"Venn! Venn!"

Akhirnya datang juga babuku.

Bergegas aku datang mengeong, mengeluh kenapa dia terlambat.

Dia menggendong lalu mencium pipiku yang berbulu. Sudah biasa bagiku, meski tetap saja di sisi lain risi.

Babu ini cukup pendek untuk anak berusia enam belas tahun, dengan tubuh kurus serta rambut kelabu agak panjang yang terlihat lepek. Pascal namanya, dan dia babu ekslusifku. Maksudku, memang hanya aku yang dibesarkan oleh Pascal.

Seperti hari biasa, aku mencium bau menyengat tapi lezat. Langsung saja mengeong meminta.

Pascal ternyata membawa beberapa kantong yang cukup besar, dia lempar ke lantai.

Aku pun mendekat lantaran penasaran.

Ternyata seperti biasa. Pascal memang membawa daging yang sering kami santap bersama. Kali ini, jumlahnya lebih banyak dan ada tambahan daging yang telah dihancurkan hingga tidak jelas bentuknya. Tapi, baunya sungguh harum.

Aku pun menatapnya polos, meminta penjelasan.

Pascal tersenyum, "Venn, malam ini kita makan daging lagi, ya."

Aku akui, memang bosan makan daging. Tapi, aku juga tidak bisa makan yang lain selain itu. Selama bertahun-tahun, kupendam saja perasaan ini.

Pascal kemudian mengambil beberapa potong daging dari kantong yang paling besar. Ternyata banyak cairan merah yang masih basah dan perlu dibersihkan. Bagian ini hanya akan disimpan untuk beberapa hari ke depan.

Kantong kedua sedikit lebih kecil, dan terakhir tentunya. Dia hanya membawa dua kantong yang cukup besar. Sementara isinya kebanyakan berisi bagian yang paling kami suka, tangan.

Pascal mendekatkan tangan itu padaku. Seperti biasa, aku akan mengendusnya. Sedikit tergoda untuk menyantap, tapi sudah telanjur ditarik kembali.

"Hari ini, dagingnya sedikit susah dicari karena agak gagah," ujar Pascal. "Kulitnya susah dipotong, belum lagi aku sudah lelah dari tadi mengejarnya."

Aku diam saja, membiarkan Pascal mengelusku lembut. Bertingkah seakan mendengarkan, demi makanan. Maka, aku gulingkan badan dan menampilkan perutku yang indah.

"Venn," panggil Pascal dengan nada manja. "Kamu manja, deh. Ya, sudah, aku kasih sekarang."

Langsung saja aku berdiri dan mengeong keras, sudah tidak sabar tentunya.

Pascal tertawa kecil dan menyerahkan tangan pucat itu padaku. "Makan yang lahap, ya."

Aku pun menggigit tangan itu dan berjalan menuju mangkuk makan yang telah kosong. Rasanya enak, meski sedikit keras. Pasti semasa hidup belum pernah merawat diri.

Pascal tampak tersenyum melihatku lahap. Dia lalu berpaling dan kembali membereskan daging-daging itu. Tidak perlu menunggu lama bagiku menunggu Pascal memasak dan menyajikan makanannya. Sementara sisa daging bisa disaji besok.

Pascal duduk di meja bersama sup dengan daging baru itu. Dia menghirup asap yang mengepul dari mangkuk sebelum akhirnya menyantap masakannya.

Setelah selesai menyantap tangan mentah, aku mendekati babuku.

Aku mendekat lalu mengeong, menunjukkan betapa enaknya dagingnya kali ini, meski sedikit keras. Tapi toh, tetap saja lidahku merasa dimanja. Sekaligus ingin daging tambahan.

Pascal mengelus kepalaku, dia lalu menyerahkan sepotong daging mentah padaku. Langsung aku santap dengan nikmat. Sementara dia kembali menyantap sup tadi.

"Hari biasa, bersama daging," ujar Pascal sambil tersenyum.

Aku mengeong, tanda setuju. Barangkali nanti dia bisa mencarikan daging yang lebih montok. Tapi, untuk kali ini, sudah cukup.

Di malam Halloween, kami menikmati makan malam bersama. Di bawah rembulan yang lembut diselimuti kebahagiaan kami bersama.

Tamat

Note beberapa tahun lalu : Sebentar lagi Halloween, jadi aku punya rencana kudu menulis seengaknya sekali saja minggu ini sebelum ultahku.

Karena ini Halloween musimnya, kucoba menulis cerita yang imut-imut dulu. Karena kan Halloween itu saat mana bocil-bocil keliling komplek buat ambil permen sambil makai kostum unyu. Jadi, gaada salahnya kucoba ikutin temanya, xixi.

Oh ya, aku juga pakai sudut pandang kucing karena memang maskot dan persona aku juga kucing. Karena mereka lucu tapi barbar.

Ini cerpen juga terinspirasi dari lagu "Potong Bebek Angsa" yang fenomenal ini. Karena aku suka bebek karena enak, kucoba pakai lagunya buat cerpen ini.

Gimana menurut kalian? Jadi lapar bacanya, 'kan?

Happy Halloween!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro