Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 30 - Sepotong Keikhlasan

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Hal tersulit saat melepaskan adalah ikhlas.

****

Allahu Akbar Allahu Akbar, gawaiku berbunyi tatkala waktu sudah memasuki sholat ashar. Hatiku bergetar, entah antara rasa penasaran yang membuncah atau bahkan karena seruan Allah yang Maha Besar.

"Sepertinya Allah sudah memanggil kita Miracle, bagaimana jika setelah sholat kita melanjutkannya," kata Pak Ahnaf yang sudah berdiri. Aku terpaku, Ya Allah seperti diajak calon imam. Kepala ini mengangguk, aku melihat Bang Marcel melepaskan earphone yang tidak berfungsi secara harfiah.

Bang Marcel sudah berdiri dari tempat duduknya. Senyumnya tercetak saat melihat kami, maksudku kita, ehm maksudnya hanya aku, ya aku! Karena entah ekspresi wajah ini sudah beranomali, aneh, dan aku malu, namun bingung, harus senang ataukah bagaimana, padahal bisa jadi jawaban dari Pak Ahnaf memang akan menikah dengan Maryam. Nyeri? sangat. Hancur? Tidak, tidak salah.

"Bang, aku mau sholat dulu ya, mau pamit Papa dulu," kataku langsung masuk ke dalam ruangan ICU. Hatiku sudah terorganisir dengan kalimat sejuta makna, jatuh. Papa dan Bang Mario masih bersama-sama di depan mama.

"Pa, Miracle mau sholat dulu ya, sama Pak Ahnaf," kataku sedikit bergetar. Bang Mario melihatku sekilas, ia tersenyum tipis. Papa hanya mengangguk, tanpa menatapku. Kulihat setitik ada bulir-bulir di ujung matanya.

"Marcel ikut kamu?" tanya Papa kemudian.

"Ehmmm nggak tahu Pa, kayaknya sih nggak," kataku ragu.

"Biarkan dia ikut, Papa tidak mau kalian hanya berduaan, bukan begitu Miracle?" kata Papa.

SubhanAllah walhamdulillah walailahailAllah walAllahu Akbar. Aku mengangguk cepat, sedikit demi sedikit, secercah pelangi sudah tampak. Setidaknya menganggapku masih ada rasanya sudah sangat bersyukur.

Bang Marcel nampak memperlihatkan gawainya kepada Pak Ahnaf lalu mereka malah terkekeh bersama. Tak terasa sudut-sudut bibir ini ikut merekah. Bang Marcel yang menyadari kehadiranku langsung menghampiri.

"Eh Mir, sudah pamit Papa? Abang temenin ya. Lagian abang bosen. Kali aja disana bisa lebih nyaman mabarnya. Juga sambil ngeliatin kucing yang malu-malu," kata Bang Marcel lalu mensejajarkan dirinya dengan Pak Ahnaf. Aku sangat paham maksud kucing yang malu-malu dalam ucapan Bang Marcel, Dasar! Pak Ahnaf malah terkekeh.

"Memang disuruh Papa nemenin kok Bang, ya sudah ayuk keburu ketinggalan sholat berjamaahnya," kataku langsung bergegas meninggalkan mereka yang masih di belakang.

****

Selepas shalat dan berdzikir, kurenggangkan otot-ototku yang sedari tadi menegang. Netraku berpendar pada masjid ini. Kepala ini selalu berdenyut akibat terlalu kelelahan. Seseorang tampak di dekat jendela sedang melambaikan tangannya, ternyata Bang Marcel. Ia memang sedari tadi duduk di selasar masjid. Tapi mengapa sudah pindah di situ? Setelah melipat mukena segera tubuh ini beranjak menghampirinya.

"Bang kok kesini? Ini deket shaf wanita loh Bang. Sudah keliatan Pak Ahnaf?" Bang Marcel malah cengar-cengir.

"Eh iya duh Mir! untung abang nggak di usir! habis kamu lama sholatnya sampe sudah sepi. Ciye yang cariin Pak Ahnaf," kata Bang Marcel yang membuatku menggeleng.

"Maaf Bang, aku tadi dzikir dulu jadi lama. Apaan sih Bang! Kan tadi kita kesini sama Pak Ahnaf ya jelas dong aku cariin," kataku sambil melengos.

"Iya-iya Dek Miracle, abang sudah liat orangnya lagi nunggu di deket pohon beringin, di sana adem, entah mungkin karena banyak penunggunya," kata Bang Marcel sambil memasang wajah seperti setengah zombie.

"Its not funny Bang! Kayak Abang berani aja sama yang model begitu."

Bang Marcel sebenarnya anti sama tempat yang macam itu, karena di balik tubuh kekarnya ia sebenarnya-penakut.

"Abang sudah berani! Nih liat." Aku mau saja melihat gawainya yang hanya tampak layar gelap, tapi mengapa perasaan ini sungguh tidak enak, mataku sudah lelah karena tidak ada apapun namun tiba-tiba muncul sosok berkuncir.

"Audzubillahi minassyaithonirrojim Bang! Parah!" Bang Marcel malah terkekeh, lalu pemandangan yang tak seharusnya merobohkan pondasi yang sudah terbentuk perlahan. Netraku mendapati sosok Pak Ahnaf yang sedang tersenyum dan tak jauh darinya ada sosok Maryam yang juga ikut tersenyum. Jika memang mereka tidak ada apa-apa mengapa tatapan mereka begitu dalam.

Langkahku terhenti, Bang Marcel malah menarikku, tubuhku hendak beragresi, tetapi berhadapan dengan atlet karate tidaklah mudah.

"Cle?" kata Maryam yang mendapati sudah berada di dekat mereka. Tubuhku kaku, untuk tersenyum saja susah, Ya Allah.

"Iya Mar," kataku lirih. Maryam langsung menggandengku. Kami berjalan menuju lorong. Pak Ahnaf dan Bang Marcel sudah mendahului.

"Kita mau kemana sih Mar?"

Lalu teringat ucapan Bang Mario segera, harus kutanyakan sendiri kepada Maryam, langkahku terhenti, "Mar bolehkah aku tanya sama kamu? Tapi tolong kali ini kamu jujur, nggak apa-apa aku sudah siap dengerin." Sontak Maryam berhenti. Ia menghela napasnya panjang.

"Apakah kamu akan menikah dengan Pak Ahnaf? namun sejak kapan kalian kenal secara langsung dan... berhubungan?" ada nyeri saat kata itu terucap, lalu ia menarik sudut-sudut bibirnya.

"Kalau kamu pengen tahu tentang apa yang menjadi jawaban atas pertanyaanmu tentang hubunganku sama Mas Ahnaf tinggal ikuti saja Cle," kata Maryam lalu menggandeng tanganku. Sungguh aku sama sekali tidak mengenal sosok Maryam lagi, bukankah ia selalu terbuka padaku? Astaghfirullah mengapa mereka selalu menyisakan tanda tanya!

Kulihat Bang Marcel dan Pak Ahnaf sudah berada pada satu kursi taman dan disana terlihat semacam gazebo. Entah mengapa jadi seperti sedang berdiskusi kelompok tugas kuliah daripada mendekati pembicaraan yang serius.

Hening, lima menit aku melihat keduanya hanya saling bersirobok lalu mengangguk, duh hatiku nyeri. Bang Marcel yang tadinya ramai juga ikut hening. Sudah kuputuskan untuk mengakhiri kebisuan ini. Hati ini sudah tak mampu untuk ditarik ulur lagi. Ucapan Pak Ahnaf tidak bisa di pegang, pikiran burukku sudah mulai memenuhi. Dia berkata 'tidak' tapi tatapannya berbohong...

"Mohon maaf Maryam dan Pak Ahnaf, aku di sini mungkin sebenarnya tidak berhak menerima penjelasan kalian, karena apalah aku yang bukan siapa-siapa, tapi mohon jika memang kalian akan melangsungkan pernikahan, legalah aku mendengar sendiri dari kalian," kataku dengan bergetar. Bang Marcel mencerapku sepersekian detik. Ia menghela napas panjang.

"Cle, maaf selama ini kami telah berbohong dibelakangmu...." kata Maryam. Nyeri hatiku nyeri, sekuat apapun aku berusaha merelakan ternyata hati ini bergemuruh.

"Its okey Mar, aku sudah lega sekarang, tidak apa-apa jika kamu berbohong. Sekarang aku sudah jujur kan, jadi sejak kapan kalian saling kenal?" kataku ingin lebih tahu lagi.

"Sejak kamu di penjara," kata Maryam lirih. Ya Allah, jantungku! memang benar ini semua terjadi sejak aku di penjara, apakah ini jawaban kontanmu Ya Rabb?

Maryam menggenggam tanganku lebih erat. Aku tak kuasa melihatnya. Bang Marcel pun diam. Pak Ahnaf sibuk menyugar rambutnya, sambil melihat intens ke arah kami, tidak lebih tepatnya Maryam tatapannya sedalam samudera hindia. Tolong lenyapkan rasa ini...

Hampir saja air mata ini lolos jika aku tidak melihat gelang tasbih pemberian Pak Ahnaf yang selalu menemaniku selama di penjara.

"Alhamdulillah, Pak setidaknya Maryam memang orang yang sangat pantas untuk menjadi pendamping Bapak kelak, jadi saya mohon untuk tidak repot-repot berbohong lagi. Menarik ulur kata munajat Bapak, apalagi jika itu harus ada sangkut pautnya dengan keluarga saya. Saya mohon sudahi," kataku kepada Pak Ahnaf.

"Maaf Miracle... jujur memang saya sudah terlalu sering berbohong dengan perasaan saya," kata Pak Ahnaf membuatku ingin segera hengkang.

"Baiklah, kalau begitu Mar dan Pak Ahnaf, permisi saya mau kembali ke ruang mama, Assalamualaikum," kataku langsung beranjak, meninggalkan rasa kecewa yang mendalam. Bagaimana tidak, hampir saja hati ini terbutakan oleh rasa, tertipu oleh mulut manis seseorang pria, dan naasnya pria itu sudah berada di hati ini.

"Bang ayo kita balik!" kataku langsung menyeret Bang Marcel.

Tubuhku melewati mereka namun tangan kiriku seaakan tertarik sesuatu. Sontak aku menoleh, Maryam tiba-tiba berusaha memasukkan cincin di jari manisku.

"Ap..pa apaan ini?" kataku dengan setengah menganga.

Bang Marcel terkekeh, ia menyorak lalu mendekap bahu Pak Ahnaf.

"Miracle sayang, maafkan sahabatmu ini ya, kalau bukan karena ide gila Bang Marcel udah nggak mau bikin sahabatku sakit gini," kata Maryam memelukku. Tubuhku hanya terpaku dengan cincin yang sama persis dengan cincin yang dipakai Maryam dulu. Aku menggeleng cepat mencubit sedikit tanganku, sakit dan ini nyata?

"Mma..maksudnya?"

"Maksudnya Marimar, dia itu akting Mir," kata Bang Marcel tambah membuatku bingung. Raut wajah Maryam mengernyit tatkala kata 'Marimar' itu terucap.

Pak Ahnaf sedari tadi hanya tersenyum simpul. Namun akhirnya ia buka suara. Ia tidak berani menatapku lebih.

"Maafkan kami Miracle, semua ini sebenarnya di luar rencana, karena keaadan Umi yang tiba-tiba memburuk." Aku terkesiap, ternyata otak encerku tidak mudah mencerna semua ucapan mereka.

"Kamu pasti ingat tentang cincin itu kan Cle? yap, aku sengaja membantu Mas Ahnaf menghandle semuanya, karena ia sedang bolak balik jakarta Surabaya saat Umi Hilda kumat, Kak Khadijah lagi menyusul suaminya di Azerbaijan," kata Maryam masih membuatku susah menelan saliva. Jadi...aku sudah berburuk sangka...

"Mar, kenapa kamu membantu Pak Ahnaf? bukannya kamu tahu sendiri Bang Tafa itu juga melamarku namun... kutolak," kataku bergetar. Aku tahu jauh dalam dirinya juga tidak mungkin mengorbankan perasaan Bang Tafa dan lebih membantu Pak Ahnaf.

"Semua itu memang berawal dari situ Cle, setelah kata penolakan itu terucap, Bang Tafa kaget. Awalnya ia sedikit nggak terima, karena baginya kamu nggak dekat dengan siapa-siapa. Sampai akhirnya aku teringat sesuatu, nggak pikir panjang langsung cerita ke Bang Tafa. Entah angin dari mana Cle, akhirnya kami memutuskan untuk bertemu dengan Bang Marcel..." aku menatap Bang Marcel ia mengangguk.

"Maafkan aku sebelumnya Cle, tapi saat itu aku juga kaget, ekspetasiku terlalu tinggi dapat membuatmu benar-benar jadi kakakku... atau mungkin keegoisan yang mendominasi dibalut dengan rasa kecewa. Berbeda dengan Bang Tafa, dia nggak bisa mengucapkan rasa kecewanya secara vokal, karena dia lelaki Cle. Namun aku... maaf. Tapi ini masalah perasaanmu.

"Setelah berhasil bertemu dengan Bang Marcel, kami mendapat kenyataan yang lebih memilukan... bukan hanya tentang sosok Mas Ahnaf-pria yang kau cintai, tapi tentang masalahnya dengan sepupuku... hari itu terasa menyesakkan. Semuanya seperti benang takdir yang terpintal pada satu pengait yang sama, serasa serba kebetulan! Kami pulang dengan rasa kecewa! Ya aku marah kecewa campur aduk Cle!

"Kamu tahu tiba-tiba sosok Pak Ahnaf muncul, dan ternyata ia juga akan bertemu dengan Bang Marcel. Aku tercenung saat mendengar satu fakta lagi, kita semua terperanjat terlebih Bang Tafa dan Mas Ahnaf..."

Maryam kecewa? Ya pasti. Tapi apa satu fakta yang terkuak-lagi?

"Maksudmu fakta yang terkuak Mar? apa Pak Ahnaf dan Bang Tafa saling kenal?" Maryam mengangguk. Kepalaku makin berdenyut.

"Mereka saling mengenal karena Abi Pak Ahnaf... Prof. Mizan, beliau adalah dosen pembimbingnya Bang Tafa... saat itu tidak mungkin mereka para lelaki shalih baku hantam karenamu. Justru mereka saling bertukar informasi bagaimana kamu dapat keluar dari jeruji itu Cle, bukan begitu Mas Ahnaf?" Pak Ahnaf hanya mengangguk.

"Karena bagi Bang Tafa ia memang mencintaimu dengan sederhana, tapi saat hal sederhana itu ditemukan yang lebih besar dan itu terpancar dari sosok Mas Ahnaf... apa lantas mereka harus saling egois? Bukankah jodoh itu tidak akan tertukar ataupun retur?" kata Maryam, namun aku melihat satu titik sendu di dalam ucapannya, ia adik Bang Tafa, aku sangat tahu betapa Maryam sangat menyanyangi abangnya. Pasti hatinya juga sakit. Bulir-bulir mata ini lolos, ku rengkuh Maryam.

"M..maafkan aku Mar, maafkan hati ini Mar..." kataku sambil sesenggukan. Maryam hanya mengangguk. Pak Ahnaf berdiri, ia berpindah posisi menjadi lebih dekat. Maryam melepaskan pelukan ini perlahan.

"Miracle, saya sudah berjanji kepada Pak Marcus, Mario, Marcel dan Tafa untuk memberimu rasa aman, menjagamu. Dengan janji yang Allah berikan saat pena lauhul mahfudz telah terangkat atas surga-Nya. Jika Allah mengizinkan saya untuk bersanding denganmu... maaf jika kata ini yang ke sekian kalinya... maaf...

"Memang sempat terbersit keraguan itu muncul. Saat Umi Hilda kolaps, mengingatkan saya tentang memori istri saya semasa ia sekarat. Saya merasa sangat jahat, karena semudah itu melupakannya. Namun semakin ingin rasanya menjauh, Allah membuat rencana lain, dengan kuasa-Nya hal itu kembali secara sederhana. Profil instagrammu muncul, dan ternyata saya tidak bisa menjauh. Mungkin karena titik keraguan itu dari saya, alhasil semuanya menjadi seperti ini. Kamu menganggap saya fana, meninggalkan tanpa kata... namun saya tersiksa saat hati tak bermakna...

"Saat itu saya sudah ingin menjauh tapi Khadijah yang nun jauh di sana memaksa saya untuk moving forward, lagi-lagi Umi dan Abi juga turut menyadarkan saya. Seorang Maryam dan Tafa...juga membuat saya melanjutkan perjuangan ini mengingat kebesaran hati Tafa seperti kisah Salman Al Farisi, bahkan Izza... ia ternyata sangat membutuhkanmu... Miracle, no one, just you are...." kata Pak Ahnaf sambil menatapku sekali lalu menunduk.

Maryam juga menatapku lekat. Di lorong netraku menangkap sosok yang menjauh. Punggung kekar itu menjauh perlahan... Bang Tafa! Sungguh jahat hati ini Ya Rabb, lihatlah sosok itu pergi dengan harapan aku dapat bahagia, klise? Tidak seklise itu, proses yang paling susah dalam melepaskan adalah ikhlas.

Duhai hati, bisakah mendapat rasa bahagia tanpa melukai hati yang lain? Allah memiliki caranya tersendiri untuk hamba-Nya yang mencari cinta.

"Saya tidak mengerti bagaimana cinta itu berbentuk, tapi yang saya ketahui tidak sesederhana itu. Bahkan tak sedikit yang jengah dengan kata cinta, namun satu hal yang Allah tanamkan saat cinta itu dibentuk, berdasarkan niat dari batin ini meraih ridho-Nya. dengan tidak mengurangi rasa hormat... saya Miracle akan berusaha mendampingi Pak Ahnaf..."

"Alhamdulillah!" Seru Bang Marcel, Maryam dan Pak Ahnaf.

Aku hanya dapat tersenyum penuh rasa syukur, Insya Allah one step closer.

*****

Jazakumullah khoir pembaca SWP, muahkasih sudah menyempatkan diri untuk membaca MS sampai titik ini. hiks terhura,😭😇

Afwan muaaf sorry sepuranya, Kinz kemarin senin tidak update karena ketiduran atau bahasa inggrisnya ketur-on.😎

I'm so sorry, kalau banyak sekali typo yang berlebihan, plot yang berlebihan.😭

Kinz tuh nggak bisa bikin sweet moment, Kinz itu Cuma bisa bikin gombal momen, ciyus. Percaya? Sini Kinz gombal-in. 💕🤭😱

Oke baikk, haw dengan part ini? sudah lega?

Mana nih yg kemaren mau nimpuk Ahnaf wkwkwkw.😎😏

Sekarang rasanya pengen pukpuk for Tafa #pukpukforTafa. Hikss yg kuat ya babang!😭😭

Insya Allah nanti akan update lagi.

Ini hari jum'at loh gengs!! Jangan lupa baca Al-Kahfi, doa di penghujung Ashar.

Love, Kinz kinazadayu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro