Bab 25 - Satu Fakta yang Terkuak
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Semua yang akan terjadi di bumi ini merupakan rahasia ilahi, namun saat melihat senyummu, ada satu fakta jika aku ingin menjadi alasanmu tersenyum.
***
Semua orang memiliki caranya untuk bersyukur. Seringkali rasa syukur itu hadir jika ada satu paku yang menancap atau bahkan badai yang datang di saat panas. Ini bukan kali pertama aku merasa kecewa. Namun masih saja rasanya menusuk-nusuk. Mungkinkah ini salah satu sinyal jika memang Bang Tafa yang menjadi pemilik tangan yang akan menggandengku ke Surga?
Hai hati, tahukah kau jika aku tidak memiliki semacam perekat jika nantinya hancur berkeping?
Hai hati jika saja rasa itu layaknya musafir bolehkah aku menetap di hatinya?
Hai hati semakin rasa ini membelenggu semakin aku mendekat kepada Sang Pemilik-Mu, inikah cara-Mu cemburu Ya Rabb?
***
Hari ini aku dan Maryam akan pergi ke tempat yang sudah kunanti sejak di penjara. Deretan rak berisikan buku-buku membuat mata ini berbinar. Kita berdua layaknya anak kecil yang kegirangan saat mendapatkan sepeda baru. Segera aku mmenggandeng tangan Maryam menuju rak berisikan kumpulan buku fiksi, sepertinya sedang ada diskon.
Maryam menyodorkanku satu buku karya John Le Carre berjudul A Most Wanted Man. Sejak kapan ia membaca karya John Le Carre?
"Kamu pasti suka Cle, ada banyak konflik positif dari perjuangannya, dikhianati, kepercayaan, sensitivitas, spionase."
"Really? Sejak kapan baca kayak gitu bukannya kamu suka roman?" tanyaku menyelidik. Maryam malah tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
"Ada seseorang yang memberiku Cle. Oh iya aku mau ke deretan self-improvement. Kamu mau disini aja? Atau ikut? aku takut nanti ada yang godain kamu Cle," kata Maryam terkekeh.
"Seseorang siapa? Seorang bagi Maryam?" kataku menyelidik lagi lalu terkikik, "are you kidding me sis? Setahuku aku sudah memiliki guardian angel. Lebih tepatnya Allah kan?"
"Masya Allah, duh ya sahabatku ini makin bijak aja ngalah-ngalahin mamah dedeh," seloroh Maryam tidak menjawab pertanyaanku tentang seseorangya itu malah melambaikan tangan sambil berlalu. Apa aku melewati banyak hal selama di penjara? Maryam memang nampak lebih riang dari biasanya, namun ah sudahlah mungkin belum saatnya ia bercerita. Ia terlihat hampir menabrak seseorang. Dasar Maryam, si cantik itu kadang memang kelewat lempeng.
Netraku masih memindai bermacam-macam deretan buku, aku sangat menyukai fiksi roman.
"Buku itu memang bagus Miracle, ada banyak rasa di dalamnya. Terutama rasa kepercayaan."
"Bang Marcel?!"
Bang Marcel menatapku sendu senyumnya tercetak. Air mata ini sungguh tak terbendung, ia malah langsung memelukku. Namun kupukul dadanya berkali-kali, Bang Marcel malah makin mendekapku.
"Abang kemana aja?! Jahat banget nggak nemenin aku lagi!" kataku tergugu.
"Mir jangan nangis, malu nih. Sorry to say, tapi kita lagi diliatin banyak orang tuh. Abang ini sangking rindunya sampe meluk kamu gini, udah ya, Maaf," kata Bang Marcel mengusap pucuk khimarku.
Aku melihat lekat wajah Bang Marcel dari dekat. Guratan tulus tercetak di wajah tampannya, tapi sisa nyeri juga masih ada di relung hati.
"Terus? Abang masih hutang penjelasan sama aku!" kataku menautkan alis.
"Surabaya panas, biar kamu nggak makin panas, ngobrolnya sambil makan es krim aja yuk," kata Bang Marcel langsung menggandengku.
"Bbaang! Main seret aja ih! Aku ini tadi pergi sama Maryam," pekikku.
"Yaudah Maryam di ajak juga," kata Bang Marcel enteng. Dengan hati dongkol aku menurut saja, menyusul Maryam yang sedang membolak-balikkan satu buku.
"Mar, liat nih aku ketemu siapa."
Maryam yang melihatku dengan Bang Marcel terperanjat. Raut wajah Maryam masih terlihat tidak suka akibat kejadian di pengadilan lalu. Bang Marcel menyadari tatapan Maryam, ia sedikit menunduk. Lalu berjalan di depan kami. Namun kuusap punggung tangan Maryam perlahan, menandakan ini semua tidak apa-apa.
***
Banana splits memang terbaik, perpaduan taburan sprinkle, meses, pisang, es krim coklat dan vanilla dengan hiasan buah ceri membuatku tak kuasa untuk segera menghabiskannya. Maryam masih bungkam, ia malah memilih untuk memainkan gawainya.
"Mar, kamu beneran nggak pesen?" kataku, Maryam hanya menggeleng. Aduh mengapa Maryam jadi seperti ini? Tak seperti biasanya, apa karena Bang Marcel?
Bang Marcel menatap Maryam sekali namun ia hanya dapat menghela napas.
"Marimar lagi sakit gigi kali Mir, makanya nggak mau makan es krim," seloroh Bang Marcel malah membuat Maryam berdiri.
"Mar! mau kemana?!" kataku sembari menahannya.
"Biar dia yang menjelaskan semua Cle, tanpa ada yang menganggu. Aku mau balik toko buku, kalau kamu sudah selesai chat aja, atau kabarin lah nanti kamu pulangnya gimana," kata Maryam tanpa menatapku. Ada apa sebenarnya?
Bang Marcel hanya menunduk lalu menatapku penuh arti. Kurenggangkan cengkraman tanganku, Maryam meninggalkan kami dengan cepat. Punggungnya sudah tak terlihat tertutup pilar.
"Bang ada apa? Kenapa Maryam seperti itu sih?" kataku lirih. Bang Marcel menghela napasnya lagi.
"Wajar Mir jika dia bersikap seperti itu. Dia temanmu yang baik. Tidak seperti abang yang nyaris saja—membuatmu terkurung disana lama. Tapi lihat? Abang ini cuma bidak Mir. Kings of life lebih sayang sama kamu kan? Tuhan membuatmu sekarang di depan abang.
"Tuhan juga yang membuat abang tersadar, jika cara mencintaimu tidak seperti itu. Selama hampir dua puluh satu tahun Mir abang sudah menjagamu, lalu kamu menghianati—kami. Abang marah! Tapi abang tidak bisa melihatmu sendiri! Terus kamu hilang gitu aja, Abang kecewa, Kamu tahu bagaimana rasanya untuk tetap melihatmu dekat? Apa aja Abang lakuin buat nyari kamu tapi nihil, entah semesta baru nemuin abang sama kamu pas di kampusmu, heran Surabaya itu segede apa. Selama pencarian itu abang stress, suasana rumah udah nggak sama lagi! Mama nangis tiap malem! Papa makin ngekang, Bang Mario makin ngeselin. Abang kalut, akhirnya kamu tahu... abang jadi ikut berbaur sama Doni dkk, mabuk-mabukan, main cewek semuanya! Kamu tahu Mir, semua hal bajingan abang lakuin!
"Tetapi hukuman Tuhan lebih kejam Mir, Tuhan benar memberi abang peringatan. Margie tiba-tiba datang menawarkan kesepakatan. Margie nggak sengaja pernah melihat abang menabrak seorang gadis saat abang pulang dugem dulu, dan sekarang ia—cacat," kata Bang Marcel dengan suara bergetar.
Aku terperangah, Abang selama ini menderita atas kepergianku? jadi Margie? Abang menabrak orang? Cacat? Ku pijit pelipisku yang berdenyut. Bang Marcel meneguk salivanya.
"Namun abang ini terlalu pengecut Mir, abang hanya bisa mengirimkannya barang dan beberapa cek tanpa meminta maaf langsung, dan ternyata ia... adik dari Syafiq, kamu ingat kan teman abang sewaktu SMP? Yang pernah main kerumah?" tanya Bang Marcel. Aku menggeleng karena tidak ingat sama sekali.
"Jika saja Margie bukan wanita sudah habis dia!! Rasanya apapun pengen abang hancurin saat tahu dia yang menyebabkanmu terjerumus Mir! Saat itu ia mengancam akan melaporkan abang ke polisi, Abang pengecut! Abang takut jika merusak semuanya, mengecewakan mama, papa, Bang Mario, merusak hubungan baik Abang dengan Syafiq, dengan gadis itu! Abang egois Mir! Abang Jahat! Mengorbankan kamu..." Bang Marcel membuang napasnya kasar suaranya makin bergetar, "Abang selalu dipenuhi bayang-bayangnya. Abang ngeliat sendiri gimana susahnya dia untuk berjalan. Dia cacat Mir... Dia cacat!"
Bang Marcel mengacak rambutnya kasar. Bulir-bulir itu lolos dengan sendirinya di netra kelamnya. Aku merasakan aura kesedihan yang tersirat. Jadi selama ini Bang Marcel menahan perihnya rasa bersalah itu sendirian? kuatkanlah Relung hati ini Ya Rabb.
"Kamu ingat siapa teman abang yang ngajarin tentang islam, gadis itu Mir... hatinya sungguh baik, tapi—abang merusak masa depannya! Abang mohon maaf sekali lagi Mir, untuk kebodohan abang ini..." suara Bang Marcel melunak, ia menghapus bulir-bulir air mata.
Astaghfirullahal'adzim, tak peduli lagi dengan tatapan beberapa pasang mata ke arah kami Bang Marcel makin tenggelam dalam isakannya. Tetapi untung saja café ini sedang sepi jadi tidak terlalu menjadi pusat perhatian.
Dari luar jendela terlihat hiruk pikuk kota Surabaya dan suara musik yang tersiar menyamarkan tangisanku yang tertahan. Ternyata satu fakta yang baru ku ketahui dari seorang Bang Marcel dibalik tubuh kekarnya menyimpan duka yang sangat besar.
"Its okey Bang, yang jelas sekarang aku sudah disini. Dengerin semuanya langsung dari Abang. Aku sudah memaafkan jauh sebelum Abang memintanya. Aku selalu menyayangi Abang bagaimanapun sikap abang ke aku, pun Bang Mario..." kataku bergetar, lalu teringat sesuatu, "tapi Bang,... apa yang membuat Maryam seperti itu sama abang? Dia nggak mungkin kayak gitu banget sebenci-bencinya sama..."
"Gadis itu sepupunya Mir..." kata Bang Marcel memotong ucapanku. Rasanya hatiku tergores, saat ini tidak hanya aku yang merasakan sakit atas kekecewaan, Maryam pun merasakannya.
Bang Marcel menunduk, ia menyangga kepalanya dengan kedua tangannya.
"Abang sudah mengecewakan banyak orang... namun saat ini abang akan memperbaikinya. Abang rela Mir, kalau kamu melaporkan abang atas kesaksian palsu itu," ucapan Bang Marcel menyentak hatiku. Aku menggeleng cepat.
"Tidak akan Bang, aku tidak akan pernah melaporkan Abang! Aku sayang Abang..." kataku sembari mengubah posisi dudukku di sebelahnya lalu mendekap Bang Marcel begitu dalam.
"Nggak apa-apa Mir, abang rela. Abang juga bakal jujur sama Syafiq dan keluarga..."
"Allah Maha Pengampun Bang, Tuhan kita itu satu, jika abang percaya akan kekuasaan Allah, Pun mereka, Insya Allah mereka akan mengerti atau malah memaafkan Abang. Aku akan selalu mendukung Abang..."
"Makasih Mir, abang juga sayang kamu..." kata Bang Marcel mengeratkan dekapannya.
Satu lagi, rasa syukur itu menggema, saat Allah memberi kuasanya pada Abangku. Ya Allah tanamkanlah iman untuknya...
****
Maryam sudah menungguku di depan toko buku, senyumnya tercetak namun mendadak sirna saat melihat Bang Marcel mengekoriku. Aku berusaha menjadi pencair kugandeng sahabat cantikku ini. Ia memang paling tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.
"Maaf ya Mar, lama nungguin, kamu kan belum makan ayuk cari bakso. Bakso kerikil deh biar kamu bisa nambah sama minum es degan, wih mantul!" kataku dengan sengaja karena bakso adalah makanan yang sulit tertolak bagi seorang Maryam.
"Hmmm Oke, tapi kita berdua aja ya Cle," kata Maryam sambil melihat sekilas Bang Marcel. Bang Marcel hanya dapat tersenyum getir.
"Siap!" lalu kutatap Bang Marcel, "Bang kita duluan ya, makasih buat es krimnya, sering-sering ya, hihi."
Bang Marcel hanya mengangguk. Saat kami berdua akan pergi, Bang Marcel bersuara, "Marimar... maafkan aku... aku—akan memberitahunya sendiri nanti..."
Maryam menghentikan langkahnya, ia mengeratkan genggamannya. Lalu menarikku, menyisakan sesak bagi Bang Marcel.
***
Bakso kerikil ini memang sudah tidak diragukan lagi rasa dan kuahnya yang mengandung zat adikitif, alias membuat ketagihan. Antriannya terlihat cukup panjang membuat sistem mejanya adalah siapa cepat dia dapat, akhirnya Maryam yang mengantri aku dengan sigap duduk di meja yang kosong. Maryam menitipkan beberapa barang bawaannya agar tidak kesusahan saat membawa dua mangkuk bakso.
Saat menunggu Maryam terdengar shalawat nariyah dan getaran-getaran lainnya. Sontak netraku melihat di saku depan tas Maryam, ternyata berasal dari gawainya, kulihat jam sudah pukul setengah dua siang, mungkin telepon dari Bunda Hawa. Saat akan kubuka, hanya terdapat keterangan 1 panggilan tak terjawab. Namun setelahnya, netraku tak sengaja melihat notifikasi whatssap dari Pak Ahnaf. Hatiku mendadak menjadi—kepingan, astaghfirullahal'adzim.
Mas Ahnaf
Maaf, tadi masih di jalan. Nanti saya tolong dikirimkan fotonya saat kamu pakai. Berharap kamu cocok dengan gaunnya.
***
Hiyaa hiyaa hiya,
Kinz jadi pengen peluk Babang Marcel deh, yang kuat ya Bang!
Nah loh nah loh Ini Maryam ada apa ya? Huhuhu. Semoga hanya delusi si cle aja yaaa. Karena kalau ada apa-apa kinz juga syediih.
Semoga kalian masih menjadi tim Ahnaf-Cle ya. Atau mau pindah haluan? Tim Tafa-Cle?
Insya Allah nanti malam bakal update lagi, jangan lupa senyum ya..
Ayaflu, ketjup manjah
Love, Kinz kinazadayu
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro