Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 17 - Mimpi Buruk

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Dan mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah, sedangkan Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh, akan tetap bersabar terhadap gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang yang bertawakal berserah diri."
(QS. Ibrahim 14: Ayat 12)

***

Netraku mengerjap lemah, menatap langit-langit berwarna kuning gading. Suara desau kipas angin bekerja mendominasi ruangan kecil ini. Napasku masih terengah-engah seperti habis berlari marathon. Ku lirik jam dinding berwarna bulat, garis merah menunjukkan pukul setengah tiga sore. Tangan ini sibuk memijit pelipis yang berdenyut sakit, meneguk perlahan botol plastik tup**wa*re berwarna salmon. Lalu sekejap air putih ini tercekat dalam tenggorokan. Apakah tadi hanya delusi? It just a vision right? Apakah aku masih guru TK Kuncup Bunga? Mengapa aku terbangun di kos? Astaghfirullahal'adzim.

Beribu pertanyaan mendera nyawaku yang masih belum sempurna. Netra ini tertuju pada tubuhku telah berbalut piyama bermotif bunga. Sontak tanganku segera meraih tas punggung yang berada di atas meja. Jika memang hanya sebuah delusi belaka, pasti amplop coklat yang berisikan foto murid-muridku tidak pernah ada.

Tanganku sibuk mengacak tas yang penuh dengan berbagai macam buku mata panduan mengajar dan binder berwarna salem. Hatiku berdetak tak karuan. Semakin membuncah rasa penasaranku dengan apa yang terjadi. Ku muntahkan semua isi yang berada dalam tas. Barang-barang berjatuhan namun, nihil!

Netraku tak menangkap satupun benda berbentuk amplop coklat yang diberikan Mas Gilang padaku! Jadi ini semua hanya mimpi? Benarkah? Alhamdulillah. Ku hela napas panjang sembari menyenderkan punggungku pada bantal yang telah berdiri tegak. Tapi mengapa kepalaku pening sekali?

Kuputuskan untuk berwudu, membangunkan sel-sel keimanan yang tertidur. Bersujud sedalam-dalamnya, bersyukur jika semua itu hanyalah mimpi buruk.

***

Mendung mulai bergulung-gulung, langit berselimutkan awan. Gerimis sepi menjadi deras. Begitupun air mataku yang deras saat mencium sajadah. Lidah ini merapalkan doa saat hujan turun, allahumma shoyyiban nafi'an. Hatiku berdesir saat Allah menunjukkan kuasanya lewat air langit penuh berkah. Memberi rezeki bagi makhluk yang merindukannya. Salah satunya... aku.

Setelah cukup lama bermesraan dengan Allah, hatiku menjadi lebih tenang. Ku raih gawai yang berkedip meminta daya dan akhirnya layar berubah menjadi gelap bergambar apel, sungguh kebiasaan tidak baik membuat gawai selalu kehabisan daya! Padahal hendak melihat jadwal besok waktunya pelajaran menggambar bagi siswa-siswi mawar b bertema tentang apa. Mungkin tema tentang binatang lebih baik. Ah, rasanya aku semakin tidak sabar bercengkrama dengan tangan-tangan mungil itu menggambar sesuka hati mereka.

Hampir saja aku melupakan sesuatu, ada kuisioner yang harus terisi dengan bulat-bulat hitam di dalam map. Jika tidak, besok Pak Dibyo akan mengeluarkan kuasanya untuk tidak meluluskanku dalam mata kuliahnya...be careful, sangat mengancam beasiswa Miracle! Jangan lupa lagi ya... Aku terkikik geli, terlalu berlebihan, jika ada Maryam di sampingku pasti ia akan mengomel.

Kuraih map yang berada di atas meja, tanganku sibuk mengambil tumpukan kertas yang ada disana sampai salah satu benda terjatuh. Kuisioner telah berada di tanganku, namun netraku menuju ke benda yang berada di atas kaki. Netraku membulat sempurna, sekejap kakiku lemas tubuhku kaku. Berusaha meraih amplop coklat itu dengan tangan bergetar, air mataku berderai.

Jadi semua itu bukan mimpi? Nyata sebenar-benarnya nyata? Lalu siapa yang membawaku ke kos? Beribu pertanyaan menderaku-lagi.

****

"Iya memang ada lelaki yang mengantar Mbak Cle tadi, kebetulan aku tadi yang bukain pintunya Mbak pakai kunci cadangan. Pas kebetulan lagi mau berangkat kuliah, tapi tadi tuh yo Mbak, aku puaanik! mosok badannya Mbak Cle anyep banget. Jadi ya buru-buru tak blonyoi sama minyak kayu putih. Aku juga yang ganti baju Mbak, tapi seadanya di atas meja. Dan pikunnya aku nggak sempat menanyakan namanya Mbak-maafkan ya, sebelum pulang Mas itu cuma pesan, Mbak Cle harus minum obat itu," jawab Nani panjang lebar lalu menunjuk obat yang ada di genggamanku, "terus akhirnya tak tinggal ngampus bentar Mbak," kata Nani anak pemilik kos kuning gading yang baru saja datang. Aku melihat obat yang telah berada di genggaman, siapa dia?

"Oh begitu, makasih ya Ni. Tapi tahu ciri-cirinya seperti apa?" tanyaku lagi. Nani tampak memutar kedua bola matanya.

"Pokoknya tinggi, ganteng orangnya Mbak," kata Nani.

"Apa ia berdekik?" kataku meyakinkan diri.

"Waduh aku kurang tahu Mbak, wong tadi wajahnya panik nggak ketulungan, jadi yo nggak kelihatan dekiknya sama sekali, tapi nggak tahu lagi sih."

Aku menghela napas, "Jazakillah khoir ya Ni atas bantuannya."

***

Air mataku berderai tak henti-hentinya. Selepas sholat maghrib, ku buka amplop coklat itu perlahan. Dadaku sesak, memoar itu terputar jelas. Bayang-bayang bahagia saat netra ini pertama kali berjumpa dengan mereka, senyuman tulus, tangan-tangan mungil yang bersemangat, belajar, bermain, bernyanyi bersama, Ya Allah. Aku tidak lagi menjadi panutan mereka, jika mereka tahu kecaman fitnah itu, akankah mereka membenciku?

Ku raih satu lembar kertas karton berwarna hitam, mulai menempel satu demi satu foto kenangan bersama murid-murid mawar b, lalu menggantungkannya di dinding. Tak sekali air mata jatuh, tanpa kompromi, aku pasti merindukan mereka. Pasti...

Jika benar ada predator di TK Kuncup Bunga, aku akan menjadi orang pertama yang akan mengecamnya! Astaghfirullahaladzim, emosiku meletup-letup begitu saja. Hati ini sungguh tak bisa menerima perbuatan itu... membayangkannya saja tak mampu.

Suara pintu terketuk dengan cukup kencang, suaranya seperti Bu Okky pemilik kos kuning gading. Ku lihat tanggal masih tengah bulan, mengapa sudah ditagih? Segera kuraih khimar instan di atas nakas.

Knop pintu terbuka perlahan, Bu Okky telah berdiri dengan tatapan sendu, lalu fokusku teralih pada dua orang berseragam cokelat di belakangnya. Sekejap aku merasakan sesuatu yang janggal tepat di hati. Gelisah yang tak terdefinisi. Keringat-keringat dingin bercucuran di punggung, jari jemari bergetar. Jangan sampai pertahananku runtuh.

"Selamat malam, saudari Miracle, mohon dapat ikut kami ke kantor untuk menjadi saksi atas perkara anak Nick, berikut suratnya," kata salah satu polisi itu.

Tubuhku beringsut mundur meraih kertas putih di dalam amplop coklat berkop kepolisian. Dadaku sesak, tubuhku kaku. Kaki ini nyaris ambruk, namun hanya dapat bersandar pada daun pintu. Netraku melihat langit malam yang gelap, tak ada bintang disana hanya ada kesuraman atmosfer. Dua polisi dan Bu Okky masuk ke dalam ruanganku. Netra mereka berpendar ke segala arah. Setelah mengambil tas, aku pasrah dengan semuanya, melangkah di depan dua orang berseragam itu, semoga Allah selalu menyertai langkahku. Bu Okky mengusap punggungku, sekali ia mendekapku, sambil tergugu.

Ya Hayyu, Ya Qayyum. Laa Haula Wala Quwwata Illa Billah. Lailahailla Anta Subhanaka Inni Kuntu Minadzalimiin.

Kurapalkan semua dalam hati, menuruni puluhan anak tangga dengan nada yang bergetar. Mengapa kata saksi itu selalu lebih menyakitkan jika terdengar. Jika saat ini menjadi saksi, berarti ada tahap berikutnya. Namun aku yakin, hukum negara ini tidak cacat. Allah selalu bersamaku. Tapi hati ini tak dapat dibohongi ada setitik kegelisahan mendera. Apakah ini teguranmu Ya Allah?

Maryam berpapasan denganku saat akan kaki ini hendak menaiki mobil polisi, namun ia segera menarik dan memelukku erat. Ada raut bingung, cemas, campur aduk menjadi satu. Pelukanku mengendur, dengan sisa senyuman kutangkupkan wajah Maryam, tubuhku sudah terduduk di mobil polisi. Air mara Maryam berderai dengan gawai di telinganya. Aku hanya dapat melihat bayangannya yang menjauh dari balik kaca.

***

Sudah dua jam aku terduduk dalam ruangan kotak berukuran 5x6 dengan satu meja panjang, hanya jari jemari dan lidah yang dapat menemani kekalutanku, beristighfar tak henti dalam hati. Suara decit pintu kaca terbuka, ketiga orang penyidik masuk dengan membawa beberapa map di tangannya. Salah satu dari mereka memberikan senyuman, namun yang lainnya setelah melihatku, entah ada tatapan tak suka dari satu-satunya wanita dari anggota penyidik itu. Bagi mantan mahasiswa hukum sepertiku, hal ini harus dihadapi dengan kepala dingin. Jika sekali terdesak dan kalimat yang terlontar meleset sedikit, dapat berkemungkinan status saksi akan berubah. Ya Allah kuatkan hamba.

Mereka memulai dengan pertanyaan mendasar, sedang apa aku saat itu. Aku menjawab kronologi yang terjadi sebenar-benarnya tanpa kurang apapun, menepis tidak ada yang terjadi di luar hal normal. Awalnya hanya ditanya pertanyaan berulang, lama-lama-menyudutkan.

"Saudari Miracle benar anda yang bertanggung jawab atas anak Nick di kolam renang pada tanggal 19 Oktober?"tanya salah satu penyidik yang bernama Samsul.

"Iya benar Pak, karena memang murid saya. Itu juga tupoksi saya sebagai guru. Khusus Nick sewaktu itu memang tidak ada pendamping. Saya mendapatkan konfirmasi langsung dari Bu Mada, mama Nick." Pak Samsul tampak membuka lembaran-lembaran di tangannya.

"Lalu bagaimana dengan ini, apa saudari mengenalnya?" kata Pak Samsul itu mengangkat kantong plastik berisikan celana dalam bergambar superman. Hah?!

"Maaf saya tidak mengetahuinya sama sekali," kataku menggeleng cepat.

"Tidak tahu ya... jadi celana ini dapat terbang sendiri seperti superman?!" ucap salah satu penyidik yang bernama Rudi itu mengundang gelak yang lain. Lelucon yang tak dibenarkan! astaghfirullahal'adzim.

"Mohon maaf Pak, saya benar tidak tahu," kataku tegas.

"Lalu mengapa celana itu bisa berada di sisi kasur anda?" skakmat, aku menggeleng cepat. Mencoba mengingat. Memori dua minggu silam kembali teputar seperti layar proyektor. Atas kebodohanku, sehabis memandikan Nick memang tak sengaja celananya terbawa di dalam tas. Saat berniat mengembalikannya, naas memoriku hilang seketika akibat kerja korteks prefrontal melemah. Dan benda itu tidak terlihat mata sampai sekarang. Wajahku berubah gusar. Keringat dingin ini bercucuran hebat. Astaghfirullahal'adzim.

Pak Samsul menyadari perubahan raut wajahku. Ia menaruh kedua tangannya di atas meja. Sembari menatapku lalu berkata, "Saudari Miracle, saya ulangi lagi pertanyaannya. Mengapa celana itu berada di sisi kasur anda?"

"Ss..saya tidak tahu," kataku bergetar sungguh tenggorokanku tercekat.

"Jika saya bilang celana ini punya anak Nick, bagaimana? Anda tahu?" kata salah satu lagi. Sekali ku mengangguk lalu menggeleng cepat. Aku benar-benar tak terkendali.

"Maaf, saya sangat gugup jadi menjawab tidak benar. Memoar itu baru saja terlintas Pak, saya baru saja mengingatnya. Iya memang itu celana Nick namun sungguh, saya tidak berniat membawanya, entah saya lupa mengapa saat itu jadi terbawa di dalam tas saya," kataku menjelaskan.

"Baiklah kata lupa selalu menjadi alasan klise bukan?" kata Pak Rudi. Mereka berpandangan, lalu mengangguk bersamaan.

"Untuk sementara ini, kami masih butuh banyak info lebih lanjut dengan anda. Akan ada surat penggeledahan terkait bukti pertama ini," kata Pak Samsul.

"Jadi saya?!" raut cemas semakin terlihat, jeruji besi berada di depan mata, aku menggeleng cepat, Ya Allah tidak seperti ini cara mainnya, tidak! "tapi tunggu Pak. Saya punya hak disini untuk menghubungi orang terdekat saya, menghubungi pengacara. Dapatkah saya mendapat hak itu?"

"Ya, akan kami hubungi. Untuk sementara ini, ponsel itu juga menjadi salah satu bukti penyidikan," kata Pak Samsul.

Ya Allah. apalagi...

****

Aku masih menunggu di ruangan serba putih itu. Menunggu deretan nama yang kuserahkan pada Pak Samsul tadi. Pintu kaca itu terbuka, Maryam berhamburan memelukku. Saat ini kejadian delapan purnama silam terulang, Ia menjadi orang pertama yang menerimaku. Maryam menjadi tempatku bersandar. Tempatku berkeluh.

"Cle, Ya Allah Astahfirullahal'adzim! Kamu nggak apa-apa?" ia menangkupkan kedua tangannya dipipku lalu memeluk lagi, "aku sudah melihat video itu Cle beredar luas di sosmed. Itu nggak bener!! Aku yakin banget Cle, nggak mungkin kamu kayak gitu! aku bakal jadi orang pertama yang mengecam penyebar dan perekam video itu! astaghfirullah," kata Maryam tergugu dalam pelukanku. Aku tak dapat berkata apapun, sosok Bang Tafa tepat di belakang Maryam. Ia mengusap punggung Maryam.

"Jadi itu sudah menyebar? Bagaimana bisa? Padahal kata Bunda Ifa hanya pihak yayasan yang tahu..." aku menggeleng cepat, tubuhku sudah lemas.

Maryam mengangguk perlahan dan menatapku lamat-lamat. "Aku tidak tahu Cle, setelah melihat postingan itu, aku langsung telpon kamu tapi nada sambung terus. Saat sampai kosmu, lha kok kamu udah dibawa polisi." Maryam tergugu sejadi-jadinya.

Bang Tafa sedari tadi diam, namun tangannya masih mengusap punggung Maryam lembut. Netra kami bersirobok, terlihat matanya berair, sontak ia memalingkan wajahnya. Dan mengusap bulir-bulir bening di sudut matanya. Aku seperti merasakan jarum itu menancap juga di hatinya.

"Cle... tenang ya, Insya Allah, Allah bersama hamba-Nya yang bersabar. Abang akan mencari pengacara yang terbaik untuk mendampingimu Cle. Karena Abang yakin, semua ini tidak benar. Fitnah yang sangat keji," kata Bang Tafa bergetar.

"Tap.. tapi Bang, aku tadi tidak dapat menjawab dengan tenang dan benar pertanyaan penyidik tadi, aku takut Bang, sangat takut... jeruji besi itu sudah melambai-lambai! Seakan menyeretku dengan paksa. Seketika semua pasal yang terekam diotakku menghilang. Aku tidak bisa tenang Bang. Aku takut.,, astaghfirullah," kataku tergugu.

"Istigfar Miracle, tenangkan dirimu, ada abang dan Maryam yang selalu disisimu. Kamu juga punya Allah yang lebih besar, lebih kuat dari apapun. Janganlah takut akan penjara Cle, takutlah jika iman kita terperosok, tercabut secara perlahan. Jika Allah saja dapat menyelamatkan Nabi Ibrahim saat akan dibakar oleh raja Namrud, kita dengan ujian yang tidak apa-apanya ini dengan mudahnya diselamatkan, saat hati ini tulus memanggil yaa rabb," Bang Tafa menghapus titik-titik air di sudut matanya lalu melihatku sembari tersenyum, "tetaplah kuat Miracle. Keajaiban itu bukan hanya namamu, tapi keajaiban itu terlihat dari rasa rindumu kepada ilahi yang dapat mematahkan sedihmu. Percayalah, kamu mampu."

Aku menelan setiap untaian kata yang terucap dari bibir Bang Tafa, rahang kokohnya bergetar. Ya, Allahlah penyelamatku, aku hanya perlu menumbuhkan rasa yakin itu sedalam-dalamnya. Mataku lelah menangis, tapi disaat menangis karenamu Ya Allah hatiku merasa runtuh sampai Allah mengampuni dosaku tidak apa-apanya dengan tangisan ini.

***

Setelah dua jam di tempat yang sama aku mencoba menelan makanan yang telah di siapkan pihak penyidik. Rasanya hambar, malah sulit tertelan. Mengapa hanya aku saja yang diperiksa? Bang Marcel datang dengan wajah gusar. Ia langsung memelukku, aku tergugu lagi.

"Maafin abang Mir, barusan kesini. Abang dapat kabar langsung batalin ikut turnamen di malang, udah nggak peduli. Abang kepikiran daritadi Mir," kata Bang Marcel tergugu.

"Iya nggak apa-apa Bang, jadi abang nggak jadi tanding?" Bang Marcel mengangguk, "maaf ya Bang."

"Nggak apa-apa Mir, abang nggak bakal bisa tenang. Percuma ikut tanding tapi kepikiran kamu, abang juga uda liat videonya! B*ans*t! saat tahu pelakunya bakal Abang habisin Mir!" kata Bang Marcel mengepal tangannya, "pokoknya Abang udah nyiapin kenalan pengacara Abang,"

"Maryam sudah dapat Bang, pengacaranya temannya Bang Tafa..."

"Hmmm, memang mereka bisa dipercaya Mir? Abang kok feeling nggak enak," kata Bang Marcel.

"Astaghfirullah'adzim Abang bicara apa sih! Aku sudah mengenal mereka lama. Mereka juga yang menjadi tempatku bersandar dulu saat kalian-mengusirku."

"Iya iya Mir, sorry, Abang cuma lagi bingung aja, kenapa bisa kayak gitu. dan alibimu kebetulan banget," kata Bang Marcel. Aku hanya menggeleng.

Lalu Pak Samsul datang bersama dua rekan penyidik. Ia meminta Bang Marcel untuk keluar karena penyidikan berlanjut. Bang Marcel hendak mengelak, tapi kuusap tangannya. Bang Marcel membuang napas kasar, ia melihat satu persatu penyidik itu lalu berlalu.

"Bagaimana, ayam bakarnya enak Miracle?" kata Pak Samsul tersenyum.

"Alhamdulillah enak Pak, tidak ada makanan yang tidak enak, karena makanan itu berkah."

"Baiklah, jika sudah terisi kenyang. Dapat kita lanjutkan?" kata Pak Samsul. Aku mengangguk lemah. Pak Samsul mengeluarkan beberapa bukti foto yang menampakkan foto anak-anak milikku, yang baru saja kutempel di dinding kamar kosku.

"Bisa anda jelaskan?" dahiku bekerut.

Aku menjelaskan jika foto itu baru saja diberikan Mas Gilang tadi pagi. Pak Samsul hanya mengangguk, lalu di ambilnya satu buah laptop, sebentar bukannya itu laptopku?

"Bisa anda jelaskan, mengapa banyak video tidak senonoh dengan anak kecil di laptop anda?"

Astaghfirullahal'adzim, sejak kapan video tidak senonoh itu ada?

***

Ket :

· Korteks prefrontal yang terletak di belakang dahi adalah bagian otak yang berperan dalam mengatur kognisi dan mengendalikan memori sesuai dengan tujuan Anda. Di daerah ini, memori yang Anda miliki akan diubah ke dua arah, yaitu menjadi lebih kuat atau lebih lemah.

****

Jazakumullah khoir pembaca SWP

Huaaaa, Kinz ngetiknya sambil mijit pelipis nih gengs. Antara ngelu sama menggap-menggap. 😭😭😭 wkwk

Pokoknya kita semua doain Cle dapat melewatinya ya...

Semoga makin kesini MS dapat diterima di hati kalian.

Love Kinz, kinazadayu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro