Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 13 - Sebuah Jawaban

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Sekilas tatapmu, sedetik senyummu, mampu menyelamatkanku dari jurang yang dalam.

***

"Astaghfirullahal'adzim, Cle! Apakah aku tidak salah mendengar?!" tanya Maryam dari ujung gawai.
"Tidak Mar, ini sungguh terjadi begitu saja. Pertemuanku dengan mereka tak terduga. Aku..."
"Cle! Hold on, aku nggak habis pikir, baru saja tahu kamu sedang jatuh cinta dengan entah siapa itu. Kali ini malah bilang akan menjadi madunya?" kata Maryam dengan suara bergetar.
"Aku belum benar-benar mengerti ucapan mereka, terutama jawabanku sendiri Mar. Tapi bukankah pertanyaan itu sudah cukup jelas?" kataku tak kalah bergetarnya.
"Cle... aku berharap kamu benar-benar libatkan Allah dalam hal ini. Sholat istikharah terlebih dulu selama 40 kali tidak putus, Insya Allah jalan itu akan terlihat. Karena itu tentang hatimu. Disatu sisi aku memiliki pendapat sendiri yang mungkin saja akan membuatmu semakin bingung. Tapi lupakanlah... Ehm, bolehkah aku menginap di sana malam ini? Atau kamu ingin bermesraan dengan Sang Khalik?" Suara Maryam melunak. Aku merasakan lantunan istighfar dalam hatinya.

Aku melihat jarum tepat di angka sepuluh malam. Dinginnya ruangan seperti menambah momen hening yang tercipta. Benarkah aku mau menjadi seorang madu?
"Sepertinya aku ingin sendiri dulu Mar, see you tomorrow. Assalamu'alaikum," kataku mengakhirinya.

"Waalaikumussalam warahmatullah, iya nggak apa-apa. Jangan lupa berwudhu lalu berdoa dan bertasbih sebelum tidur ya Cle."

"Iya Mar, Jazakillah Khoir."

Sambungan telepon terputus. Ku hempaskan tubuh ini di atas kasur dengan keadaan yang berkecamuk. Mengapa Allah membuatku satu mobil dengan mereka? Lalu mendapat pertanyaan konyol itu? tetapi tidak ada yang konyol bagi yang sedang dilanda virus yang bernama cinta. Tak main-main virus ini harus terjangkit kepada orang yang salah. Ia wali muridku sendiri, ia bukanlah seorang duda, melainkan pria-beristri.

Sekali terjerat virus itu langsung menaikkan zat endorphin lalu menurun secara drastis jika itu tak tersampaikan. Pikiranku bergidik jika harus berbagi suami, sungguh tidak dapat membayangkan hal tersebut walaupun hanya secuil pun. Hanya terpikirkan betapa mulianya sosok Kak Khadijah memintaku secara gamblang perihal menjadi madu suaminya. Secara ia nyaris sempurna, menurut kesan pertamaku. Memang Pak Ahnaf terlihat tak bergeming, tapi sorot matanya membuatku seperti ahli dalam mikro ekspresi tingkat dunia. Sudut pada binar matanya menjelaskan jika ia setuju dengan ucapan Kak Khadijah.

Aku melihat lagi jurnal berwarna maroon yang berisikan rencana jangka pendek dan jangka panjang. Menikah termasuk jangka panjang yang tercatat kurang lebih tiga tahun lagi tepat saat umurku dua puluh lima tahun, umur yang ideal bagi seorang wanita untuk menikah. Masih jauh dari rencana bukan? Netraku bergerak ke bawah terfokus pada catatan kecil dengan tanda stabilo yang berbunyi ayat Allah. "Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam." (Qs.At-Takwir: 29)

Air mataku meleleh tetes demi tetes. Kuputuskan untuk berwudhu, melaksanakan sholat taubat dan sholat istikharah di atas sajadah yang dingin.
***
Hari ini matahari terbit dengan sinar terang di peraduannya. Sinar terik menyingsing daun-daun yang ada di pepohonan. Semua orang telah bersiap di halaman TK Kuncup Bunga. Selama sebulan sekali program kelas TK Kuncup Bunga tiap bulannya berada di luar kelas. Kali ini untuk meningkatkan sensor motorik, mengharuskan semua murid kelas B untuk mengasah di kolam renang milik yayasan yang berada di belakang gedung sekolah. Tidak terlalu jauh hanya terletak kurang lebih 30 meter di belakang.

Kolam renang tersebut, merupakan waterpark tapi tidak terlalu besar karena berada di dalam perumahan. Walaupun milik yayasan, tetapi terbuka untuk umum.

Aku hendak menggandeng salah satu muridku, untuk menuju ke sana. Awalnya mereka berebut untuk menggandengku, pun Izza. Namun netraku terfokus dengan Nick yang sedari tadi terlihat murung. Beberapa hari yang lalu memang baby sitter nya tidak terlihat karena sedang pulang kampung. Lalu beberapa menit terakhir ada pesan yang kuterima dari orang tuanya. Mereka menitipkan Nick padaku karena sedang 'sibuk' bekerja. Izza sudah memberengut di hadapan Umi Hilda.

"Izza sama Oma saja ya, Miss Cle kan mau nemenin temennya Izza," kata Umi Hilda sambil mengusap pucuk hijab Izza.

"Miss Cle katanya sudah janji, hari ini mau menemani Izza Oma," kata Izza. Aku tak kuasa melihat gaya khas merajuknya, malah makin terlihat menggemaskan.

"Baiklah sayang, sini sama Miss Cle, tapi tidak apa-apa ya Miss juga menggandeng Nick," kataku.

Akhirnya Izza mengangguk lalu berada di sisi kananku sedangkan Nick berada di sisi sebaliknya.

Setelah sampai pada area kolam renang, semua pengantar dan guru-guru bersiap melakukan pemanasan. Saat ini netraku berpendar seantero kolam renang yang hanya terisi siswa TK Kuncup Bunga. Mereka mulai berkecipak dengan antusias. Anak-anak dengan air memang tak terpisahkan.

"Miss Cle senyum dong," kata Mas Gilang yang bertugas untuk mendokumentasikan setiap acara. Aku menutup sebagian wajahku dengan telapak tangan.

"Hehehe, jangan saya Mas, itu anak-anak saja," kataku sembari menunjuk anak-anak yang sedang berenang.

"Sedikit saja Miss, tadi semua guru sudah dapat kok fotonya. Miss Inge, Miss Sylvia, Miss Dewi, sudah semua," katanya. Aku hanya menggeleng. Namun ia merajuk beralasan untuk laporan jika aku ikut mendampingi.

"Baiklah mungkin dari samping saja ya Mas, saya tidak pede jika dari depan, hehe."

Sontak Mas Gilang langsung membidik lensanya tepat di samping kiriku. Lalu ia memperlihatkan hasil jepretannya padaku.

"Nih Miss dari samping aja cakep. Apalagi dari depan," katanya terkekeh. Aku hanya menarik sudut bibirku simpul lalu kembali fokus kepada anak-anak. Setelah mereka asyik bermain air dengan teknik gaya bebas, mereka berhamburan ke pendamping masing-masing yang sudah menanti di pinggir kolam. Aku menyambut Nick yang terakhir keluar dari kolam renang dengan pelukan. Kuusap rambut cokelatnya yang basah, tatapannya berbinar, wajahnya cerah saat memandangku.

"Miss Cle, tadi Nick berenang seperti diajarkan Dad kemarin," katanya antusias.

"Ya handsome, Miss Cle juga melihat, wusssh betapa melesatnya Nick tadi. Nick memang berbakat, kedua orang tuamu pasti bangga sayang," kataku sambil menangkupkan kedua pipinya.

"Semoga Miss, kata dad dan mama nanti berjanji akan jemput Nick," katanya memperlihatkan gigi yang berjejer rapi.

"Siap Nick, ayo lekas mandi dulu biar terlihat tampan saat menyambut mama dan dad."

Saat berada di lavatory, setiap kubikle dan area bilas masih terlihat penuh, serta tempat bilas di pinggir kolam pun penuh. Aku memutuskan untuk menunggu di tempat duduk pinggir kolam renang.

"Kita tunggu sebentar ya sayang."
"Iya Miss, tidak apa-apa, bolehkah Nick berenang sekali lagi?" katanya sambil menunjuk ke kolam renang yang sudah sepi.

"Mmm, sepertinya kita bersama Izza saja yuk Nick di sana, jika berenang lagi nanti semuanya sudah pulang dong," kataku.

"Okay baiklah Miss, tidak apa," katanya sembari menggenggam tanganku.

"Assalamualaikum Umi dan Izza, masih menunggu antrian bilas ya," kataku kepada Umi Hilda yang sedang menyisir rambut ikal Izza.

"Waalaikumussalam Cle, sini sayang. Hehe iya nih, mana penuh semua," kaya Umi Hilda dengan senyuman lembut.

"Oma oma katanya ayah, Miss Cle mau main kelumah, ya kan Miss?"

"Wah bagus itu Cle sayang, kapan hari ini?"

"Maaf Umi, Izza mungkin salah dengar. Kebetulan hari saya ini masih ada banquet event di hotel sampai sore."

"Oh begitu, padahal Umi udah seneng sewaktu Ahnaf dan Khadijah bilang kemarin tentangmu. Kebetulan hari ini ada syukuran buat Ahnaf baru saja pindah tugas. Yasudah tidak apa-apa mungkin lain kali ya sayang, ayo sepertinya sudah selesai itu orang-orang," kata Umi Hilda sembari menggandeng tangan Izza.

"Maaf ya Umi," kataku tidak enak. Mengapa semua jalan termudahkan saat berhubungan dengan Pak Ahnaf?
Aku dan Nick mengekori Umi Hilda dan Izza yang sudah dulu menuju lavatory.

"Miss aku mau pipis," kata Nick.

"Baiklah Nick, sudah bisa membilas sendiri kan sayang?" ia mengangguk.

Aku menunggu di depan kubikel lavatory. Setelah selesai, kubilas semua badannya dengan sabun yang sudah dipersiapkan dalam tasnya. Saat ini tersisa Thomas bersama mamanya dan Nick saja. Aku merasa menjadi calon ibu sekarang, bukan pertama kali memandikan seorang anak tetapi saat ini naluri keibuanku muncul seketika. Sungguh mengagumkan rasanya menjadi seorang ibu. Nick banyak sekali bercerita tentang Dad-nya sambil berseloroh. Tak sekali ia ikut mencipratkan airnya hingga khimarku sedikit basah. Tawaku tergelak.
***

Setelah selesai kami menuju TK Kuncup Bunga bersama Thomas dan ibunya. Izza terlihat sudah sangat cantik dengan balutan gamis berwarna pink. Ia melambaikan tangan mungilnya ke arah kami.

"Miss, dad dan mama belum datang ya," tanya Nick saat kami telah sampai di sekolah.

"Mungkin sebentar lagi sayang, ayo kita duduk di sana saja. Bukannya Nick mau bermain jungkat-jungkit?" kataku sambil menunjuk jungkat-jungkit.

"Ya benar Miss, tapi Nick maunya bermain sama Miss," katanya sembari menarik tanganku. Tanganku yang lain seakan tertarik oleh tangan seseorang.

"Miss Cle, Izza juga pengen main sama Miss," katanya merajuk semakin terlihat menggemaskan. Tawaku tergelak sendiri, merasa di perebutkan dua anak lucu, haha.

"Boleh, Izza dan Nick sebelah sana, Miss sebelah sini ya."

Mereka langsung berlarian dan terduduk di atas jungkat-jungkit. Gamis kecil Izza sedikit terangkat, namun ia dengan sigap menarik gamisnya. Tubuh mereka berdua seimbang denganku. Mereka tergelak lepas saat kakiku menaik turunkan jungkat-jungkit membuat pipi keduanya bergerak naik turun seperti squishy. Aku tertawa lepas, melihat pipi mereka yang menggemaskan, hingga tanpa ku sadari dua pasang mata membuatku salah tingkah.

Pak Ahnaf telah berada di seberang bersama dengan Umi Hilda, mereka tersenyum tipis. Mendadak pipiku memanas, astaghfirullah.

"Miss kok belenti, ayo lagi!" kata Izza.
"Sebentar ya sayang kakinya Miss mendadak lemas."

Saat netraku memutar ke arah yang lain, Kak Sylvia menatapku seakan singa yang akan menerjang mangsanya. Ia berjalan mendekat ke arah kami. Sontak aku berdiri.

"Cle... yang kutahu jungkat-jungkit ini hanya untuk anak-anak," katanya. Aku melihat ke arah jugkat jungkit tersebut. Memang bukan untuk seusiaku. Tapi kali ini ucapannya tidak dengan nada yang membentak namun tatapannya nanar.

"Iya benar Kak Sylvia, ini memang bukan untuk orang dewasa, makanya duduk saya menghadap ke samping tadi, terima kasih sudah mempedulikan saya," kataku.

"Aku hanya notice kamu saja. Dan hati-hati dengan kedekatanmu yang berlebihan pada anak-anak tertentu. Dapat menimbulkan masalah."

"Masalah bagaimana Kak?"

"Aku hanya memperingatkan." Lalu ia pergi meninggalkan kami.
Umi Hilda dan Pak Ahnaf menghampiri kami yang akan melanjutkan bermain.

"Izza sayang ayuk pulang, ayah sudah jemput ini, Maaf ya Cle sayang, kami mau mempersiapkan acara di rumah." kata Umi Hilda.

"Miss Cle jadi ikut Izza pulang ke lumah kan?" tanya Izza.

"Maaf sepertinya tidak sayang. Miss Cle ada keperluan ini sayang, dan Nick belum di jemput."

Namun Nick tiba-tiba berlari, mamanya telah datang dengan wajah yang lelah. Mama Nick tersenyum tipis lalu menuju mobilnya. Izza menarik ujung jari manisku, netra hazelnya selalu melemahkanku.

"Miss Cle, mau kah ikut pulang dengan kami? Khadijah yang meminta," tanya Pak Ahnaf.
Netraku membulat sempurna.

"Mohon maaf Pak Ahnaf saya benar tidak bisa," kataku dengan senyuman.
Umi Hilda memegang pundak Ahnaf, lalu tersenyum.

"Tidak apa-apa sayang, mungkin bisa lain kali," katanya sembari memelukku. Namun seketika badan Umi Hilda terkulai lemas dalam dekapanku. Pak Ahnaf langsung berlari.

"Umii!"
***

Aku mengusap pucuk hijab Izza yang sedang tertidur di atas pangkuanku. Izza kelelahan selepas berlari di lorong IGD tadi, ia tak berhenti menangis sejak di sekolahi. Akhirnya setelah kulantunkan sholawat, perlahan tangisnya berhent. Aku sungguh tak kuasa jika menjadi seorang Izza.

Pak Ahnaf baru saja datang dari shalat berjamaah, rambutnya masih terlihat basah oleh air wudhu, auranya memancar, ku netralkan hatiku, ghodul bashar Miracle!

"Maaf ya Miss jadinya merepotkan begini," kata Pak Ahnaf duduk berbeda tiga kursi dariku.

"Tidak, apa-apa Pak. Saya tidak merasa di repotkan."

"Sejak setahun yang lalu suasana rumah sakit ini tidak berubah. Masih jelas aroma ruang anyelir dan icu adalah tempat sehari-hari bagi kami. Setelah seminggu bundanya meninggal, Izza masih selalu bilang ingin ke rumah sakit untuk bertemu bundanya. Setiap malam ia selalu minta di lantunkan sholawat nurul huda oleh bundanya. Selepas kematian istri saya Umi yang bergantian membaca sholawat hingga Izza. Mungkin jika kejadian itu menimpa Umi, Allah meminta Umi pulang, saya tidak tahu akan bagaimana lagi."

Sholawat nurul huda kan yang aku bisikkan di telinga Izza tadi? Aku melihat malaikat kecil bernetra hazel ini sudah mengarungi samudera mimpi sejenak. Air mataku nyaris meleleh.

Pak Ahnaf melanjutkan ucapannya, "Izza menjadi pendiam tak seperti dulu apapun menjadi objek pertanyaanya. Namun setelah ia bertemu dengan Miss, Izza seperti menemukan nurul huda terpancar darimu, maaf maksud saya Miss. Hehe, entah kenapa suasananya semakin dingin ya Miss," katanya berseloroh, menutupi virus awkward-nya.

Sudut-sudut bibirku terangkat, berusaha kuatur degub jantungku yang sudah ter-nozz otomatis.

"Maaf ya Miss, jika saya tiba-tiba curcol seperti ini. Emm, terkait pertanyaan kemarin saya minta maaf atas nama Khadijah. Bukan maksud membuat Miss Cle bingung, tapi .... "

"Tidak apa-apa Pak, saya sangat senang jika hal itu membuat Izza menjadi lebih baik lagi."

Bibir Pak Ahnaf tercetak senyum memperlihatkan kedua lesung pipinya.

"Tapi pertanyaan Khadijah benar Miss, mau kah Miss menjadi madu saya?" katanya membuat tanganku terhenti mengusap kepala Izza.

"Menjadi madu bagiku dan Izza, menebar rasa manis pada kehidupan yang sama. Menjadi--istriku ..."

****

Jazakumullah Khoir sudah mau membaca sampai Part sekian

Semoga semakin kreyeng-krenyeng.

Maaf jika typo masih bertebaran.

Pokoknya ayaflu gengs.

Love, kinazadayu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro