Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 10 - Titik Terendah

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Aku pernah menjadi langit namun akhirnya dijatuhkan ke bumi. Aku pernah berada diatas, namun Sang Pemilikku meminta untuk mengubur sifat langitku ke dalam bumi.

***

Mawar B Bunda Izza

Bolehkah saya meminta tolong padamu? Bisakah kamu menemani Izza selamanya.

Miracle K. Ravegaf

Maksud ibu apa? Selamanya?

Mawar B Bunda Izza

Ya, selamanya. Saat kita akan pergi untuk pulang, akan ada yang pulang untuk datang. Seperti halnya kedatanganmu untuk Izza dan Ahnaf memberikan makna lebih dari sekedar datang. Tolong bantu saya untuk memeluknya, merawatnya, menjadi satu dari tulang rusuknya.

Mataku membelalak, terkesiap yang berkelanjutan. Apa yang ia pikirkan? its just a vision right?

Miracle K. Ravegaf

Maksud Ibu apa? Saya tidak paham. Maaf bukannya ibu sudah....

Mawar B Bunda Izza

Jadilah ibunya... istrinya...

"Cle... Cle!" Tangan Maryam melambai tepat lima centi meter depan wajahku. Sekelebat delusiku tentangnya kembali, aku memijit pelipisku yang mendadak nyeri.

"Kamu mikir apaan sih? Dari tadi aku manggilin, nggak baik sibling melamun itu. Karena saat melamun tahu nggak otak kirimu sedang dikuasai oleh otak kanan. Yang dimana saat itu, bisa dibilang salah satu otak kita hang. Ya walaupun ada penelitian yang menyatakan membuat kita lebih kreatif. Tetapi saat pikiran kosong bakalan membuat waktumu terbuang sia-sia," kata Maryam. Terkadang sisi kalemnya berubah menjadi banyak bicara, saat sudah berhubungan dengan aberasi walaupun tak berlebihan.

"Astaghfirullahal'adzim, iya Mar. Belakangan ini aku sedang berpikir banyak hal. How to Train Your Dragon misal," kataku terkekeh mencoba mencairkan suasana.

"Cle, please its not the time to kidding, i guess because after meeting Bang Marcel? Dan kita harus membatasi melihat intrik yang tertuang secara implisit dalam tayangan film itu Cle."

"Ya ya, afwan Mar bercanda. Not really, mungkin saja efek sedang rindu sama Bunda Hawa. Aku boleh main kesana nanti Mar?"

Lekukan bulan sabit tercetak di bibir ranumnya, "Nah dengan senang hati. Mungkin saja nanti kamu bisa lebih baik Cle. Aku tahu memang tidak baik bercerita hal kelammu kepada makhluk, dan sangat benar untuk libatkan Allah diatas segalanya, tetapi jika memang ada orang yang patut kamu curahkan, Bunda memang terbaik Cle."

Aku memeluknya lalu berkata, "Ya, Bunda Hawa memang yang terbaik Mar."

***

Setelah berkelut dengan presentasi kelompok, akhirnya mata kuliah "Media dan Sumber Belajar" selama tiga sks telah selesai. Aku berlajan ke depan fakultas Maryam mengekoriku. Maryam mulai sibuk membuka gawainya untuk memesan taksi daring. Saat ini Bang Tafa tidak dapat menjemput kami, karena harus menunggu dosen pembimbingnya yang notabene susah ditemui. Tak masalah bagiku, tapi masalah bagi Maryam yang sedari tadi kesal karena abangnya telah berjanji. Dua fakta saat Maryam akan menjadi semenyebalkan itu; Pertama, dia memegang teguh suatu janji. Kedua, disaat dismenore menderanya. Dan setelah ku bertanya, faktanya adalah efek dismenore disertai janji yang tak ditepati. Lengkap sudah.

"Sudah dapat belum Mar taxol-nya?" kataku sembari membenarkan tali tas punggungku.

"Belum nyangkut-nyangkut dari tadi Cle, apa karena sinyalnya ya? Yuk kita nunggu depan halte aja. Kayaknya sinyal disini agak down." Aku mengiyakan saja, karena gawaiku sedang tertidur pulas, sedangkan wifi kampus gangguan sejak dua hari yang lalu.

Di halte Bus Suroboyo banyak orang yang menanti sembari membawa botol-botol plastik. Ya, gerakan cinta bumi berbalut penantian. Penantian menunggu jodoh, eh, Bus maksudnya.

Tidak jauh dari tempatku berdiri, ada bapak ojek daring sedang berhenti mengecek gawainya dibawah pohon trembesi. Posisinya tidak jauh dari belokan pintu keluar kampus. Namun masih dapat memberikan celah untuk kendaraan lain berbelok. Selang beberapa menit setelahnya, ada mobil jazz berwarna putih yang keluar dari kampus dengan kecepatan tinggi. Entah pengemudinya sedang tidak fokus atau bagaimana, terjadilah tumbukan benda besi yang mengakibatkan bapak ojek daring itu tersungkur ke aspal. Seorang wanita keluar dari mobil, dan terlihat menyeringai ke bapak ojek daring itu.

Empatiku kadang berlebihan, saat melihat wanita itu menunjuk bagian mobilnya yang pesok lalu menunjuk ke wajah Bapak itu, menurutku sangat tidak sopan. Bapak itu hanya menunduk lesu, karena saat akan membuka mulutnya, wanita tersebut malah mencecarnya berkali lipat. Kugerakkan kaki mungilku ke arah mereka dengan cepat. Aku sampai tidak peduli Maryam sedang memanggilku. Langkahnya ikut mengekoriku. Yang ku herankan, sekian banyaknya orang yang berada di halte ini pasti melihat kejadian itu, tapi mengapa mereka tidak bergeming?

"Saya nggak peduli! Bapak itu sudah bikin mobil ini pesok! Memangnya Bapak tidak tahu kerugiannya berapa!" kata wanita itu suaranya sangat keras.

Bapak itu menggeleng, tubuhnya terduduk di aspal dengan tangan yang gemetaran.

"Woi Pak dengar tidak ucapan saya! Saya minta ganti rugi!" katanya dengan penekanan.

Bapak itu tidak bersuara apapun, namun jarinya nampak mengetikkan sesuatu digawainya, lalu memberikannya kepada wanita itu namun ditepis hingga nyaris terjatuh. Tetapi akhirnya diraih dengan uring-uringan.

Bapak itu hanya menunduk sembari menangkupkan kedua tangannya dengan bahasa isyarat yang kumengrti sedikit artinya,"Mohon maaf Mbak, saya dari tadi berhenti dan tidak ada rambu larangan berhenti disini. Mbak yang tiba-tiba datang dengan kecepatan tinggi."

"Ngomong apa sih Pak?! Alah banyak alesan Pak, pokoknya tetap salah bapak dong! Udah tahu ini dekat pintu keluar pake berhenti sembarangan. Duh, kalau cari duit tuh yang bener Pak. Mana pake bahasa isyarat lagi! Gini ini waktu saya jadi kebuang. Udah sekarang pokoknya saya minta ganti rugi!"
Hampir saja gawai itu terjatuh di aspal namun dengan sigap tanganku meraihnya.

Aku yang mendengarnya terkesiap, mulutku sudah tidak tahan dengan perlakuan wanita ini yang memakai asas wanita, karena slogan wanita yang tidak pernah salah. Oke, tetapi dimana logika berpikirnya jika berada di posisi salah malah tidak mengakuinya apalagi merendahkan orang lain hanya karena tuna wicara, Astaghfirullahal'adzim. Tatapanku sendu saat melihat bapak ojek daring itu menunduk lesu.

"Maaf Mbak permisi, mungkin saya lancang. Tetapi alangkah baiknya menepi dulu disini. Karena siang-siang begini memang panas jelas membuat emosi semakin panas. Saya dan teman saya melihat bapak ini sedari tadi berhenti disitu. Tiba-tiba mobil mbak wushh dateng lalu menutul bapak ini sampai tersungkur. Dan coba mbak lihat tanganya tergores aspal." Maryam sudah mengusap punggungku agar tidak sampai menjadi angin yang memperbesar api. Padahal Maryam yang dismenore.

"Mbak nggak usah ikut campur ya!" katanya menoleh ke arahku, lalu kami terkesiap bersamaan. "Miracle?" katanya.

Aku menelan salivaku lamat-lamat. Mengapa harus dia lagi?

"Ya Margie, aku Miracle," kataku lirih.

Margie memindaiku dari atas sampai bawah, ia memandangku sarkas. Sesekali ia berdecih, memutar bola matanya lalu menaikkan salah satu sudut bibirnya.

"Apa-apaan pakaianmu ini? Mana lekuk tubuhmu dulu wahai primadona UP? Nggak lama keliatan di kampus eh nyasar ke sini? Coba aku tebak. Kamu pasti di usir dari keluarga Ravegaf? Atau mereka sudah muak ya memiliki anak sepertimu?" katanya terkekeh.

Jantungku seakan terpompa lebih cepat, semua aliran darahku berkumpul di otak sangat ingin membungkam mulutnya yang menyayat. Seperti ada yang sedang berbisik di telinga kananku, istighfar Cle.

Netraku melihat Maryam terkejut juga, ia hanya mengerjap bingung. Pun bapak ojek daring itu yang sekarang terduduk sembari mengusap tangannya yang terluka dengan tisu.

"Ya, apa yang salah dengan pakaianku Margie? Apa membuatmu terusik? Tidak kan? Perkara keluargaku hanya Allah dan mereka yang tahu."

Margie justru tertawa semakin keras, lalu menatapku lagi seraya berkata,"Hahah sungguh bodoh pilihanmu Miracle. Kamu telah memiliki segalanya, lalu ditinggalkan segamblang itu hanya untuk sebuah pernyataan bodohmu! Oh tapi aku sangat senang sekali setelah kepergianmu. Akulah yang sekarang menjadi primadona itu Cle."

Hatiku teriris melihatnya yang dulu seperti kapas berubah menjadi bongkahan batu tak berbentuk, hanya karena kejadian itu...

"Aku tidak pernah menyesali pilihan ini Margie. Yang kusesali adalah mengapa tidak dari dulu aku mengenal keindahan ini. Aku tidak peduli dengan sebutan primadonamu itu, karena bagiku semuanya merupakan hal yang fana, pun kehidupanmu. Dan ingat aku-sangat bahagia sekarang."

Margie nampak kesal merasa tertohok dengan setiap ucapanku, karena biasanya aku hanya diam. Ia menyeringaiku. Hampir saja tangannya mendorong tubuhku namun sensorik otak merefleks untuk segera menghindar.

"Bahagia? Melihat mamamu setiap misa selalu nampak bersedih hati, kamu segamblangnya bilang bahagia Miracle? Sungguh munafik ucapanmu wahai human. Dan oh ya, aku telah bertunangan dengan Derryl," katanya tersenyum bangga sambil menunjukkan jari manisnya melingkar cincin permata.

Mengapa ia harus membawa mama dalam ucapannya. Berusaha ku mengatur hati yang bergemuruh ini. Jika dapat terlihat sudah terdapat pedang yang menghunus tepat di jantung jika itu bersinggungan dengan mama, aku beristighfar dalam hati.

"Aku tahu, mamaku pasti bersedih sekarang, tetapi waktu yang akan membuatnya bahagia. Untuk perkara Derryl, aku sudah tidak peduli Margie," kataku terdengar santai. Sesekali kita harus menjadi bebal agar tak sampai diinjak mentah-mentah.

"Cih! whatever Miracle. Karena aku sangat kasihan melihatmu sekarang!" Lalu ia melihat bapak ojek daring itu lagi.

"Hei Pak, saya tetap meminta ganti rugi jumlahnya sejuta!"

Bapak itu makin terlihat lemas, ia merogoh dompetnya yang terlihat tipis. Ya Allah!

"Sudah tidak perlu meminta kepada Bapak itu Margie! Aku yang akan mengganti rugi atas mobilmu. Asal kamu tahu Margie, bukan hanya mobilmu butuh yang diperbaiki sepertinya hatimu juga butuh di perbaiki. Okay mana nomor rekeningmu, aku akan mengirim uangnya sekarang."

Kutatap Margie lamat-lamat, sepertinya ia makin naik pitam.

"Shit! Aku tak sudi menerima uangmu! kalian memang sama saja! Sudah! aku malas membuang waktuku hanya untuk bergelut dengan orang tidak berguna seperti kalian!" katanya sembari menunjuk wajah kami. Lalu menuju mobilnya.

"Hei Pak tua, singkirikan motor bututmu di depan mobilku!" katanya menoleh sembari menunjuk ke arah motor.

Sontak Aku dan Maryam membantu meminggirkan sepeda motor Bapak itu ke atas trotoar. Bapak itu masih gemetaran dengan kejadian sekelebat tadi. Mobil Margie sudah melesat diikuti suara knalpot yang memekikkan telinga, terdengar umpatan yang nyaris seperti angin lalu bagiku.

Maryam memberikan botol air mineral kepada Bapak itu dan aku. Entah sejak kapan ia membelinya, you are the best sist!

"Cle jangan di ambil hati ya... Aku tidak membenarkan ucapanmu tadi, tapi aku sungguh salut dengan kata-katamu yang membela kebenaran."

"Iya Mar, aku hanya tidak suka melihat orang menindas seenaknya. Kebetulan kami saling kenal satu sama lain, dan dia yang membuat api terlebih dahulu Mar."

"Ya Cle, aku tahu bagaimana perasaanmu. Tapi saat kamu ikut marah, saat itu juga panah setan mengikuti setiap aksaramu yang terucap, baik sadar atau tidak kita sadari itu... habis ini kita berwudhu ya Cle. Api dapat diredamkan dengan air bukan?"

Hatiku tersentak, aku tidak bisa melakukan pembenaran atas rasa kesalku, tapi aku juga manusia biasa. Yang hatinya terbolak-balik, mengikuti hawa nafsu yang bergejolak. Aku mengangguk menatap Maryam. Lalu pandanganku tertuju pada bapak ojek daring yang sedang mengetik sesuatu digawainya.

Ia menyerahkan gawainya padaku yang berbunyi, "Jazakumullah khoir Mbak-mbak cantik, semoga Allah yang membalas semua kebaikan kalian. Saya sungguh berterima kasih."

Aku membalasnya, "Amiin yaa rabbal 'alamiin, sudah kewajiban kita sesama muslim Pak, Apakah Bapak tadi sedang menunggu penumpang?"

Bapak itu tersenyum, ia menggerakkan jari lincahnya lalu memberikannya padaku, "Tidak Mbak, saya tadi kebetulan rehat sebentar, tetapi Allah Maha Baik, saya menjadi belajar banyak hal setelah kejadian ini agar lebih berhati-hati."

Hatiku bergetar tatkala membaca tulisan Bapak itu, saat ia dirundung suatu masalah, hatinya tetap memuji Allah Maha Baik. Apalah aku yang masih merangkak seperti ini. Kejadian ini ada dua kemungkinan yang tak dapat dinalar. Bapak itu yang baik, atau aku yang di gerakkan menjadi orang baik. Allah yang mengetahui segala sesuatu.

"Masya Allah, sungguh saya juga belajar banyak hal dari Bapak. Boleh saya meminta nomor telepon bapak? Mungkin Bapak menerima jasa antar jemput, jika lagi tidak ada penumpang."

Kedua matanya berbinar, ia segera mengetikkan nomor teleponnya dan menyerahkannya padaku.

"Alhamdulillah, Iya Mbak saya insya Allah bisa. Ini nomor saya 0896xxxxxxxx."

Aku mengangguk Maryam mengkodeku untuk berjalan ke arah mobil taksi daring yang sudah menunggu. Aku melambaikan tangan saat bapak itu melempar senyum.

***

Kedua kakiku sampai di rumah bernuansa klasik dengan beberapa vas bertuliskan arab membuatku mengingat delapan purnama yang lalu. Saat kerapuhan masih meradang, sempat ingin goyah kembali pada jurang. Namun uluran tangan mereka yang menarikku kembali pada jalan yang terang.

Wanita paruh baya berparas arab menyambutku dengan pelukan damai khas seorang ibu. Bunda Hawa menghunjam pipi kanan kiriku bergantian. Maryam beranjak ke dapur untuk mengambil jus stroberi kesukaanku.

"Masya Allah anak bunda satu ini ya, padahal ngodenya uda lama, baru nyampek sekarang. Kamu sehat kan Nak?" katanya sembari menangkupkan kedua pipiku.

"Alhamdulillah baik sekali, Bunda Hawa gimana? Maafkan Cle ya Bunda, karena memang kesibukan akhir-akhir ini menggila."

Maryam datang membawa satu pitcher jus stroberi yang melambai-lambai ingin direnggut.

"Tidak apa-apa Cle, Oh iya ini sayang diminum. Bunda ini baru aja ngejus stroberi, kayak kerasa kalau anak bunda ini akan singgah," katanya terkekeh.

"Wah ternyata bunda sakti ya bisa tahu kalau si Cle mau kesini. Padahal Maryam nggak ngabarin," kata Maryam ikut bercengkrama di ruang tengah.

"Hahah jangan menyepelekan feeling seorang Bunda ya." Kami terbahak, Bunda Hawa memang selalu membuat nyaman siapapun di dekatnya. Tawanya dapat membuat kita tertawa juga.

Setelah sholat Isya' paku-paku yang menancap dalam hati ingin kucabut perlahan. Kuceritakan apa yang ada dalam kekalutanku kepada Bunda Hawa tentang orang-orang yang membuatku kecewa. Dapat dikatakan, saat ini merupakan titik terendahku. Hafalanku mengabur, sholatku terlambat, amalan sunnahku terputus, semua pasca bertemu satu persatu dengan orang - orang terdekatku dulu. Hatiku mengecil saat mereka masih menyiratkan luka yang mendalam. Bunda Hawa mendengarkanku dengan baik, sifat Maryam setali tiga uang dengan Bunda Hawa saling mengasihi.

"Sikap terberat bagi hamba yang tersakiti adalah memaafkan tanpa ada dendam. Dan untuk perasaanmu yang tidak suka berkumpul bersamanya atau ketidaknyamananmu itu maka alihkan kepada kebencian terhadap 'perbuatannya', bukan kepada individu atau orangnya. Karena panutan kita Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wasalam tetap menerima keislaman Wahsyi setelah perang uhud. Seorang budak hitam (orang suruhan Hindun istri abu Sofyan) yang telah membunuh paman tercinta yaitu Sayyidina Hamzah dengan cara menombaknya dari jauh kemudian memutilasinya dan mengeluarkan jantungnya, tetapi Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wasalam pun tetap memaafkan dan mengampuni Wahsyi, meski beliau mengalami kesulitan menatap wajah Wahsyi dan berkata jangan biarkan aku melihatnya lagi, bukan karena benci pada Wahsyi, tetapi karena akan membuat kesedihan beliau teringat lagi keadaan paman beliau kala syahid... lalu Cle jadilah pemaaf seperti Nabi Yusuf 'alaihi salam memaafkan saudara-saudaranya yang sangat jahat padanya, ingatlah sebagaimana ayat Allah sayang.yang berbunyi :

"Tak ada celaan bagi kalian di hari ini, semoga Allah mengampuni kalian." (QS. Yusuf: 92)

"Tidak cukup bagimu menambah paku didalam hatimu sayang? Mulailah memaafkan dirimu sendiri, lalu orang lain."

Aku tergugu dalam pelukan Bunda Hawa. Maryam mengusap punggungku sembari menyeka air matanya. Aku menyesal telah hampir menghardik Margie, sempat terbesit dalam hati dia orang kafir yang tak berhati, lalu keluarga Ravegaf yang dengan jelas mencecarku. Astaghfirullah.

***

Setelah berkelut dengan paksaan dari Bunda Hawa dan Maryam untuk menginap, akhirnya mereka menyerah. Bang Tafa yang baru saja datang kaget melihatku, entah aku seperti mendengar degub jantungnya.
Ia hanya mengangguk pasrah untuk mengantarku pulang bersama Maryam.

Mobil fortuner hitam melenggang menyusuri jalanan surabaya. Aku menerawang ke langit hitam dengan titik-titik cahaya abstrak. Sesampainya di persimpangan terlihat penuh oleh berbagai kendaraan keluaran jepang, lampu dan klakson beradu membuat netraku melihat ke arah masjid di pinggir jalan. Terlihat sosok pria berkemeja gainsboro keluar dengan rokok di tangan kanannya. Namun tangan lain menggenggam tangan seorang wanita, Dia adalah... Pak Ahnaf dan Kak Khadijah...

Mawar b Bunda Izza
Jadilah ibunya... Istrinya...

Apa bisa itu benar menjadi nyata?

****
Jazakumullah khoir semuanya

Selalu update malam ya menemani bubuk kalian gengs

Semoga Makin kesini MS dapat di terima hati kalian.

Maafkan jika Alurnya so slow

Maafkan kebucinan Cle yaw.

Barakallah fiikum

Selamat tidur, ayaflu.

Love, kinazadayu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro