Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 4 - Cowok Keren dari BanaNa Lovado

Di Mulmed ada tokoh baru. Gimana kesan pertamanya? Hehehe

Jangan lupa vote, komen, dan share, yaaaa. Makasiii

Kisah sebelumnya

"Tuh kan, aku emang nggak punya apa-apa."

Cinia menerima mangkuk terakhir dari Aran.

"Cin ... lo masih punya gue, kok."

Mendengar itu, tanpa sadar mangkuk di tangan Cinia terlepas.

Refleks Aran bergerak cepat untuk menangkap mangkuk yang terjatuh. Sayangnya, tangan cowok itu masih berlumur sabun hingga tak mampu mencegah mangkuk menghantam lantai.

Desahan panjang Aran terdengar. "Lo nggak apa-apa?"

Cinia menggeleng. "Aman. Itu 'kan melamin."

Aran memutar bola matanya kesal. "Bukan masalah mangkuk. Lo .... Ah, sudahlah." Cowok itu membungkuk, mengambil mangkuk, mencucinya, dan meletakkannya di tempat penirisan tanpa bantuan Cinia. Dia menelan kembali semua kata yang hendak diucapkan.

Kadang, bicara dengan Cinia terasa begitu rumit.

Keduanya masih tak banyak bertukar kalimat sampai akhirnya tiba di sekolah.

"Oke, sampai ketemu pulang sekolah. Jangan lupa bekalnya dihabisin." Aran bersedekap di hadapan Cinia yang mendongak ke arahnya.

"Iya, iya." Cinia mengibaskan tangan menyuruh Aran lekas menyingkir dari kelasnya. Cewek itu tak ingin sesuatu terjadi pada Aran jika berdiri lebih lama di depan kelas yang setiap jam masuk selalu dipenuhi cewek-cewek ganas itu.

Cinia mengempaskan diri ke kursi dan mengeluarkan kotak bekalnya untuk dimasukkan ke kolong meja. Tak lama sesudahnya, keributan itu pun dimulai.

"Ladies, pesanan kalian nyampe, nih! Special delivery dari Chef Bana Candika!" Suara rendah penuh keceriaan terdengar dari arah pintu.

"Mana pesenan gue?" Suara melengking cewek bertubuh tinggi langsung menyambut sembari melambai ke arah pintu.

"Brownies-nya bawa dua nggak?"

"Puding cokelat gue mana?"

"Pretzel-nya berapa duit, sih? Orderan gue kok lo batalin."

"Chocolate bread! Yaay, sarapaan!"

"Duh wangi coffee bread lo enak banget!"

"Wah, banana bread-nya masih anget! Mantul!"

"Banaaa! Lo kok ganteng banget pagi ini!"

Oke, kalimat yang terakhir bikin bulu kuduk Cinia berdiri mendadak.

Begitulah, suasana carut-marut di kelas Cinia lima belas menit sebelum kelas dimulai. Di depan kelas, berdiri seorang cowok jangkung dengan rambut cokelat gelap yang di-style sedikit berantakan, tampak membagi-bagikan kantong-kantong kertas beraroma manis lezat.

Logo sederhana dan elegan bertuliskan BanaNa Lovado berwarna hitam dibingkai frame persegi. Terlihat berkelas sekaligus mahal.

Tawa renyah mengiringi ucapan terima kasih yang terus diulang setiap kali kantong roti berpindah tangan. Siapa yang tidak kenal Bana Candika, salah satu dari jajaran cowok most wanted di SMA Aswatama ini.

"Bana!" Diatry mendadak mengangsurkan tangannya. "Pesenan aku ada, kan?" Cewek itu mengerling manja.

"Selalu ada kalau roti yang kamu pesen. Best seller sih di BanaNa Lovado." Bana menyerahkan pesanan Diatry dengan santai. "Terima kasih banyak sudah menjadi pelanggan setia."

Diatry hanya tertawa. "Tapi, beneran deh, ini merusak dietku."

"Makanya ikut Klub Panahan kayak aku, biar pun makan banyak, kalorinya nggak akan sampai ngumpet di badan." Tawa renyah Bana terlihat memamerkan deretan gigi putih yang rapi. Tangannya yang kini bersedekap memperlihatkan betapa kukuh lengan di balik seragam berlengan panjang yang digulung tinggi itu.

"Udah kelas tiga, nggak akan sempet ikutan klub." Diatry balas tertawa.

"Kan ikut latihan nggak harus aktif di klub. Asal mau bayar uang bulanan aja."

"Ih, mata duitan."

Keduanya lagi-lagi tertawa disaksikan banyak cewek yang iri karena Diatry begitu mudah untuk bicara dengan cowok ganteng mana pun.

Sementara itu, alih-alih mendengarkan percakapan keduanya, Cinia justru menelan liurnya. Bentuk roti-roti yang dikeluarkan dari tempatnya begitu cantik. Cewek-cewek di kelasnya langsung menikmati roti-roti pesanan mereka sebelum tanda masuk terdengar.

Namun, yang paling membuat Cinia mupeng tentu saja triple chocolate bread yang kini dipegang oleh Diatry. Ukurannya sedikit lebih besar dari telapak tangan, dengan warna cokelat gelap, dan glazing cokelat cair mengilap di atasnya. Belum lagi chocochips menyembul tanpa malu-malu di beberapa bagian. Cinia bisa membayangkan betapa manis dan lembutnya roti yang kini masuk ke mulut Diatry. Tanpa sadar Cinia ikut menganga seolah ingin makan.

Namun, cewek itu menggeleng dan menunduk menyiapkan buku pelajaran. Dia tak boleh tergoda. Harusnya dia sudah kenyang seusai makan bubur ayam tadi.

"Bana!" Suara pria dewasa menyentak seisi kelas. Semua murid langsung rusuh duduk ke kursi masing-masing. Cewek-cewek dari kelas lain pun berhamburan keluar kelas.

Bana melirik ke arah jam dinding di depan kelas. "Masih sepuluh menit sebelum jam masuk, Pak." Cengiran tak bersalah terpampang nyata. Pasti membuat pria paruh baya di hadapannya merasa jengkel.

"Jangan berjualan di sekolah! Kamu tahu kan peraturannya!" Pak Harun guru fisika berkacak pinggang. Namun, tingginya yang hanya 162cm tampak pendek dibanding Bana yang menjulang hingga 179cm itu.

"Ini nggak jualan, Pak. Enggak ada transaksi uang yang terlibat di dalamnya. Iya nggak temen-temen?" Bana mengedarkan pandangannya ke seantero kelas dan mengerling.

"Iya, Pak!"

"Bana cuma ngasih roti buat sarapan."

"Bana 'kan ganteng, Pak!"

Bana mengangguk-angguk puas. "Saya hanya membantu teman yang belum sarapan atau bosen makan siang di kantin agar kenyang dan bisa fokus belajar."

"Bana membantu sekolah, Pak!" Lagi-lagi suara cewek menyelutuk.

"Ban, Pak Harun bawain roti juga, dong!"

"Saya tidak menerima sogokan!" Pak Harun menyipitkan mata tak suka.

"Oh, saya pikir, istri dan anak bapak akan suka selusin truffle cokelat stroberi??" Bana memasang wajah berduka. "Sayang sekali. Padahal saya mau membawakannya besok kalau Bapak mau."

"Wah, itu kan set langka yang selalu habis kalau aku mau pesen." Suara cewek lain menimpali.

"Butuh waktu sebulan untuk booking setnya."

Pak Harun berdeham dengan gaya sok jual mahalnya. "Yah, kalau kalian memaksa, Bapak tunggu rotinya besok."

Anak-anak langsung bersorak-sorai yang tentu disambut bentakan dari pak Harun agar tenang.

Begitulah kericuhan yang terjadi setiap pagi di kelasnya. Tidak hanya warga 12 MIPA 3, kadang cewek-cewek dari kelas lain bahkan IPS pun hadir mengambil pesanan yang sudah dibayar via transfer hari sebelumnya. Cinia tak bisa membayangkan jika Aran ikut terlibat dalam kerusuhan tadi.

Banyak guru protes karena mereka mencium aroma roti kental di dalam ruangan setiap mengajar pagi di kelas ini. Namun, bukankah ini lebih enak daripada wangi pengharum mobil yang digantung di kaca spion?

Cinia tak peduli. Karena baginya sama saja. Kelas tetap terasa seperti biasa. Tidak ada aroma apa pun yang bisa dihidunya.

Kosong.

Seperti menghirup oksigen bersih di waktu pagi.

Jam makan siang pun tiba. Mereka yang berduit akan memenuhi kantin untuk membeli makan. Sebagian memilih memakan roti dari BanaNa Lovado. Lalu, hanya segelintir yang seperti Cinia membawa kotak bekalnya sendiri.

Ralat.

Kotak bekal yang dibawakan Aran untuknya.

Cinia membuka kotak bekalnya dan tertegun melihat empat potong onigiri sebesar genggaman tangan berbalut lembar nori hijau gelap. Cewek itu menarik napas. Lagi-lagi empat potong. Gimana makannya?

Namun, Cinia tak punya pilihan. Aran akan mengomel tujuh hari tujuh malam dan justru akan menambah porsi bekalnya jika tidak dihabiskan. Maka, seusai membaca basmalah, Cinia pun menggigit onigiri pertamanya.

Karage mayo. Ada manis yang sedikit terasa di lidah dari saus mayonya. Cinia tak begitu suka pedas yang menyayat. Ia tak pernah mengerti mengapa ada orang yang suka merasakan sensasi pedih di lidah itu. Masokiskah mereka suka sekali menyakiti diri sendiri?

Sekali lagi Cinia mencoba menghirup aroma onigirinya.

Kosong.

Pertama kali Aran mengetahui penyakitnya pun tak bisa mengerti hubungan antara penciuman yang rusak dengan nafsu makannya yang tiada. Padahal, kalau manusia terkena pilek dan penciuman mampet, kebanyakan orang hanya akan merasakan pahit ketika makan.

Bukan ... itu bukan karena lidahnya mengalami malafungsi karena virus. Namun, karena aroma masakan tak tercium, maka rasa masakan pun menjadi hambar. Umumnya hanya pedas dan manislah yang masih jelas terasa. Namun, bagi Cinia pedas adalah siksaan. Jadi, manislah yang menjadi rasa utamanya.

Maka di sinilah Cinia berusaha menjejalkan empat potong onigiri satu per satu ke dalam mulutnya meski nyaris tak merasakan apa pun.

"Hei! Lo kok nggak beli roti?" Suara berat itu membuat Cinia tersentak dan mendongak.

Cowok paling ganteng di kelas itu sudah berdiri di sebelahnya. Mata dengan iris hitam itu memandangi onigiri yang digenggam cinia.

"Kenapa harus beli?" Cinia mengerutkan alis keheranan.

Bana menarik salah satu kursi kosong dan duduk dengan posisi sandaran di depan dadanya. Kedua tangan cowok itu dilipat dan menumpukan kepala di atasnya. Kini pandangan mata mereka hampir sejajar.

"Cuma lo satu-satunya cewek di sekolah ini yang belum pernah beli roti dari BanaNa Lovado."

"Hah? Kamu hafal?"

Bana menyugar rambutnya penuh kebanggaan. "Gue hafal semua nama customer dan roti kesukaan mereka. Anggap ini adalah skill yang wajib dimiliki semua pedagang."

"Aku udah punya bekal." Cinia menggerakkan kepalanya ke arah kotak bekal Aran yang menyisakan satu nasi kepal.

"Lo kelihatannya nggak suka sama makanannya. Buatan pembantu lo?"

Cinia terkekeh membayangkan Aran menjadi seorang pembantu golongan menengah dengan kaus oblong, lap kotor di bahu, dan celana ngatung.

"Bukan. Tapi harus kuhabiskan."

"Tapi, 'kan lo nggak doyan."

"Keliatan banget, ya?"

Bana hanya tertawa. "Muka lo nggak enak diliat."

"Jahat!"

"Sorry-sorry. Nih, gue kasih mini cake cokelat. Tukeran sama onigiri lo. Kebetulan gue kangen onigiri. Kayaknya enak."

"Serius?" Cinia membelalak melihat kue cokelat yang kini ada di atas piring kertas yang baru dikeluarkan dari kantongnya.

Bana mengangguk dan tak menunggu langsung memakan onigirinya. "Wow, ibumu yang masak?"

"Teman."

"Baik banget temen lo. Enak banget ini. Nasinya pulen dan wangi. Norinya juga tetap renyah dan cocok banget sama karage bermayo. Tumben manis. Biasanya karage mayo itu pedas."

Cinia hanya membulatkan mulutnya tak acuh.

"Gimana rasa roti buatan gue?" Bana mengamati Cinia yang mulai mengunyah rotinya.

"Manis. Enak."

"Woh iya ... Bana gitu, loh!" Namun, Bana masih juga penasaran. "Kalau enak, kenapa nggak pernah pesen? Nggak kepo? Ini ngetrend lho di sekolah."

Cinia terkekeh. "Kamu nggak kenal aku, 'kan?" Cewek itu tersenyum tipis. "Namaku Cinia in case kamu belum tahu meski kita sekelas. Aku nggak ada uang. Sekolah aja ngandelin beasiswa." Ya, buat apa orang sepopuler Bana mengenal cewek sepertinya.

Tidak ada balasan. Cinia mendongak "Ketawa aja kalau mau ketawa. Soalnya momen langka bahwa di sekolah elit ini kamu bisa berhadapan dengan orang yang nggak bisa beli roti seharga dua puluh ribu sepotong."

"Kenapa harus ketawa? Wajar, 'kan? Ini masalah prioritas. Sama kayak gue nggak pernah ngerti kenapa ada orang yang ngabisin duit buat beli barang di game sampai jutaan. Padahal, nggak ada wujudnya."

Cinia terdiam dan sejurus kemudian dia tersenyum.

"Kamu unik, ya?"

Bana meletakkan jari telunjuk dan jempolnya di bawah dagu. "Bana gitu, loh!"

Cinia berterima kasih atas rotinya.

"Hei, boleh tahu siapa teman yang memasak bekalmu? Aku ingin tahu. Apa dia ikut Klub Masak juga?"

Cinia menarik napas mendengar pertanyaan itu. "Aran. Ketua Klub Masak tahun kemarin. Kenal?"

Wajah Bana menjadi sekaku karang.

280222

Buat yang udah tahu nasib Bana, jangan spoiler, ya!

Biar pembaca baru seneng sama kekompakan Trio ABC yang tak terpisahkan!

Oh, iya. Enggak bosen Shirei ingetin untuk siap-siap PO Magicamore Arancini.

Gimana covernya? Manis kan?

Sampai jumpa lagiii!

250221

Duaaaar!

🟢 kesan kamu sama Bana?

🟢 Sama Aran, suka yang mana?

🟢 Kenapa Bana kelihatan shock pas denger nama Aran?

🟢 Btw, kamu suka roti?

🟢 Roti fave apa nih?

🟢 Cokelat?

🟢 Susu?

🟢 Srikaya?

🟢 Atau roti apa?

Shirei roti tawar (heiiiiii)

Jangan lupa tungguin kisah ABC ini Senin depan, yaaa!!! 😘😘

Oh iya, jangan lupa follow instagram kami untuk mendapatkan info terkini tentang Magicamore Arancini dan keseruan berbagi ha-di-ah. Heheee.

Magicamore Arancini: @magicamorearancini

Penulis: @shireishou

Publisis: @reyhan_rohman

Supported by:@wattpad_storyyyy @catatanwattpad_id @wattpad.diary @wattpadandmovie @wattpadquotes_id

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro