Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 3 - Bubur Diaduk versus Bubur Nggak Diaduk

[Jangan lupa open PO masih ada, yaa! Banyak Bonus menantii.
Langsung buka link di gambar, yaaa!
Http://bit.ly/po_arancini ]

Kisah Sebelumnya

"Oke, jadi mau pesen apa? Biar gue naik motor aja biar cepet."

"Satu kumplit, pedes, dan pakai satai hati empat tusuk buat kamu. Lalu buat aku, satu porsi bubur nggak pake ayam dan cakwe, nggak pake kacang, nggak pake seledri, pake sambel, kecap banyakin, dan kerupuk."

"CINIAAAAA!!! ITU SIH BUBUR POLOSAN DOAAAANG!"

Aran butuh waktu cukup lama untuk berdebat agar Cinia mau memasukkan setidaknya suwiran ayam dan satai telur puyuh ke mangkuk buburnya. Pada akhirnya, Cinia berhasil dibujuk—tepatnya dipaksa—untuk mulai makan.

Seperti biasa, jika Papa Cinia, Benny, sedang dinas ke luar kota, mereka selalu makan bersama di rumah Cinia. Tepatnya, Aran yang tiba-tiba datang tak diundang dan pulang tak diantar. Namun, jika Benny ada, bahkan Aran akan kesulitan untuk sekadar menemui cewek itu. Jadi, pagi ini pun, setelah semua persiapan ke sekolah beres, mereka duduk berhadapan untuk sarapan bersama.

Meskipun keduanya hanya makan di meja plastik tua tanpa taplak, kursi plastik bersandaran busa tipis yang tidak empuk, rasanya tetap menyenangkan. Bagi Aran, kesempatan untuk makan bersama Cinia adalah momen yang harus dilestarikan agar terhindar dari kepunahan.

Dengan gerakan lambat, Cinia menuangkan banyak sekali kecap manis. Ada senyum puas ketika melihat buburnya menjadi kehitaman. Dengan santai, cewek itu mulai menyendok dari tepi.

"Apa sih susahnya makan bubur ayam lengkap, Cin?" Aran pun dengan sigap menuangkan sambal cukup banyak ke bubur ayamnya.

"Yang aneh tuh kamu. Masa' pagi-pagi makan buryam pakai sambel. Banyak bener pula! Mules lho nanti!" Cinia bersungut.

"Enak tauk!" Aran tak acuh dan mulai mengaduk buburnya.

Suara decakan Cinia terdengar jelas. "Buryam tuh pakai kecap! Harus manis! Terus nggak diaduk! Itu baru cara tepat makan buryam. Valid! No debat!" Cinia mengangkat jempolnya.

Aran meringis geli melihat ekspresi Cinia saat memandang bubur diaduknya dengan tatapan mengasihani.

"Justru karena diaduk, semua rasa meresap ke dalam kalbu. Lalu pedas adalah rasa yang bikin semangat. Itu menurut resep yang ditulis Nonna." Aran mengenang kalimat yang tercatat dalam salah satu buku resep lusuh milik Nonna yang kini ada di tasnya.

"Lagian," Cinia kembali membantah. "kalau diaduk kan mirip ..."

"Stop!" Aran mengangkat tangannya. "Gue tahu lo mau ngomong apa. Tapi, kita lagi makan. Debatnya ntaran aja."

Cinia terkekeh pelan merasa menang. "Btw, gara-gara omongin debat, jadi keinget ada cewek yang ngajak aku debat beberapa hari lalu. Dia minta tolong setengah maksa supaya aku mau dititipin surat cinta buat dikasih ke kamu. Syaratnya, ngasih suratnya harus di sekolah!"

"Hah?" Aran tampak kebingungan.

"Iya, jadi dia nggak mau aku ngasihinnya di rumah. Harus di sekolah dan di depan dia juga." Lagi-lagi Cinia tertawa sebelum kembali menyuap satu sendok bubur lagi ke mulut dan memberi jeda untuk menelannya. "Terus ngapain harus titip aku, kalau dia juga ada di sana coba?"

Aran mencebik sembari mengangkat bahu. "Gue nggak pernah ngerti jalan pikiran cewek."

"Eh, jangan salahin gender, dong! Fan-fanmu tuh yang aneh-aneh, tauk! Diatry juga tuh. Pas kamu sakit, ngeyel banget mau nengok. Kularang juga masih juga ngajak ribut."

"Lo diganggu?"

Cinia menggeleng. "Mana bisa dia ganggu aku. Cuma aneh aja sih segitunya maksa nengok orang yang sakit belum 24 jam. Kasihan kan padahal kamu pasti mau istirahat dulu."

Aran tersenyum tipis. "Thanks. Lo emang paling pinter dan pengertian sesekolah!"

"Ya iya ... Cinia 'kan emang kece!" Cinia menepuk dadanya bangga dan disambut tawa renyah Aran.

"Terus, ini surat-suratnya mau diapain?" Cinia kembali teringat beberapa surat yang ada di laci kamarnya.

"Siniin. Ntar gue tolakin semuanya." Wajah serius Aran justru membuat Cinia tersenyum.

"Ih, sok jual mahal. Nanti kalau jomlo seumur hidup, baru nyesel, lho! Ada yang baik kok, dari kelas MIPA 5. Lumayan manis juga." Cinia berusaha mengingat-ingat.

"Hilih, tahu dari mana dia baik?" Aran mengunyah sate hati-ampelanya perlahan.

"Sosial medianya dong. Facebook-nya aktif dan selalu sharing hal-hal baik. Bahkan curhat pas kesel sama guru pun pakai bahasa sopan banget."

"Kamu stalking?"

Cinia menggerak-gerakkan telunjuk ke kanan dan ke kiri sembari berdecak. "Wrong! Aku hanya membantumu mencari kandidat yang sesuai."

"Emang FB lo aktif? Sejak gue buatin akun Facebook pas tugas bikin fanpage dulu itu, rasa-rasanya FB lo mati."

"Aktif kupakai, kok." Cinia kembali menyuapkan bubur ke mulut.

"Mana postingannya? Gue nggak pernah lihat."

Cinia hanya tersenyum membalasnya.

Aran menyerah. Kadang, Cinia hanya menggunakan senyum khasnya untuk menyudahi sebuah pembicaraan yang membuatnya tak nyaman. Itu artinya Cinia tak ingin melanjutkan perbincangan apa pun tentang topik itu. Aran pun lagi-lagi memilih mundur. Mungkin Cinia hanya segan jika tahu usaha Aran membuatkan Facebook ternyata sia-sia.

"Lagian, Cin," Aran menyesap susu cokelatnya dengan tenang. "gue udah sibuk sama sekolah. Sama PR, sama ujian. Ditambah mikir masakin apa buat lo hari ini aja udah pusing. Enggak ada waktu buat ngurusin orang lain."

Lagi-lagi Cinia tertawa lebar. Tawa yang hanya muncul jika bersama Aran. "Makanya nggak usah pusingin aku. Aku pemakan segala, kok."

Aran ketawa. "Dusta! Kalau lo Pinokio, hidung lo udah manjang sampai sekolah sangking dahsyat bener bohongnya. Lo terlalu mencolok buat nggak diurusin tauk!"

Ekspresi Aran tiba-tiba berubah sebal. "Apaan ngaku-ngaku suka makan segalanya. Segala yang manis sih, iya." Aran sudah mulai menggerutu.

"Ampun, Pak. Saya akan selalu makan masakan Bapak. Jangan ngomel-ngomel. Masih pagi." Cinia nyengir pasrah melihat Aran mulai menekuk wajahnya masam.

Mendengar kalimat dengan nada yang dibuat-buat itu membuat pertahanan Aran runtuh dan akhirnya tersenyum juga.

Cinia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Aran sudah selesai makan dari tadi. Sementara dirinya baru separuh jalan. Memang masih pukul enam kurang, tapi rasanya selalu menyenangkan bisa ngobrol sesantai ini dengan Aran. Suasana pagi yang tenang tanpa adanya suara teriakan yang memekakkan telinga sejak Subuh buta adalah impian sederhana Cinia.

"Eh, Ran, aku tuh kadang iri lho sama kamu. Nyadar nggak?"

Senyum Aran langsung menguap lenyap.

"Rumah mewah, tajir, ibu yang baik dan cantik, kamu juga ganteng. Oke soal ganteng sih kata fan-fanmu. Jangan ge er!" Cinia kembali menyuap sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. "Terus banyak yang naksir, pinter pula! Mantan Ketua Club Masak SMA. Kayaknya dunia berputar di sekelilingmu. Keren banget, ya? Bikin mupeng tauk!"

Mendengar semua kalimat menggebu itu, justru membuat Aram tersenyum getir. "Kalau lo iri, artinya lo sekarang benci gue?"

Tawa renyah terdengar tanpa perlu menunggu. "Enggak mungkin, lah! Kalau aku benci, aku nggak bakalan ngomong terus terang kayak gini, kan?" Matanya menyipit. "Daripada ngomong jujur ke kamu, lebih keren kalau aku menyebarkan gosip jelek tentang Aran yang suka ngorok kalau ketiduran pas belajar. Atau Aran yang suka lupa kalau handuk tuh tempatnya di jemuran bukan di sofa!"

"Hei! Jahat! Masa' lo tega sih sama gue?"

Cinia menahan tawa karena berbarengan dengan menyuapkan sendok terakhirnya ke mulut. Mengunyahkan pelan dan tanpa sadar membiarkan Aran menunggu dengan cemas. Cewek itu merasa lega telah sukses menghabiskan makanannya. Sebuah perbuatan yang bagi Cinia butuh perjuangan ekstra. Dirapikannya mangkuk dan gelas yang sudah terpakai ke tepi meja.

Aran mengangkatnya dan langsung membawanya ke dapur untuk dicuci. Biasanya, Cinia lebih senang mencucinya sepulang sekolah. Namun, Aran tidak suka dan lebih tenang jika mencuci piring kotor secepatnya.

Cowok itu menyingsingkan lengan bajunya tinggi-tinggi dan mulai membuka keran. Dia tahu, Cinia tak akan mencegahnya, karena pasti dirinya akan mengomel panjang lebar tentang kuman yang mungkin tumbuh pesat ketika piring kotor ditinggal ke sekolah.

"Justru aku kagum sama kamu." Cinia melanjutkan ucapannya.

Aran menoleh sejenak sebelum kembali melanjutkan kegiatannya.

Cinia justru kini menatap Aran dengan tulus yang lembut. "Kamu yang punya segalanya, mau temenan sama aku yang ... hampir nggak punya apa-apa." Cinia berusaha tetap tersenyum kala mendongak menatap Aran yang menyerahkan gelas kepadanya untuk diletakkan ke tempat penirisan. "Bahkan sesederhana mencium aroma bubur tadi, juga mengetahui wangi sabun pencuci piring kayak apa, aku nggak bisa."

Aran menghentikan kegiatannya dan membiarkan mangkok bersabun bergeming di bawah kucuran air. Diamati Cinia lekat-lekat. Hidung mancungnya terlihat sempurna, tapi hidung itu kehilangan kemampuannya mencium bau apa pun.

Anosmia.

Benny, ayah Cinia melampiaskan semua energi negatifnya dengan memukuli Cinia sejak kecil. Hingga salah satu efeknya adalah cewek itu kehilangan daya cium.

"Beneran nggak bisa sembuh?"

Cinia menggeleng. "Sudah pernah nanya. Harus ke spesialis otaklah, dicek ini-itulah, BPJS juga aku nggak punya. Lagian ini genetik, kok." Lagi-lagi terdengar tawa getir di sana.

Aran merasakan sesuatu berdenyut di hatinya. Cinia selalu berkata itu soal genetik. Namun, Aran tidak sebodoh itu. Dia tahu, penyebab anosmia Cinia adalah hantaman keras di kepala yang mengacaukan indera penciumannya.

"Tuh kan, aku emang nggak punya apa-apa."

Cinia menerima mangkuk terakhir dari Aran.

"Cin ... lo masih punya gue, kok."

Mendengar itu, tanpa sadar mangkuk di tangan Cinia terlepas.


1

80222

Duh, siapa nih pembaca baru Magicanore Arancini?

Atau pembaca yang kangen sama Trio ABC?

EH, Lupa, si B belum nongol. Ups....

Ditunggu si B di bab berikutnya, yaaa!

Jangan lupa bentar lagi InsyaAllah akan open PO dengan banyak bonus.

240221

GROMPYAAAANG! [Enggak, ini efek di author note] Ahahaha

Cinia sampe shock gitu. Kira-kira bakalan ngapain, ya mereka?

Eh.. psst.... Bocoran.... BESOK akan hadir cogan lain!

Biar Aran makin dugun-dugun. Hohoho

Shirei suka banget sama cowok-cowok ganteng berhamburan di cerita Wattpad.

Btw,

Siapa yang bener nebak Aran dan Cinia masuk tim bubur yang mana?

Kamu pendukung siapa?

Aran?

Cinia?

Atau jangan-jangan bikin sekte Bubur DISEDOT? Wakakakaka

Oh iya, jangan lupa follow instagram kami untuk mendapatkan info terkini tentang Magicamore Arancini dan keseruan berbagi ha-di-ah. Heheee.

Magicamore Arancini: @magicamorearancini

Penulis: @shireishou

Publisis: @reyhan_rohman

Supported by:@wattpad_storyyyy@[email protected]@wattpadandmovie@wattpadquotes_id

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro