Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

36. Ikatan Masa Lalu

= Banjarmasin, 2036 =

Mulut Yunida terus manyun walau mobil sudah berjalan beberapa waktu. Mula-mula, Faisal membiarkannya. Tapi setelah beberapa menit, ia bosan didiamkan terus.

"Kamu marah?"

Yunida mendengkus. "Enggak, Bang. Aku nggak marah!"

Faisal melongo. Siapa yang seharusnya marah? Harusnya ia, yang menangkap basah gadis itu tengah pegangan tangan dengan mantan pacar. Faisal berusaha menahan senyum. Ia ingin memencet hidung runcing gadis itu. Gemas sekali! Yunida berhasil menyeretnya ke masa remaja yang menggelora.

"Kalau nggak marah, bibir manyun itu karena apa? Bukan disosor Arman, kan?" tanya Faisal santai.

"Aku nggak berbuat apa-apa sama Arman. Abang jangan menuduh sembarangan. Dia aja yang main pegang nggak pakai bilang!" Yunida masih sewot dengan menggebu.

"Loh, emang aku nuduh kamu apa, sih? Aku udah ngomong apa?" balas Faisal.

Hmm, Raja Ngeyel kamu lawan, Yun!

Yunida terkesiap. Nyalinya mulai mengerut. Agaknya, ia tak akan menang berdebat melawan Faisal.

"Loh, tadi pagi waktu visit, kenapa memelototi aku, terus maksa pindah ke samping Abang? Bukan cemburu itu?"

"Oooo, kamu marah karena itu? Masalah kalau berdiri di sampingku?" tanya Faisal dengan nada enteng.

"Masalah, kalau sedang visit. Itu kan rumah sakit! Abang nggak malu kelihatan mesra di depan semua orang? Nggak profesional, tahu!"

Faisal mengangkat alis. "Masa cuma berdiri sebelahan aja mesra? Kamu pegangan tangan sama Arman apa namanya? Mesum?"

"Bang! Arman maksa megang! Aku nggak ngapa-ngapain sama dia!" geram Yunida. "Tapi Abang cemburunya norak. Ngapain lihat gitu aja terus ikutan gandeng aku?"

Alis Faisal kembali terangkat. "Gandeng pacar sendiri masa norak? Kalau kamu nggak mau kugandeng, gimana kalau aku gandeng Syahrini aja? Lebih norak mana, gandeng kamu atau Syahrini?"

Yunida diam, tapi Faisal tahu gadis itu menahan tawa. Faisal tidak menyiakan kesempatan.

"Tuh, kan! Kamu juga nggak rela aku sama Syahrini. Ya udah, kita damai aja."

"Iiiiih, Abang! Aku tuh mau ngambek lama. Kenapa Abang bawa-bawa Syahrini, sih? Aku jadi kepingin ngakak, tahu!"

Faisal tidak menjawab. Sambil tetap memandang ke depan, tangan kirinya meraih tangan Yunida, lalu mengelusnya dengan lembut sejenak. Tawa Yunida lenyap seketika, berganti dengan debaran jantung yang menggila. Faisal selalu berhasil membuatnya jatuh. Walau tangan Faisal telah kembali memegang setir, hatinya masih bergemuruh.

"Jangan pergi ke orang lain, Yun. Aku bisa mati berdiri kalau kehilangan kamu," ujar Faisal dengan nada dalam.

Ada sesuatu yang menyentak kesadaran Yunida. Ucapan Faisal yang dalam seperti menyiratkan kesedihan yang lama dipendam.

"Tapi Abang bisa bikin aku mati berdiri kalau cintanya cuma setengah-setengah," protes Yunida lagi.

"Siapa yang cinta cuma setengah?" tanya Faisal, sambil tersenyum lebar dan tetap berkonsentrasi ke jalan.

"Hiiih! Emang dari tadi aku ngomong sama siapa, sih, Bang? Monyet Pulau Kembang[1]? Ya Abanglah! Sekarang Abang sedang sama aku, tapi aku kok merasa hati Abang ada di tempat lain." Nyinyiran Yunida meluncur deras.

Faisal tidak menoleh. "Nuduh sembarangan," gumamnya.

Yunida merasa kasihan juga. Mungkin apa yang belum ingin diceritakan itu sesuatu yang sangat berat. "Kenapa sih, Abang nggak pernah mau cerita masa lalu dan keluarga Abang?" tanya gadis itu dengan hati-hati. Disentuhnya punggung tangan Faisal yang memegang persneling. "Coba diceritain, siapa tahu bisa sembuh luka hatinya."

Faisal menangkap tangan Yunida, lalu menggenggamnya erat. "Aku nggak punya luka hati, Sayang."

Yunida tidak percaya. Mulut Faisal memang berkata begitu, tapi sorot mata dan remasan tangannya menyiratkan hal yang berbeda.

"Selalu aja ngeles!"

Faisal terkekeh. Kalau aku ceritakan pun, belum tentu kamu siap mendengarnya, Yun.

"Oh, ada. Aku kesel lihat kamu dekat sama Arman. Kalian ngapain sih tadi?" tanya Faisal untuk mengalihkan pembicaraan.

Yunida manyun kembali. "Dia ngajak balikan."

"Oh, ya? Terus kamu mau?"

"Aku nggak mungkin bikin orang mati berdiri, Bang," balas Yunida sambil menatap lekat-lekat kekasihnya. Lelaki di sampingnya ini memang galak dan otoriter, namun entah mengapa ia suka.

"Makasih, Yun."

"Tuh, kaaan! Yun lagi! Siapa sih Yun ini?" Nada keras Yunida memenuhi kabin.

"Ya kamulah! Emang dari tadi aku ngomong sama monyet Pulau Kembang?" balas Faisal.

☆☆☆

Mereka terdiam hingga Yunida sampai di rumah. Faisal turun, lalu mengantarnya hingga ke depan pintu.

"Nanti malam jaga?" tanya Faisal.

"Enggak. Udah nggak ada jadwal jaga."

"Oh, iya. Besok aku jemput, ya. Mulai besok kalian ujian, kan? Udah dapat penguji?"

"Belum." Yunida memandang pacarnya yang tiba-tiba cengar-cengir tidak jelas. Ia memicing dengan curiga. "Bukan Abang, kan, pengujiku?"

"Heh? Aku nggak kekanakan kayak gitu. Jelas bukan, dong. Masa menguji pacar sendiri? Jadinya anak ntar!"

"Hiiiih! Mesuuuuum!" Pukulan Yunida menyerbu dada Faisal. Baru berhenti ketika Faisal menangkap kedua tangannya lalu mengecup keningnya.

"Abang!" tegur Yunida, kesal karena dikecup tiba-tiba. Padahal ia ingin balas mengecup, tapi malu.

"Hm?" Faisal mengerling penuh arti.

Yunida menarik tangan. Wajahnya berubah serius. "Kadang Abang tuh memang kayak anak ABG, loh."

"Masa?"

"Masa remaja Abang kurang bahagia, ya? Jiwa Abang tuh kayak terikat di masa lalu."

Faisal terkesiap. Inilah yang membuatnya kagum. Yunida selalu tahu apa yang menjadi keresahannya.

"Sok tahu!" Faisal kembali berkelit sambil tersenyum lebar.

"Jangan marah, ya. Masa lalu itu harus dilepaskan, Bang. Kalau terus-terusan dipegang, Abang nggak akan ke mana-mana, malah tersiksa aja adanya."

Faisal terkekeh, namun tawanya sumbang. Yunida telah menusuk tepat di lukanya.

"Udah, pikirin ujianmu aja. Belajar yang baik, jangan bikin aku malu sebagai calon suamimu."

Kata "calon suami" itu seketika membuat Yunida jatuh untuk kesekian kali. Hatinya meleleh. Otaknya lupa pada teori tentang masa lalu Faisal.

☆☆☆

Sepanjang perjalanan pulang, Faisal terngiang perkataan Yunida. Ia masih bertingkah layaknya ABG? Jiwanya terikat di masa lalu?

Tangan Faisal meraba cincin giok merah yang masih tergantung di dada. Agaknya Yunida benar. Jiwanya terikat di masa lalu. Itulah penyebab mengapa cincin itu masih tergantung di situ sampai hari ini.

Ia masih menyayangi Yun dengan sepenuh hati. Apa itu tidak boleh? Siapa yang berhak menentukan kapan rasa sayang ini harus diakhiri? Ia tidak bisa menghilangkan rasa itu. Tidak bisa dan tidak mau!

Masa remajanya tidak bahagia?

Entah. Ia tidak tahu bagaimana menyebut potongan riwayat hidup itu. Ia mengalami keduanya, puncak bahagia dan jurang kepedihan dalam waktu yang hampir bersamaan.

______________

[1] Pulau Kembang adalah adalah sebuah delta yang terletak di tengah sungai Barito yang termasuk di dalam wilayah administratif Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan. Pulau Kembang yang terletak di sebelah barat Kota Banjarmasin itu ditetapkan sebagai hutan wisata. Yang khas dari kawasan ini adalah banyak terdapat monyet. Wilayah ini merupakan akhir dari perjalanan wisata pasar terapung. Sumber: Wikipedia

---Bersambung---

Lanjutannya besok pagi, ya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro