Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19. Seismograf (1)


= Banjarmasin, 2036 =

Pulang dari RSJ sore ini, Faisal harus menjenguk pasien di sebuah rumah sakit swasta di Banjarmasin. Tidak seperti dokter yang lain, Faisal memilih tidak praktik mandiri di sore hari karena lebih senang menekuni dunia riset dan pengembangan ilmu. Selain itu, ia membutuhkan waktu untuk diri sendiri.

Berkeliling seorang diri menggunakan mobil adalah hobinya. Dulu, ada seorang gadis cantik yang diajak berkeliling menyusuri jalanan kota yang padat. Sejak gadis itu tidak di sisinya lagi, ia hanya pergi sendirian. Kendaraannya telah berganti beberapa kali, namun penumpangnya tak pernah berubah, yaitu kenangan.

Setelah berpisah dari Yun, Faisal sebenarnya bukan menyiksa diri menjomlo bertahun-tahun. Saat kuliah, ia sempat memiliki kekasih. Seorang teman seangkatan di fakultas kedokteran. Hubungan seumur jagung itu putus saat KKN. Sang kekasih tergaet lelaki dari fakultas lain yang satu regu dan satu tempat tinggal. Perpisahan kedua itu tidak terlalu menyakiti Faisal. Ia malah lega, terbebas dari perempuan tidak setia.

Percobaan kedua, ia menerima perjodohan yang diatur kakeknya. Jaringan rumah sakit milik sang kakek akan melebarkan sayap. Demi menarik cucu lelaki satu-satunya ke dalam bisnis keluarga, Faisal dijodohkan dengan putri rekan kongsi sang kakek. Faisal tidak keberatan karena gadis itu cantik, cerdas, dan bisa memahami jiwa sombongnya. Masalah datang saat mereka merencanakan pernikahan. Faisal tidak mau pindah ke Jakarta, malah menuntut calon istrinya ikut ke Banjarmasin. Mereka akhirnya memutuskan berpisah. Kegagalan ini pun tidak membuat guncangan yang berarti selain sedikit rasa sesal karena menyebabkan sang kakek masuk rumah sakit.

Sejak itu, Faisal tidak memiliki apa pun selain kenangan manis bersama Yun. Ah, tidak ada yang bisa menandingi Yun. Selamanya.

Selesai menjenguk pasien, Faisal membelokkan mobil memasuki Jalan Gatot Subroto. Entah mengapa, kali ini hatinya ingin melintasi jalan tersebut. Mobil melaju perlahan, sengaja untuk membangkitkan kenangan lampau.

Banyak kisah manis bersama Yun di jalan ini. Kepala gadis yang rebah di punggung, lengan halus yang melingkar di pinggang, oh, Faisal masih mengingatnya dengan sangat jelas. Sayang, seiring kenangan manis, mencuat pula memori kelabu. Bila sudah begitu, ia hanya bisa menghela napas berat berkali-kali.

Mobil Faisal membelok ke sebuah resto. Halaman resto itu luas. Sebagian di-paving, sebagian dilapis batu kerikil. Bangunan utama sudah berubah banyak sejak enam belas tahun yang lalu. Dulu, rumah makan ini berupa gedung panjang bertiang kayu. Halamannya hanya diperkeras dengan pasir. Meja-meja kayunya dilapis taplak plastik putih sekali pakai untuk memudahkan pembersihan sisa makanan. Kursinya hanya kursi lipat sederhana. Bagian pemanggang berada di depan sehingga para tamu disambut asap panggangan beraroma sedap. Saat datang, mereka menghampiri tempat memanggang tersebut untuk menentukan ikan atau bahan makanan yang diinginkan. Ikan-ikan itu masih mentah, baru akan dimasak setelah dipilih pembeli.

Setelah enam belas tahun, pengelolaan restoran ini semakin maju. Terlihat dari bangunan yang telah berubah menjadi resto mewah dengan halaman yang asri. Setelah enam belas tahun pula, Faisal baru berkunjung lagi ke tempat ini.

Seorang petugas membukakan pintu kaca bagi Faisal. Sekarang, resto itu menggunakan pendingin ruangan, padahal dulu hanya kipas angin gantung yang bunyinya sangat ribut. Ada doorman dan petugas front office. Tidak ada lagi panggangan berasap. Hawa yang menerpa di ruangan itu beraroma harum seperti resto-resto mewah. Begitu pula penataan ruang. Indah dan nyaman. Mengagumkan.

"Sudah reservasi sebelumnya, Pak?" sapa petugas front office, seorang wanita cantik yang ramah layaknya pegawai hotel.

"Belum."

"Baik. Kalau boleh tahu, untuk berapa orang?"

"Satu. Saya sendiri."

"Bapak ingin meja di dalam atau di teras?"

"Di dalam, tapi dekat jendela."

"Oh, baik. Silakan, Pak."

Faisal kemudian diantar ke meja di sebuah sudut. Setelah memesan makanan, Faisal melayangkan pandangan ke luar. Tempat duduknya langsung menghadap kolam di depan resto. Kaca bening lebar tanpa tirai membuatnya seperti berada di teras terbuka. Sebenarnya, ia masih berharap menemukan meja yang ia tempati bersama Yun dulu. Tapi, mustahil karena bangunan sudah berubah total.

Meja-meja di sayap bangunan yang ia tempati sekarang terbuat dari kayu jati berlapis kaca yang eksotis. Kursinya terbuat dari rotan. Lampu gantung berbagai bentuk menjutai dari plafon. Cahaya lampu yang temaram ditambah alunan musik yang lembut berhasil menghadirkan suasana tenang dan damai. Faisal menyandarkan tubuh dan menyilangkan kaki, berusaha santai menikmati suasana seraya menyesap kopi.

Pemandangan taman dan beserta kolam itu tiba-tiba terkalahkan oleh kedatangan sebuah mobil kecil berwarna abu-abu tua. Seorang gadis turun. Yunida!

Gadis itu terlihat cantik mengenakan rok terusan sasirangan berwarna merah marun. Sepatu tanpa hak membuat penampilannya terlihat kasual. Rambut ekor kudanya menyentak kalbu Faisal. Jantungnya berhenti berdetak sejenak, lalu berdenyut kembali dengan irama tidak karuan. Yunida pun tercenung sejenak di samping mobil saat tahu siapa tamu restoran yang tengah menatapnya lurus-lurus.

Faisal melempar senyum sembari mengangkat tangan, diam-diam berharap Yunida datang ke mejanya. Tentu saja Yunida harus datang. Kalau tidak, entah. Mungkin morning report esok dirinya akan uring-uringan.

Melihat gadis itu berjalan ke arahnya, Faisal semakin berdebar. Mata bulat bening gadis itu memancarkan sesuatu yang kuat. Setelah Yunida sampai di depan Faisal, mereka bertukar pandang tanpa kata untuk beberapa detik.

"Dokter? Sudah lama datang?" sapa Yunida akhirnya.

"Lumayan. Silakan." Faisal memberi isyarat untuk duduk. Gadis itu menurut.

"Sibukkah?" tanya Faisal lagi.

"Enggak, Dok."

Faisal mengangguk. "Mau ikut makan dengan saya?"

Mata Yunida melebar. "Dokter sendirian?"

"Tidak."

Mata bening Yunida meredup. "Oh, Dokter sedang menunggu teman?"

"Tidak."

Kini, mata Yunida melebar kembali karena bingung. "Loh, Dokter sendirian kalau begitu."

"Tidak, Yun. Saya tidak sendirian karena doa ibu saya menemani di setiap langkah hidup saya," jawab Faisal santai.

Mulut Yunida terbuka sedikit. Detik berikutnya, tawanya terburai hingga wajah putih itu merona merah.

"Apanya yang lucu?" tanya Faisal dengan wajah datar. Ia sama sekali tidak ikut tertawa.

Yunida menjadi salah tingkah. "Oh, maaf, maaf, Dok."

"Ditanya apa yang lucu kok malah minta maaf?"

"Sa-saya ...." Yunida tidak tahu harus berkata apa. Kelakuan dosen tampan ini membingungkan. Apa karena terlalu mendalami pasien-pasiennya?

"Ah, karena kamu telanjur minta maaf, saya akan maafkan asal ...."

Yunida mengerjap. Yakin sekali akan digoda. "Asal?"

"Asal, satu. Temani saya makan."

Mata Yunida melebar. "Siap!"

"Dua. Temani saya ngobrol sesudahnya."

"Siap."

"Tiga, saya kepingin sushi seperti kemarin. Tadi tidak ada di menu."

"Oh, bisa. Nanti dibuatkan khusus untuk Dokter."

Faisal berdehem. "Terima kasih. Empat ...."

"Empat?" Yunida mengangkat alis. "Banyak sekali. Saya salah apa, sih, Dok?"

"Ck! Empat, jangan panggil saya 'Dok' saat tidak di rumah sakit atau kampus."

Wajah Yunida kontan merona dan berdebar. "Lantas, saya memanggil apa? Abang?" tanya Yunida lirih.

Kini, Faisal-lah yang berdebar karena sorot syahdu di depannya. "Iya. Kalau kamu nggak keberatan," jawabnya, lirih pula.

"Baik ... mmm ... Bang Faisal." Dada Yunida tersentak setelah mengucapkan nama itu. Lelaki yang duduk dengan menyilang kaki itu mendadak terasa dekat.

"Yun, kamu bikin saya jantungan," sahut Faisal dengan suara tetap lirih.

"Abang juga bikin saya nyeri dada."

"Oh, ya? Wah, kita harus cek rekam jantung."

"Di mana?"

"Hmm, saya akan cari seismograf[1]."

Seismograf? Yunida kembali terbelalak. "Buat?"

"Kalau cuma pakai EKG[2], nggak cukup buat nampung grafiknya."

_____________
[1] Seismograf adalah alat untuk mencatat gempa bumi, yang menghasilkan grafik untuk menunjukkan kekuatan, lama, arah, dan jarak gempa.
[2] EKG adalah singkatan dari Elektrokardiograf adalah alat untuk melakukan rekam jantung. Hasilnya grafik yang menunjukkan aktivitas kelistrikan jantung.

☘☘☘

Gini cara Faisal dewasa merayu. Beda nggak dari Faisal ABG? Suka yg ABG ataau dewasa?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro