Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ㅡ (10)

Mata Guanlin langsung tertuju pada dua orang yang sedang duduk berdampingan. Dua orang tersebut kini juga memusatkan tatapan mereka pada Guanlin, yang baru saja datang dan membuka pintu dengan amat sangat kasar.

Di depan sana Daniel mengukir senyum miring di wajahnya, membiarkan Guanlin masuk dan melangkah menghampiri merekaㅡ Daniel dan bundanya Guanlin.

"Bang Danik,"

Nggak ada yang nyadar emang, tapi yang pasti kedua telapak tangan Guanlin sekarang udah mengepal. Guanlin sama sekali nggak kepikiran kalau Daniel bakalan berani untuk datang ke rumahnya. Shit! Daniel tau darimana alamat rumahnya?! Rasanya Guanlin udah kehilangan semua kesabarannya buat Daniel. Awalnya, Guanlin masih santai dan nggak ngambil tidakan apapun, toh nyatanya waktu itu juga bunda nggak jadi kerja buat Daniel dan Taehyun. Guanlin pikir, setelah malam itu, semuanya kelar. Guanlin pikir, setelah kejadian malam itu, Guanlin nggak akan pernah berhadapan langsung sama Daniel lagi. Guanlin pikir, setelah apa yang terjadi pada malam itu, Daniel bakalan berhenti.

Nyatanya, enggak. Guanlin teledor. Guanlin juga nggak habis pikir sama dirinya sendiri. Kenapa dia bisa seteledor ini, padahal dia tau kalau yang namanya Daniel itu nggak pernah terima kalah?

Kayak dulu, tepat dua hari sebelum Guanlin nolak Jihoon didepan banyak orang.

Guanlin mengabaikan keberadaan Daniel. Matanya terpusat pada sang bunda, yang duduk di depannya dengan tatapan yang entah mengarah kemana. Lagian, selama ini pun tatapan bunda emang nggak pernah mengarah ke Guanlin. Jadi, Guanlin nggak heran.

"Bunda, ngapain dia ada disini?" tanya Guanlin, dengan nada yang sedikit bergetar, tapi ia tahan sekuat yang ia bisa. Guanlin nggak mau kehilangan kontrol lagi. Guanlin nggak mau kelepasan lagi.

Guanlin mendengus. Bundanya sama sekali nggak ngasih jawaban apapun. Guanlin semakin mengepalkan tangannya, saat mendengar tawa kecil Daniel mulai menganggu gendang telinganya.

"Bunda," lagi, Guanlin berusaha untuk mendapat perhatian sang bunda. Tapi sayang, Guanlin pun tau itu, kalau perhatian sang bunda emang nggak pernah tertuju untuk Guanlin.

Guanlin berdecak, senyum miris timbul di wajah lelahnya. Beberapa hal mulai memenuhi pikirannya. Guanlin berpikir, apa sebenernya tujuan Daniel kembali ke Korea? Nggak, lebih tepatnya Guanlin berpikir, apa sebenernya tujuan Daniel kembali masuk dan mengusik kehidupannya?

Kang Danielㅡck, nggak pernah merasa cukup, hah?

Perhatian Guanlin masih sepenuhnya pada sang bunda, walau Guanlin sadar, disamping bundanya, Daniel mulai bergerak. Daniel berdiri, dan kini posisinya nggak jauh dari posisi Guanlin berdiri.

Bunda Guanlin mengarahkan tatapannya pada Daniel, lalu ikut berdiri, sambil mendorong pelan tubuh Guanlin, membuat Guanlin terpaksa harus mundur dua langkah.

"Aku tunggu hasilnya," itu kata Daniel, yang dibalas anggukan mantap dari sang bunda.

Perhatian Guanlin langsung beralih pada Daniel, "hasil apa?" tanya Guanlin tanpa basa-basi.

Daniel mengukir senyum miring di wajahnya, lalu mendekati wajahnya pada wajah bundanya Guanlin.

"Boleh dikasih tau nggak... Bunda?" ada penekanan pada kata 'bunda' yang diucapkan Daniel. Guanlin menatap Daniel dengan tajam, udah siap banget buat ngasih pukulan ke Daniel, kalau aja suara sang bunda nggak menginterupsi.

"Dia nggak perlu tau."

Guanlin menoleh cepat pada sang bunda, "bunda?"

Guanlin semakin kalut. Sebenernya apa yang lagi disembunyiin Daniel dan bundanya? Sampai Guanlin nggak boleh tau? Sama sekali?

Daniel memusatkan tatapannya pada Guanlin, "aku nggak terima kata gagal, tante." ucap Daniel, yang berhasil merebut perhatian Guanlin.

Guanlin kembali melirik Daniel, dengan jutaan rasa tak suka yang tergambar jelas di sepasang bola matanya. Daniel berdecak, lalu melangkah melewati Guanlin, dengan sedikit tabrakan halus di bahu keduanya.

Guanlin berbalik, menatap punggung lebar Daniel yang semakin menjauh. Guanlin berdehem, "bang Danik," dan memanggil Daniel, membuat sang empunya nama berhenti melangkah, lalu berbalik.

Tatapan keduanya bertemu, sama-sama memancarkan tatapan benci, tatapan tak suka, dan tatapan tajam yang begitu terlihat jelas.

Guanlin nggak ngucapin kalimat apapun setelah manggil Daniel. Daniel kembali berdecak, lalu melirik bundanya Guanlin yang terdiam di balik tubuh jangkung Guanlin.

"Aku pulang, tante."

Dan setelah itu, Daniel bener-bener beranjak meninggalkan rumah Guanlin. Guanlin masih diam di tempatnya. Bingung. Nggak tau harus gimana. Yang ada dipikirannya sekarang bukan cuma permasalahanㅡrahasia apa yang disembunyiin Daniel dan bundanya, tapi Guanlin juga mendadak jadi mikirin Jihoon. Karena Daniel, ada dibalik peristiwa dua bulan lalu itu.

Bunda-bang Danik-Jihoon-bunda-bang Danik-Jihoon-bunda-bang Danik-Jihoon, 3 nama itu kini memenuhi pikiran Guanlin.

Guanlin membuang nafasnya dengan kasar, lalu berbalik dan mendapati sang bunda kembali duduk di tempatnya.

Guanlin kembali memusatkan tatapannya pada sang bunda. Meskipun lagi dan lagi, Guanlin tau, semuanya itu percuma.

"Bunda,"

Cukup, Guanlin.

"Bunda, bunda tolong dengerin Guanlin, bundaㅡ"

"Bukan urusan kamu, Guanlin." bunda memotong ucapan Guanlin. Tatapan Guanlin mulai melemah. Lagi, bundanya nggak mau dengerin semua ucapan Guanlin. Guanlin tau, Daniel itu kayak apa, makanya Guanlin cuma nggak mau bundanya punya urusan sama Daniel.

Itu aja, kok. Guanlin cuma mau ngelindungin bundanya, apa salah? Guanlin cuma mau ngejaga apa yang udah jadi tanggung jawabnya, apa salah? Salah. Semua yang Guanlin lakukan adalah salah, ya salah di mata sang bunda.

Disisi lain, bukan cuma bundanya yang pengen Guanlin jaga, yang pengen Guanlin pertahanin. Jihoon. Iya, Jihoon. Guanlin nggak akan biarin Daniel ambil Jihoon lagi dari dia. Nggak. Nggak akan pernah. Cukup satu kali dalam hidup Guanlin, dia terjebak dalam ancaman konyol Daniel. Iya, Daniel yang juga punya perasaan sama Jihoon.

Guanlin menghela nafasnya, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. Mencoba untuk jangan sampai ia kehilangan kontrol lagi.

"Bunda, bunda sejak kapan punya urusan sama bang Danik?" tanya Guanlin, lembut.

Jauh di lubuk hati Guanlin yang paling dalam, Guanlin masih nyimpen harapan. Bundanya mau ngomong sama dia layaknya seorang ibu ngomong sama anaknya. Guanlin masih pegang harapan itu. Guanlin masih mau perjuangin harapan kecilnya itu. Guanlin sama sekali nggak minta disayang sama bundanya. Guanlin sama sekali nggak minta diperhatiin sama bundanya. Tapi, plis? Seenggaknya, Guanlin berharap, bisa bicara sama bundanya dengan sewajarnya, nggak dalam situasi dan kondisi yang panas kayak gini. Guanlin cuma mau tau, gimana rasanya bisa ngobrol, baik-baik, sama bunda. Tapi ya, semua udah ada hasilnya. Guanlin tau itu.

Sang bunda berdiri. Dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Dengan raut yang sama sekali nggak berubahㅡtetap aja datar, sang bunda mulai melangkah meninggalkan ruang tengah, dimana Guanlin masih berdiri dengan kalut disana.

Iya, itu hasilnya.

Sia-sia.

OoO

Ini udah hampir tengah malam. Guanlin belum juga tidur. Matanya sama sekali nggak ngantuk, dan ya disisi lain Guanlin emang masih memikirkan banyak hal. Kalau udah banyak pikiran gini, ujung-ujungnya pasti nggak bisa tidur.

Parahnya, besok Guanlin ada latihan basket. Perayaan ulang tahun sekolah itu dua hari lagi. Dan itu artinya, Guanlin selaku kapten tim inti bersama dengan teman-teman satu tim nya bakalan tanding melawan beberapa sekolah dua hari lagi. Itu juga artinya, Guanlin nggak boleh terlalu banyak pikiran. Takut ganggu latihannya, takut ganggu ke permainan juga nantinya.

Tapi, ya gimana. Nggak bisa untuk nggak dipikirin. Guanlin nggak bisa tinggal diam. Guanlin nggak bisa santai begitu aja. Hidupnya mulai diacak-acak lagi sama Daniel. Sialan. Guanlin pikir, semuanya udah berakhir sejak angkatannya Daniel lulus. Lagian, bukannya seharusnya Daniel masih di Kanada? Kok? Ini?

Jadi begini. Daniel ini sebenernya ada di posisi yang sama kayak Guanlin. Hm, berarti sama juga kayak Jinyoung. Ketiganya ini sama-sama punya perasaan buat Jihoon. Bedanya, dari ketiga orang tersebut, cuma Guanlin yang nasibnya paling bagus. Tapi sayang, cuma Guanlin juga yang nasibnya paling tragis. Sebelumnya, status Daniel itu cuma sebagai kakak kelas Jihoon, yang emang nggak sengaja beberapa kali pas-pasan sama Jihoon. Awalnya, Daniel biasa aja. Tapi, karena berhubung saat itu Daniel juga merupakan ketua organisasi sekolah yang banyak banget kerjaannya, jadilah ada koneksi yang menghubungkan Daniel dengan Jihoon. Jihoon bukan anak organisasi, sih. Tapi nggak tau kenapa, Daniel seneng aja nyusahin Jihoon. Bukan nyusahin yang gimana-gimana, ya. Cuma dengan cara nyusahin Jihoon, Daniel bisa punya waktu lebih sama Jihoon. Nah, lebih awalnya lagi sih sebenernya Daniel ketemu sama Jihoon pas dia nggak sengaja nabrak Jihoon di koridor. Tumpukan kamus bahasa inggris yang dibawa Jihoon semuanya ambruk begitu aja. Padahal Jihoon udah susah banget nyusunnya. Nyusunnya aja susah, apalagi bawanya. Mana perpustakaan masih lumayan jauh dari kelas Jihoon. Mana teman-teman sekelasnya nggak ada yang mau bantuin Jihoon. Jadilah Jihoon harus berjuang sendiri.

Sampai bertemu dengan sebuah tragedi. Tabrakan kecil sama Daniel. Waktu itu, Jihoon yang ngeliat badan Daniel itu besar banget, jadi takut. Alhasil, Jihoon nunduk sambil buru-buru beresin kamus-kamus yang berserakan. Tapi, first impression Jihoon buat Daniel ternyata salah. Daniel baik. Daniel malah bantuin Jihoon buat beresin kamus-kamus tersebut dan juga malah bantuin Jihoon buat ngembaliin tumpukan kamus itu ke perpustakaan. Pertemuan selanjutnya, Daniel lagi dikerjain sama kepala sekolah. Daniel disuruh megangin selang air buat ngisi kolam ikan dekat ruang guru yang baru aja dikuras. Saat itu, Jihoon lagi bawain tugas essay punya teman-teman sekelasnya, harus dikumpulin ke pak Jonghyun, dan belum nyadar sama keberadaan Daniel yang lagi jongkok sambil megangin selang. Nggak lama, Jihoon keluar. Barulah dia sadar kalau ada Daniel di pinggir kolam. Jihoon nyamperin Daniel, sambil garuk-garuk kepala.

Bingungnya Jihoon tuh bikin Daniel gemes banget. Makanya, ide jahil pun langsung timbul di otak Daniel.

Daniel minta Jihoon buat megangin selang yang sebelumnya lagi dipegang sama Daniel, alesannya sih Daniel kebelet. Panggilan alam, harus dipenuhi. Yaudah, Jihoon nurut aja. Gantiin tugas Daniel buat megangin selang, sambil liatin ikan mas yang lagi berenang ke sana-sini. Hehe, lucu.

Nggak lama, Daniel balik. Dengan dua kaleng minuman soda di tangannya. Yang satu udah dibuka, pasti itu punya Daniel. Yang satu belum dibuka, ya dengan pedenya sih Jihoon beranggapan kalau itu buat dia.

Eh, bener. Hehe. Baik kan, bang Danik?

Pertemuan selanjutnya, Daniel nggak dapet tempat di kafetaria. Saat itu, kebetulan Jihoon cuma makan sendirian. Woojin lupa lagi ngapain, Jinyoung kayaknya sih waktu itu lagi diajak negosiasi buat jadi anggota organisasi, dan waktu itu Guanlin nggak masuk. Jadilah, terpaksa Jihoon harus makan sendirian. Ngeliat Jihoon lagi sendirian, dan kebetulan juga, emang cuma tempat Jihoon doang yang sisa satu bangku, Daniel pun tanpa basa-basi langsung duduk di depan Jihoon. Jihoon? Ya, bingung. Biasa, sambil garuk-garuk kepala. Daniel? Jadi gemes sendiri sama Jihoon. Dan sekalian, Daniel neraktir makanan yang dimakan Jihoon saat itu. Teraktiran kedua dari Daniel. Lumayan.

Dan dari pertemuan ketiga itu, Daniel mulai ngerasain satu hal. Yang belum pernah dia rasain sebelumnya. Rasa, suka? Bukan, bukan. Lebih ke rasa pengen ngelindungin. Tapi, ya suka juga.

Pertemuan keempat, di ruang ganti anak basket. Daniel kaget, sama kedatangan Jihoon yang tiba-tiba. Masalahnya, anak basket baru banget selesai latihan. Jadi beberapa anak ada yang lagi ngipas-ngipasin badan, dengan baju basket yang udah berserakan di lantai. Termasuk Daniel.

Baru aja Daniel mau nyamperin Jihoon, eh ada yang nyalip. Akhirnya, Daniel balik ke posisinya. Dengan mata yang sama sekali nggak beralih dari Jihoon, yang lagi ketawa kecil sama Guanlin di depan pintu ruang ganti.

Oh, Guanlin? Mau nikung? Mimpi aja!

Sejak Daniel tau kalau Jihoon deket sama Guanlin, Daniel mendadak jadi alergi sama Guanlin. Padahal awalnya, Daniel seneng banget tim inti bisa merekrut anak se-berbakat Guanlin. Tapi, sayang. Persepsi Daniel ke Guanlin udah berubah.

Satu hal yang paling Daniel nggak suka dalam hidupnya: apa yang disukainya, diotak-atik sama orang lain.

Iya, Daniel ngerasa nggak suka karena beberapa hari setelahnya harus lebih sering ngeliat Jihoon deket-deket sama Guanlin. Sampai akhirnya, Daniel nyamperin Guanlin. Daniel nanya, apa hubungan Guanlin sama Jihoon. Ya, saat itu sih Guanlin jawabnya cuma teman. Oh, yaudah.

Beberapa hari setelah itu, Daniel makin gerah aja ngeliat Jihoon makin lengket sama Guanlin. Masalahnya, Daniel juga udah jarang banget pas-pasan sama Jihoon, jadi nggak bisa nyusahin Jihoon lagi kan. Dan emang bener, Jihoon keliatan banget lebih sering sama Guanlin.

Daniel? Makin panas lah.

Sampai akhirnya, tanpa aba-aba, Daniel langsung ngehajar Guanlin yang baru banget keluar dari toilet yang nggak jauh dari koridor utama. Guanlin bingung banget, kenapa Daniel tiba-tiba ngehajar dia. Baru aja mau nanya baik-baik, satu pukulan lagi mendarat di wajah Guanlin. Guanlin ngebales pukulan Daniel. Daniel pun ngebales lagi. Mereka terus saling pukul sampai posisi mereka berubah, dari pukul-pukulan sambil berdiri, sekarang Daniel udah duduk diatas badan Guanlin yang terkapar. Daniel berasa nggak puas cuma sekedar mukul wajah Guanlin. Daniel ngangkat kerah seragam Guanlin, membuat kepala Guanlin terangkat sedikit, lalu langsung memukulnya.

Bahkan Daniel berulang kali bergumam, nyuruh Guanlin buat jauhin Jihoon. Tapi Guanlin nggak mau. Alhasil, Guanlin pun terpancing dan ngebales pukulan Daniel. Posisinya udah berubah lagi. Sekarang, Guanlin yang duduk di atas badan besar Daniel. Guanlin narik kerah seragam Daniel, sambil menggertak; kalau sampai kapanpun juga, Guanlin nggak akan lepasin Jihoon buat Daniel.

Daniel makin panas lah. Posisinya ganti lagi. Daniel kembali duduk di atas badan Guanlin, bersiap untuk melayangkan satu kali pukulan lagi, tapi suara Jihoon menginterupsi kegiatannya.

Jihoon ada disana. Ngeliat dia lagi berantem sama Guanlin. Dan, dua-duanya juga udah bonyok. Udah kacau banget.

Dan yang bikin Daniel semakin murka adalah, Jihoon lebih memilih untuk nolongin Guanlin. Mengabaikan Daniel yang masih duduk di tengah kerumunan, dengan wajah yang babak belur.

Sejak saat itu, Daniel punya rencana lain.

Guanlin mengerjapkan matanya berulang kali. Guanlin menghela nafasnya, lalu meraih ponsel yang ada di atas nakas, di samping ranjangnya.

Guanlin membuka salah satu menu yang ada di ponselnya, lalu tersenyum. Itu foto Jihoon, yang diam-diam Guanlin ambil pas Jihoon lagi milih-milih boneka tadi di Lotte World.

Guanlin kembali menghela nafasnya, lalu mematikan ponselnya. Guanlin menatap ke langit-langit kamarnya. Gelap. Sama kayak pikiran Guanlin yang lagi kalut, yang lama-lama terasa gelap.

"Gue mau lo jauhin Jihoon,"

Itu suara Daniel, beberapa jam sebelum Jihoon datang ke kelasnya. Guanlin inget banget, waktu itu dia lagi sendirian di kelas. Lagi nggak enak badan, dan teman-teman sekelasnya lagi di lapangan basket, lagi jam pelajaran olahraga.

Guanlin juga inget banget, Daniel nggak datang sendiri ke kelasnya. Tapi sama Taehyun, teman sehidup sematinya Daniel. Saat itu, Guanlin masih santai. Paling ujung-ujungnya juga tonjok-tonjokan lagi. Jadi, Guanlin males banget ambil pusing. Nggak perduli deh, mau Daniel itu kakak kelasnya kek, lebih tua dari dia kek, bodo amat.

"Atau seisi sekolah bakalan tau kalau lo anak haram."

Iya, jadi itu alasan Guanlin nolak Jihoon. Guanlin sendiri pun nggak nyangka, kalau Jihoon bakalan nembak dia hari itu. Guanlin sendiri juga nggak tau, darimana Daniel bisa nemuin aib keluarganya. Darimana Daniel bisa tau, kalau bundanya itu adalah seorang perempuan penghibur? Darimana Daniel bisa tau, kalau Guanlin anak haram?

"Dan foto nyokap lo bakal kesebar ke seluruh penjuru sekolah. Termasuk ke tangan kepala sekolah. Termasuk... ke tangan Jihoon."

Demi Tuhan, Guanlin nggak mau itu semua terjadi. Saat itu, Guanlin ngeblank total. Guanlin masih nggak bisa terima, ada orang lain yang tau soal aib keluarganya. Dan satu-satunya jalan untuk nyelamatin nasib keluarganya, termasuk privasi sang bunda, mau nggak mau, Guanlin harus melakukan apa yang disuruh sama Daniel.

Untuk jauhin Jihoon. Untuk ngelepasin Jihoon. Dan untuk bikin Jihoon benci sama dia.

Well, Guanlin berhasil. Guanlin udah lakuin semua yang disuruh Daniel, dan semuanya berhasil. Jihoon bahkan nangis, bukannya itu yang Daniel mau? Jihoon benci sama Guanlin?

Dan, good, aib keluarganya pun terlindungi.

Tapi, di hari yang sama, Guanlin masih inget banget, dia langsung izin pulang, dan dia pulang ke rumah Dongho, ayahnya. Guanlin pingsan. Itu kata ayah, dan nyatanya emang bener, pas Guanlin buka mata, dia emang udah terbaring di ruang rawat inap.

Semua terjadi begitu cepat. Pas Dongho baru ada waktu untuk nyari Daniel, ternyata angkatan Daniel udah lulus-lulusan. Daniel udah pergi ke luar negeri. Seketika Dongho nyesel. Ia terlalu sibuk sama pekerjaannya, sampai masalah serius yang dialami Guanlin pun harus terabaikan untuk waktu yang cukup lama.

Begitu nggak ada kabar dari Daniel lagi, Guanlin berketad untuk perbaikin semuanya. Guanlin berniat untuk minta maaf ke Jihoon, dan mau untuk mulai semuanya lagi dari awal. Dan, disaat semuanya lagi proses, Daniel balik lagi.

Guanlin memejam, dalam hatinya dia berjanji. Untuk nggak akan pernah ngelepas Jihoon lagi. Dengan alasan apapun.

Dan Daniel, nggak akan bisa lagi menghentikan Guanlin kali ini.

OoO

"Guan!"

Guanlin menoleh, dan tersenyum saat mendapati Jihoon kini berdiri di tepi lapangan basket. Latihan basket baru aja selesai, dan anak-anak mulai melangkah menuju ruang ganti. Kecuali Guanlin. Guanlin berlari menghampiri Jihoon, lalu berhenti saat Jihoon melempar sebuah botol minuman dingin ke arahnya.

Guanlin menangkap botol minuman itu dengan mulus. Jihoon terkekeh, sambil tepuk tangan. Membuat Guanlin nggak bisa nyembunyiin rasa gemesnya.

"Pegang dulu deh, ndut." ucap Guanlin, dan Jihoon pun nurut-nurut aja.

Jihoon mengambil alih botol minuman yang tadi dia lempar ke Guanlin, lalu,

"Ih, sakit!!!"

Nyesel Jihoon tuh udah nurut-nurut aja sama Guanlin. Tau gitu, Jihoon ngacir aja pergi dari lapangan basket, daripada harus kejebak disini, dengan kedua tangan Guanlin yang lagi nyubitin pipinya.

Jihoon mulai pakai jurus andalannya. Manyun 7 senti, kali ini ditambah sama tatapan yang dibikin se-melas mungkin, seolah-olah Jihoon mau nangis.

Tapi sayang, Guanlin nggak terpengaruh sama sekali. Buktinya, Guanlin masih aja nyubitin kedua pipi Jihoon. Makin nafsu lagi nyubitnya!

Jihoon mengangkat salah satu tangannya yang lagi megangin botol minuman Guanlin. Lalu, Jihoon memukul kepala Guanlin pakai botol tersebut. Guanlin cuma cengengesan aja, lalu mulai menyudahi acara cubit-menyubit nya.

Guanlin membuka tutup botol minuman dingin yang dikasih Jihoon, lalu mulai meneguk minuman tersebut dengan nggak tau malunya. Cuma beberapa teguk doang, langsung habis. Haus apa haus?

Jihoon meraih botol yang udah kosong itu dari tangan Guanlin. Lalu, Jihoon menarik tangan Guanlin untuk lebih minggir lagi ke tepi lapangan. Jihoon berdiri di atas pondasi pembatas lapangan, membuat tubuhnya menjadi lebih tinggi sedikit dari Guanlin.

"Nunduk,"

Perintah ibu negara harus diturutin, kan? Yaudah, Guanlin nurut aja. Guanlin menunduk, nggak lama dia senyum. Hatinya menghangat. Jihoon melakukan hal yang sama kayak kemarin. Mengeringkan rambut Guanlin yang basah karena keringat.

Guanlin diem aja, Jihoon juga diem. Masih sibuk untuk ngeringin rambut Guanlin. Mumpung nggak ada siapa-siapa, Guanlin jadi punya ide.

Guanlin merengkuh pinggang Jihoon yang berada tepat di depan perutnya. Jihoon sedikit kaget, bahkan hampir jatuh, tapi untungnya dipeluk sama Guanlin. Jihoon menggeleng kecil, sambil tersenyum. Membiarkan Guanlin meneruskan kegiatan manjanya; ndusel-ndusel di bagian dada Jihoon. Padahal Jihoon belum selesai, masih ngeringin rambut Guanlin.

Guanlin mengeratkan pelukannya, membuat Jihoon menyerah dan berakhir membalas pelukan Guanlin. Jihoon tersenyum kecil, saat nggak sengaja denger Guanlin terkekeh pas Jihoon ngebales pelukannya. Jihoon juga kembali mengulangi apa yang dia lakuin kemarin; nyisirin rambut lepek Guanlin pakai jari-jemarinya.

Guanlin merenggangkan pelukannya, lalu mendongak menatap Jihoon. Kini, kedua tangan Jihoon berpangku pada kedua bahu Guanlin.

"Ndut, empuk banget sih kayak kasur."

"Guanlin!!!"

Tanpa mereka berdua sadari, ada sepasang mata yang daritadi ngeliat kelengketan Jihoon dan Guanlin. Jinyoung. Tadi sih, niatnya mau ngasih makan siang buat Jihoon, soalnya tadi pagi Jihoon bangun kesiangan, jadi nggak sempat sarapan. Tapi, kayaknya percuma juga. Jihoon udah kenyang juga kan?

Jinyoung tersenyum kecil, lalu berbalik meninggalkan lapangan. Tiba-tiba Jinyoung ingat, masih banyak tugas yang harus diselesain. Well, ini udah d-2!

OoO

Seperti biasa, Jihoon kesulitan untuk ngaitin tali helm. Nggak tau helmnya yang kekecilan, atau kepala Jihoon yang membesar. Yang pasti, kenapa makin lama helm Guanlin makin susah dipakai, sih?

Guanlin baru aja selesai masang tali helmnya, lalu berbalik dan menggeleng saat mendapati Jihoon yang lagi cengengesan. Udah tau Guanlin mah. Pasti deh nggak bisa make helm.

Guanlin pun mengatur posisinya agar bisa memasangkan helm di kepala Jihoon dengar benar. Begitu tali helm itu terpasang, ponsel Guanlin bergetar.

"Bentar, ndut."

Jihoon cuma ngangguk aja, dan ngebiarin Guanlin mulai sibuk sama ponselnya.


Bunda
2.00pm KST
Guanlin, jemput bunda di supermarket perempatan sekarang.

GUANLIN NGGAK MIMPI, KAN? BUNDA NGIRIM SMS? UNTUK PERTAMA KALINYA?

Guanlin mulai deg-degan. Ini... baru pertama kali Guanlin rasain. Perasaan yang nggak biasa. Perasaan yang bahkan Guanlin sendiri nggak bisa ngejelasinnya.

Jadi, apa ini yang dinamakan jatuh cinta untuk yang pertama kali pada ibu sendiri?

Iya, karena baru kali ini, bundanya ngirim sms, layaknya ibu yang ngirim sms untuk anaknya.

Guanlin sadar akan satu hal, dia sayang banget sama bundanya.

Tapi, sekarang? Sekarang banget bunda minta dijemputnya?

Tapi, Jihoon?

Ngeliat Guanlin yang mendadak diem, Jihoon jadi penasaran. Jihoon memajukan tubuhnya, untuk bisa mengintip apa yang ada di layar ponsel Guanlin.

Mata Jihoon menyipit sedikit demi sedikit, sambil berusaha membaca apa yang bisa ia baca.

Dari bunda ternyata...

Oh, minta dijemput.

Jihoon tersenyum kecil, lalu menepuk pelan bahu Guanlin. Guanlin menoleh, dan mendapati Jihoon lagi senyum. Manis banget. Jadi nggak enak Guanlin sama Jihoon, kalau nyatanya dia nggak bisa nganter Jihoon pulang siang ini.

"Hm, ndut,"

Jihoon tertawa kecil, lalu mengangguk.

"Iya, nggak papa, kok. Bunda minta dijemput, kan? Yaudah, lo nanti turunin gue di halte depan sekolah aja."

Guanlin menggeleng cepat, "gue anter aja sampai kondo, nanti baliknya gue langsung jemput bunda."

Sekarang, giliran Jihoon yang menggeleng.

"Sampai halte depan sekolah aja, Guan. Gue bisa naik bus, kok."

Guanlin menghela nafasnya, "maaf ya, ndut."

Jihoon kembali tertawa, "ngapain minta maaf, sih? Udah ayo buruan, nanti bunda kelamaan nunggu."

Guanlin mengangguk, lalu mulai menancap gas si Michael. Sesampainya di halte, Jihoon melepas helmnya. Memberikannya pada Guanlin, lalu mulai turun dari motor Guanlin.

"Udah sana," ucap Jihoon sambil melambaikan tangannya pada Guanlin.

"Gue tungguin sampai busnya datang."

Jihoon menggeleng dengan cepat, "ih, nggak usah!! Bentar lagi juga datang, kok! Udah sana, hush hush!"

Guanlin tertawa kecil, lalu mengacak gemas rambut Jihoon. Jihoon membalas tawa kecil Guanlin, lalu tersenyum.

"Salam ya sama bunda,"

Guanlin mengangguk.

"Hati-hati, Guan."

Lagi, Guanlin mengangguk.

Jujur, rasanya masih aneh banget. Masih kayak mimpi banget. Bundanya minta dijemput. Guanlin bingung. Harus ngapain.

"Ndut,"

"Apalagi?"

Guanlin menghela nafasnya, matanya fokus menatap Jihoon yang mulai kesel karena Guanlin nggak pergi-pergi.

"I love you,"

"UDAH SANA, IH!!!!"

.
.
.
.
.

HALO!! Chapter ini emang nggak banyak moment panwink nya, karena emang aku khusus-in untuk pembahasan kenapa Guanlin nolak Jihoon. Jadi, udah jelas kan? Jangan nafsu lagi sama Guanlin ya:( sedih dia juga tuh:( btw, aku tunggu komen-komennya! See ya!!^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro