Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8

Yang penasaran dan ga sabar, di KK dan KBM udah up. Insyaallah bentar lagi bab 16 up, ya.

Berapa harga 1 bab di KK? 2000 rupiah.
Berapa harga 1 bab di KBm? 15 koin setara 1500 rupiah.

Siapa sudah baca sampai bab 15? Baca cerita ini ga sedih, kok. Tapi emosi. Kalau kalian pikir Malik, Jullian, Jingga jahat, kenalan dulu sama Mas Krisna. Kalo lebel cabe, dese cabe apaan ayo?

***

Madu in training 8

Kecemasan yang Daisy Djenar Kinasih rasakan ketika tiba di rumah sakit benar terjadi. Tanpa ada Krisna di sampingnya, Kartika tampak sangat lemah. Jilbab dan gamis panjang memang masih melekat di tubuhnya, tetapi tidak mampu menyembunyikan kondisi aslinya yang sangat menyedihkan.

Lagipula, ke mana pria itu? Seharusnya dia yang berada di samping istrinya, bukan adik ipar atau malah adik angkatnya. 

"Mas Krisna tadi ikut acara balap mobil. Astera jadi salah satu sponsor. Tapi, sudah di jalan menuju ke sini." jawab Gendhis seolah tahu kebingungan di wajah Daisy saat ini. Astera adalah nama dealer milik Krisna yang sekarang memang sedang naik daun. Tidak heran, kemudian Krisna menjadi amat sibuk dan harus digantikan oleh adiknya, Gendhis. Dia sedang memijat lembut lengan Kartika yang saat ini masih terlelap.

"Kok, bisa? Bininya sakit. Seharusnya, sebagai suami, dia sudah curiga Mbak Tika mudah sakit. Ini malah asyik-asyik entah ke mana. Banyak cewek-cewek seksi, loh, itu."

"Krisnaku nggak seperti dugaanmu, Des. Kamu boleh bilang dia seperti apa, tapi Mas Krisna tidak sejahat dan sepicik yang kamu bayangkan. Dia berusaha keras buat memajukan dealer yang dia pegang. Rela masuk ke komunitas ini itu. Beberapa tahun lalu, dia cuma sales biasa yang diremehkan orang nggak bakal sukses walau menang tampang. Tapi, dia membuktikannya. Aku saksi sekeras apa dia memaksa dirinya buat sukses."

Balasan yang keluar dari bibir Kartika, yang tahu-tahu saja seolah menguping pembicaraan Gendhis dan Daisy, membuat Daisy berhenti bicara. Tentu, dia tidak terlalu tahu tentang Krisna. Tapi, pria macam apa yang bahkan tidak tahu kalau istrinya sekarat dan terkapar tidak berdaya seperti yang saat ini sedang dia lihat? 

Mas Krisna sudah setuju jadi suamimu.

Pesan yang dikirimkan oleh Kartika beberapa waktu lalu, kembali membuatnya bergidik. Bagaimana bisa dia menerima pria yang bahkan untuk istri yang amat dicintainya saja bahkan tidak peduli? Mengingat reputasi hubungan dan interaksi mereka berdua amat jauh dikatakan baik, malah minus, menurut Daisy, mustahil dia bakal dijadikan Ratu oleh Krisna.

Yang ada bakal jadi Ratu Demit, kali. Nahan hati melihat sikap sintingnya.

"Oke. Terus dia sudah tahu kalau Mbak sakit." 

Daisy mendekat ke arah ranjang. Gendhis sudah memberinya kesempatan agar dia mendekat ke arah kakak angkatnya. Sejujurnya, Daisy ingin menangis. Air matanya bahkan sudah menggenang. Akan tetapi, dia mesti menahan diri. Kartika tidak begitu suka orang-orang menangisinya. Hal itu juga jadi alasan, selama bertahun-tahun dia menyimpan tentang penyakitnya. Hanya Gendhis yang tahu dan tentu saja Daisy yang merasa dia tertinggal info amat banyak. 

Setelah Kartika menikah, wanita itu tidak seterbuka dulu dan Daisy yang menyerah mengerecoki rumah tangga orang memilih fokus pada kehidupannya di panti dan juga pekerjaan sampingannya sebagai penulis serabutan. 

"Mbak pasti bisa sembuh. Makanya jangan menyerah." 

Daisy berusaha tersenyum tetapi rasanya susah. Terutama ketika dia berusaha menggenggam tangan kakak angkatnya itu. Kurus, gemetar, dan tidak berdaya. Dia sendiri tidak gemuk. Tubuhnya malah cenderung mungil. Pakaian saja dia setia dengan ukuran S, itu saja baru beberapa bulan naik dari ukuran SS yang membuat Gendhis tidak percaya pada Daisy. Bahwa di balik gamis yang menurutnya selebar tenda, ada badan ceking yang kelihatan kurang gizi. 

Tetapi, dibandingkan dengan Kartika, Daisy merasa dia punya lebih banyak daging dan membayangkannya saja sudah membuat hidungnya mampet. Bagaimana bisa istri seorang pengusaha sukses yang amat dicintai oleh suami, ipar, mertua, dan siapa saja yang melihatnya, bisa sekurus dan semenderita itu?

"Mauku, Allah mengabulkan doa itu, Daisy Sayang. Kenyataannya tidak semudah itu. Aku dipaksa menyerah."

"Mbak." Daisy mencoba protes. Akhirnya bendungan air matanya bobol juga. Dia tidak membayangkan hal seperti ini sewaktu berangkat tadi, "Semua itu kembali kepada mindset kamu. Kalau kamu menyerah …" Daisy berhenti bicara karena dengan tangan ringkihnya, Kartika menyentuh lengan kanannya. Terdengar suara isak dan Daisy tahu, Gendhis ikut menangis bersamanya di belakang mereka. 

"Aku sudah coba cara itu. Mindset, herbal, totok, apa saja asal umurku bertambah. Tapi, kenyataannya takdir Allah berkata lain. Cuma satu yang saat ini bisa aku usahakan. Kamu dan Mas Krisna."

Daisy memejamkan mata. Air matanya luruh dan dia menggeleng karena di saat yang sama, Syauqi yang saat ini sedang menunggunya di luar kamar Kartika adalah hal paling dia inginkan. 

"Mbak, Desi nggak bisa. Bukan hanya Mbak yang punya suami, aku juga punya seseorang yang aku sayang dan berharap dia yang jadi teman hidupku selamanya."

Wajah Kartika tampak terkejut. Jawaban yang Daisy beri seharusnya tidak membuatnya kaget lagi. Dia sadar kalau permintaannya terlalu sulit buat dikabulkan. Dengan adanya Syauqi, hampir tidak mungkin meminta Daisy menerima Krisna menjadi suaminya.

"Sakit itu penggugur dosa. Mati itu sudah jadi ketetapan Allah. Aku ingin Mbak selalu berpikir positif supaya dokter bisa berbuat maksimal. Tapi, dengan memaksakan aku menjadi istri kedua suamimu nggak akan mengubah semuanya jadi lebih baik. Coba balik keadaan ini, Mbak diminta jadi istri kedua atau malah saat Mbak sehat, suamimu minta menikah lagi, gimana perasaan Mbak?"

Saat ini Kartika merasakan kembali denyut-denyut nyeri di sekujur tubuhnya. Akan tetapi, nyeri-nyeri itu tidak sebanding dengan kesakitan karena penolakan adik angkatnya. Dia memang gila, mendambakan pernikahan yang tidak masuk akal. Tetapi, bersama Krisna, hidup Daisy akan jadi lebih baik. Bukan dia tidak setuju Daisy bersama Syauqi, tetapi pria itu belum mampu membahagiakan Daisy secara materi karena mereka harus berbagi dengan banyak anak. 

"Aku cuma ingin kalian berdua bahagia." Kartika mencoba tersenyum. Ditahannya air mata yang jatuh, terutama saat melihat Gendhis memberikannya semangat dari belakang tubuh Daisy. Di saat yang sama, suara seorang pria yang amat dia kenal terdengar dan Kartika menoleh ke arah pintu.

"Tika… Tikaku Sayang."

Krisna Jatu Janardana mengucap salam dan menjulurkan kepala ke arah dalam ruang rawat sementara Daisy secara otomatis mundur dan mulai sibuk mengucapkan kata pamit serta minta maaf karena tidak bisa lebih lama berada di sana. Kartika sudah bersama pujaan hatinya dan Gendhis juga ikut menemani. Sementara dia sendiri merasa tidak memiliki banyak kegunaan bila menghabiskan waktu lebih lama. 

Saat Daisy memeluk Kartika, dengan tangan gemetar, wanita 31 tahun itu memohon di telinganya. Daisy sempat menoleh dan air mata Kartika luruh tanpa bisa dia tahan.

"Tolong Mbakmu ini… " 

Daisy kembali mengucap maaf dan segera mundur karena Krisna sepertinya amat ngebet ingin memeluk dan mengelus-elus puncak kepala Kartika. 

Iya, urus saja binimu. Jangan kabur lagi. Kalau perlu gantikan tugas dokter karena Mbak Tika lebih butuh itu.

Krisna sempat menoleh ke arah Daisy, namun perempuan muda itu segera saja bergegas mendekati Gendhis dan mengucapkan pamit sementara Kartika yang tangannya digenggam kembali memohon kepada suaminya agar mempertimbangkan permintaannya.

"Tolong, Mas. Umurku nggak lama lagi." 

Krisna memejamkan mata. Dia ingin sekali menolak. Saat ini, kesehatan Kartika adalah yang utama. Dia tidak ingin bermain drama apalagi berpikir tentang menikah lagi. Kartika adalah segalanya, pusat dunianya. Bagaimana dia bisa menjadi imam untuk wanita lain sementara makmum kesayangannya ini terkapar tidak berdaya. 

"Ummi, sudah selesai?" 

Celoteh anak-anak yang memanggil Daisy dengan sebutan Ummi membuat baik Krisna dan Kartika terdiam. Gendhis sudah mengikuti Daisy berjalan keluar kamar sementara Krisna dan Kartika saling tatap. 

"Kamu harus istirahat. Aku sudah memutuskan buat menemani kamu, Tika. Jadi, nggak usah takut lagi." Krisna dengan lemah lembut mengusap buliran kristal bening di pelupuk mata istrinya. Kartika sendiri memilih untuk menggeleng. 

"Horee, makasih Abi, udah ngajakin kita ke mal." celoteh lain terdengar. Krisna yang sempat melihat kehadiran dua orang anak perempuan berjilbab serta seorang lelaki bertubuh jangkung dengan peci putih sebelum masuk ke kamar rawat istrinya mencoba tidak mengingat lagi kemunculan wanita yang penampilannya mirip Kartika. Dia tahu perempuan itu adalah Daisy tetapi dia tidak peduli sama sekali kepadanya. 

"Kumismu nggak dicukur. Ini, matanya cekung. Kamu udah makan, belum hari ini?"

Telapak tangan kanan Kartika menyentuh pipi kiri Krisna. Terasa dingin. Tanda kalau pria itu tampak sangat mengkhawatirkan istrinya. Krisna bahkan tidak peduli dengan sekitar atau bahkan mengisi perut. Sejak tadi pagi, dia hanya berharap bisa bertemu istri yang paling dia sayang. 

"Makan bisa menunggu. Kamu sendiri sudah makan?"

Bibir pucat Kartika bergetar. Bila menjawab sudah makan, dia tahu, Krisna bakal tahu kalau dia berbohong. Tapi, dia sudah tidak sanggup menelan lagi. Hanya cairan bening yang kini mengalir lewat selang yang jarumnya menancap di punggung tangan kiri Kartika yang membantunya mendapatkan asupan cairan.

"Belum. Nungguin kamu."

Air mata Krisna menetes hingga ke selimut yang membungkus separuh tubuh Kartika sewaktu dia memejamkan mata. 

"Mau pesan apa, Sayang? Bubur atau nasi padang? Atau kamu mau sop buntut?"

Kartika ingin sekali makan salah satu dari yang suaminya sebutkan tadi, tapi, dia tahu, amat sulit menelan makanan dalam kondisi seperti ini. Dia lebih suka memandangi Krisna yang sebentar lagi bakal dia tinggal untuk selamanya. Dadanya sakit membayangkan nasib pria tampan kesayangannya ini bakal merana sendirian dan dia tidak sanggup. 

"Cuma mau peluk kamu, Mas." Kartika berusaha menghapus air mata di pipi suaminya dan Krisna membalas dengan anggukan lalu mendekatkan tubuhnya untuk mendekap Kartika dengan penuh kasih sayang seolah dia amat takut maut menjauhkan mereka berdua untuk selamanya. 

Isak Kartika begitu dia merangkul tubuh Krisna makin menjadi dan yang bisa dia ucapkan kepada suaminya hanyalah permintaan maaf yang tidak putus, membuat Krisna tidak sanggup bertahan dan ikut terisak di dalam pelukan mereka.

"Maafin Tika, Mas. Sudah gagal jadi istrimu, sekarang aku gagal mendapatkan pengganti diriku… "

Tapi Kartika tahu, Krisna menangis bukan karena dia tidak mampu mendapatkan hati Daisy, melainkan tidak sanggup berpisah dengan pemilik tulang rusuknya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro