19
Udah up.
Ramein ih. Biar trending.
Yang ga sabar silahkan ke KBM App dan Karyakarsa. Search saja eriska helmi. Udah bab 50 sekian. Auk ah, hahahahha.
Krisna nyebelin?
Kan dah aku kate, semua yang nyebelin diblender, jadilah Mas Nana. Ngoagahahahhaaa.
***
19 Madu in training
Daisy kira, Krisna yang bersikap amat lembut kepadanya saat mereka memadu kasih di atas sofa, berarti sudah mencoba berdamai kepadanya. Nyatanya, saat mereka berdua kembali ke dunia nyata usai perang memabukkan yang pada akhirnya membuat Daisy sadar mengapa banyak sekali pasangan menggilai aktivitas tersebut, Krisna kembali ke tabiatnya yang semula. Tidak ada senyum lembut atau ucapan penuh kasih sayang seperti yang selalu pria itu beri kepada istrinya. Usai hasratnya tuntas, dia lalu bangkit dan meninggalkan Daisy sendirian di ruang keluarga dengan pandangan bingung dan kikuk, terutama karena menyadari keadaannya sama persis dengan ayam yang habis dicabuti bulu.
Sudah jam dua belas lewat, keluh Daisy saat melihat jam. Seluruh tubuhnya tampak penat dan dia ingin mandi. Tubuhnya terasa amat lengket dan sisa-sisa pergulatan mereka di tubuhnya membuat Daisy mengerutkan dahi. Bagaimana bisa Krisna nampak sebuas dan seganas itu padahal selama ini, dia melihat pria tersebut sebagai sosok lembut dan hampir kemayu. Cuma memang, begitu dia menggunakan dialek lo-gue kepada Daisy, sejak mereka berdua berada dalam satu mobil untuk pertama kali, wanita muda itu merasa melihat manusia lain di dalam sosok suaminya itu.
Krisna sendiri sudah menghilang ke kamarnya yang berada di lantai dua dan tidak ada tanda-tanda kalau dia ingin mengajak Daisy masuk dan bergabung bersamanya di kamar tersebut. Pada akhirnya, dengan sisa-sisa tenaga yang dia punya, Daisy memutuskan untuk beranjak ke kamarnya, mengambil handuk, lalu keluar kamar dan bergegas membersihkan diri ke kamar mandi.
Jejak-jejak yang pria itu buat di sekujur tubuhnya harus segera hilang, walau setelah memandang penampakan tubuhnya sendiri di kaca kamar mandi, Daisy merasa dia baru saja diterkam oleh beruang, awut-awutan tidak keruan.
"Dia itu gimana, sih? Bilang nggak suka, bilang benci, tapi pas lagi nafsuan kayak gitu, bikin orang bingung." Daisy bicara pada dirinya sendiri. Bibirnya maju dan dia merasa kesal, duda gila itu meninggalkan jejak di sekujur tubuhnya bak kucing jantan sedang memberi tanda dengan kencing ke segala penjuru, seolah-olah menandai wilayah kekuasaannya, menurut sumber yang dia baca. Itu, kan, sama artinya kalau Krisna sedang memberi teritori pada Daisy kalau dia adalah miliknya.
"Lon*e"
"Pela*ur"
Daisy memejamkan mata, membayangkan betapa menyebalkannya wajah Krisna ketika mengucapkan itu semua. Bibirnya berkata seolah dia jijik, tetapi, perabotnya tidak bisa lepas dari milik Daisy. Setidaknya, selama dua kali momen kebersamaan mereka, Daisy mempelajari sikap dan sifat suaminya walau dia lebih banyak diam.
Luntur image alim dan manismu yang selalu dipromoin sama Mbak Tika. Coba saja dia sempat tahu gimana kelakuanmu kepadaku, pasti dia bakal marah, Mas.
Daisy menyentuh bibirnya sendiri. Walau mulutnya tidak bersuara, ketika dia memanggil Krisna dengan sebutan Mas di dalam hati, perasaannya menjadi aneh dan dia bergidik sendiri.
Bagaimana bisa dia memanggil pria itu dengan sebutan Mas? Padahal, sebelum ini boro-boro. Paling banter Daisy selalu menyebut Krisna "Suami Mbak Tika" atau "Abang Gendhis." sehingga ketika menggunakan kata tersebut, dia merasakan sebuah krisis identitas, sama halnya saat dia melihat Krisna yang bersikap seolah seorang munafik. Bibirnya berkata benci tetapi tidak menolak menggerayangi Daisy sampai dia puas.
Daisy menggelengkan kepalanya beberapa kali. Sepertinya dia sudah terlalu lelah dan mesti cepat-cepat membersihkan tubuh. Dia harus segera tidur setelah ini. Besok kemungkinan besar Krisna akan bekerja dan dia sendiri mungkin akan ke panti. Barang-barangnya masih banyak tertinggal di sana dan dia harus mengangkutnya hingga ke rumah ini.
Tunggu dulu. Daisy kembali menaikkan dahi, merasa perbuatannya sedikit berlebihan. Dia dan Krisna belum pernah membahas soal ini, tentang keberadaannya di rumah pria itu, lalu mengenai hak dan kewajibannya sebagai istri. Selama satu minggu ini, Krisna seolah menghindarinya dan kehadiran sanak saudara yang turut membantu takziah membuatnya kikuk untuk sekadar mengobrol. Krisna juga tidak mau repot-repot mengajaknya bicara dan lebih memilih berkumpul bersama pihak laki-laki. Pada pagi dan siang hari, dia memilih mengurung diri di ruang kerjanya, dengan alasan mesti bekerja dari rumah dan hal tersebut membuat semua orang percaya.
Tapi, kini semua sudah usai. Sanak saudara pria itu sudah kembali ke rumah, termasuk Gendhis yang mengeluh dia terlalu banyak bolos. Sebagai perawat junior di sebuah klinik ibu dan anak, dia merasa amat malu bersikap malas-malasan. Gara-gara itu juga, Daisy pada akhirnya harus berakhir hanya berdua dengan Krisna yang hingga detik ini belum memperjelas statusnya di rumah itu.
"Aku dibolehin tinggal di sini atau balik lagi ke panti? Tapi, pesan Mbak Tika, setelah nikah, aku mesti nemenin dia di sini."
Daisy menghela napas. Makin dipikir, kepalanya makin berdenyut. Krisna sudah menguras begitu banyak energi dan dia harus segera mandi. Setelah hari ini, masih banyak hal yang harus dia lakukan, termasuk membantu membereskan sisa keruwetan takziah selama beberapa hari terakhir.
***
Ketika Daisy keluar kamar untuk mengambil air wudu pada pukul empat lewat tiga puluh dini hari, Krisna sudah berada di depan televisi mendengar kajian dari seorang ulama yang amat terkenal. Meski begitu, daripada fokus ke layar televisi, wajah tampan pria itu ternyata fokus kepada gambar di dekat televisi yang berisikan foto istrinya, Kartika Hapsari yang tersenyum di dalam pelukan Krisna.
Daisy kemudian menyunggingkan seraut senyum tipis karena saat yang bersamaan, dadanya berdenyut nyeri. Krisna merindukan istrinya dan dia juga. Dari foto itu saja, Daisy bisa melihat betapa signifikan perbedaan bobot tubuh Kartika dibandingkan dengan saat sebelum dia meninggal dan membayangkan bahwa kakak angkatnya berusaha menyembunyikan penyakitnya dari sang suami adalah hal yang paling menyedihkan, termasuk, bisa-bisanya Krisna tidak curiga sama sekali. Entah dia memang gila kerja atau dungu, Daisy tidak paham.
Dia suamimu, Des. Berhenti ngata-ngatain dia.
Lagi, Daisy bergidik seolah tubuhnya masih belum menerima kenyataan bahwa Krisna adalah suaminya. Meski begitu, sekuat apa pun dia menyangkal, mereka sudah menikah.
"Ngapain lo lihat-lihat gue? Nggak ada kerjaan lain?" Krisna berdiri sembari memegang remot TV. Azan telah berkumandang dan sama seperti dirinya, pria itu hendak mengambil air wudu. Huh, seharusnya Krisna melakukannya sejak tadi, rutuh Daisy dalam hati.
"Ceramahnya bagus." Daisy mencoba tersenyum. Tapi, gara-gara itu dia sadar, rambutnya acak-acakan karena saking dia amat mengantuk, wanita muda itu tidak sempat lagi bersisir. Daisy hanya bisa membentang handuk di atas bantal milik Gendhis lalu tidur seperti ular kekenyangan atau kerbau mati, dia tidak bisa membedakan dan sekarang, tatapan Krisna tertuju ke arahnya seolah Daisy adalah singa betina yang habis mengamuk.
Karena itu, cepat-cepat dia menggelung rambut dan berusaha tersenyum lagi. Tapi, dalam beberapa detik kemudian, dia memarahi dirinya sendiri, ngapain senyum-senyum sama orang jahat macam dia. Kamu, tuh, seharusnya marah. Pukul perutnya, kek. Mas Krisna sudah semena-mena dan melecehkan kamu berkali-kali.
Krisna melempar remot ke atas sofa lalu berjalan begitu saja melewati Daisy. Dia sudah memakai sarung dan rambutnya basah. Apakah tadi suaminya mandi? Kenapa dia tidak sekalian berwudu? Apakah mandi tersebut karena percintaan mereka tadi malam atau sehabis mandi tadi Krisna sempat buang angin?
Namun, daripada bertanya, Daisy malah membahas hal lain, "Mas, pagi ini boleh Desi izin ke panti? Mau ambil barang-barangku."
Krisna sempat berhenti sejenak. Wajahnya kembali meneliti Daisy lekat-lekat, dari ubun-ubun hingga ujung kaki. Subuh itu dia memakai tunik yang terpaksa dijadikan pakaian tidur. Ummi Yuyun mungkin lupa membawakan pakaian harian sebagai gantinya, beliau memasukkan beberapa pakaian formal Daisy. Beberapa di antaranya adalah gamis dan selama semingguan ini Daisy sudah memakai semua stok pakaiannya. Dia berencana ingin mencuci sebelum berangkat ke panti.
"Serah."
Ketus dan tanpa senyum. Krisna bahkan dengan cepat melengos meninggalkan istri barunya itu tanpa kata-kata manis yang akhirnya membuat Daisy memajukan bibir.
"Di kasur aja kamu sok sayang. Dasar bayi tua bangka."
Cepat-cepai Daisy mengucap istighfar. Tidak sepantasnya dia menghardik suaminya sendiri. Dulu, sebelum mereka menikah, dia boleh saja melabeli pria itu apa saja termasuk memamerkan akun Instagram Krisna kepada Gendhis dan Kartika yang terlihat memberi beberapa ikon like pada foto-foto semi panas beberapa model lelaki yang membuat Gendhis melabrak kakaknya dan sejak itu, perang dingin mereka dimulai. Tapi, kini, walau dia sebenarnya tidak rela, pria itu adalah imamnya dan hanya jamaah sinting seperti dia yang tega mengatai suami sendiri.
Huh, ngapain aku takut-takut? Daisy menenangkan dirinya ketika sadar, dia seharusnya mengatai Krisna dengan ucapan yang lebih parah.
Dia aja manggil aku lont* sama pelac*r.
Daisy tahu, dia seharusnya marah kepada Krisna. Tapi, dia yakin, sebelum marah, pria itu bakal duluan menyerangnya. Tubuh Krisna jauh lebih besar dan amat bertenaga. Dia saja kewalahan menghadapinya ketika pria itu memaksanya tadi malam dan berusaha memukul perut atau pipinya mungkin bakal membuat Daisy kena karma dua kali walau sebenarnya Krisna amat pantas untuk itu.
"Sana, minggir."
Daisy terlonjak. Krisna suka sekali bicara dengan nada kasar kepada dirinya padahal dia sedang tidak berbuat salah. Lagipula jalan menuju musala kecil di rumah itu amat luas dan anehnya, Krisna memilih marah kepadanya.
"Jangan marah-marah, toh, Mas. Kamu ngomong dengan suara pelan aja, Desi bisa minggir, kok." Daisy berusaha melawan, usahanya berhasil dan Krisna pada akhirnya berhenti dan berbalik ke arahnya. Pandangan pria itu tampak tajam dan dari bibirnya siap meluncur kata-kata sadis yang membuat Daisy waspada. Tapi, jangan panggil dia Duta Jendolan kalau tidak berhasil mengalahkan pemenang kontes Pria Sehat Indonesia itu.
"Apa? Mau marah?" Daisy mengangkat dagunya, "coba aja marah. Kalau kamu minta jatah lagi, nggak bakal kukasih. Aku bakalan beli celana yang ada gemboknya terus kuncinya kulempar ke selokan."
Daisy menahan debar di dadanya ketika mengucapkan hal tersebut. Gila, dia seperti memberi ikan asin kepada seekor kucing garong mengamuk. Sudah tahu Krisna amat temperamental bila berkaitan dengan dirinya dan kini dia malah melawan pria itu.
"Mulut lo masih bisa gue pake kalau yang lain nggak bisa."
Krisna menyeringai dengan wajah sadis dan menjijikkan sementara Daisy yang mendengarnya merasa ingin muntah dan sambil memaki pria itu di dalam hatinya berkali-kali, dia memutuskan untuk berlari ke kamar mandi.
Sinting.
Gila.
Psiko.
Kartika Hapsari, kamu tahu, nggak kalau suamimu sebetulnya butuh dibawa ke rumah sakit jiwa?
***
Makemak yang mau mentung kepala Krisna sini ngacung.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro