6. Something Weird on Her Heart
Seminggu ini, kelas yang harus dihadiri oleh Faye hanya berisi sekitar satu sampai dua mata kuliah saja per hari. Selepas jam makan siang, ia selalu memiliki banyak waktu luang hingga esok pagi kembali menyapa. Oleh sebab itu, hampir seminggu penuh Faye lebih banyak menghabiskan sisa harinya di perpustakaan untuk membaca jurnal, mengerjakan tugas, maupun esai. Kadang saking asyiknya, ia bisa saja melewatkan makan malam dan keluar dari perpustakaan kampus sekitar pukul sebelas malam.
Akibat pola yang kurang teratur tersebut, kini tubuh Faye mulai menuai buahnya. Sejak pagi-lebih tepatnya selepas salat Subuh-sekujur tubuhnya dilanda nyeri, diiringi suhu yang lebih tinggi dari biasanya.
"Telung puluh wolu derajat celsius," gumam Faye dengan suara sengau. Pangkal tenggorokan pun terasa sedikit tidak nyaman hingga membuatnya kehilangan napsu makan dan bicara berlebihan. "Fix, sakit, sih, ini," ujarnya lagi. (Tiga puluh delapan derajat celsius.)
Beruntung, hari ini hanya ada satu kelas yang harus Faye hadiri. Dan seusai jam kuliah tersebut berakhir, ia lantas memilih untuk kembali ke asramanya dan beristirahat. Kali ini saja, Faye ingin melepaskan diri dari kesibukan jurnal dan esai. Tubuhnya perlu di-charge sebelum kembali menghadapi serangkaian jadwal yang sudah diatur.
Baru saja gadis berbaju serba cokelat muda itu selesai menuang teh kamomil ke dalam cangkir, tiba-tiba terdengar suara ketukan bertubi di pintu kamarnya. Ketika pintu berbahan kayu kualitas tinggi yang melindungi ruangannya dari paparan debu dan faktor lain dibuka, tampak Danielle tengah berdiri di depan sana dengan raut campur aduk. Seolah sedang terburu-buru.
"What's wrong, Dan?" tanya Faye saat dilihatnya Danielle bergegas masuk tanpa permisi. Sebenarnya mereka sudah terbiasa seperti ini ketika memasuki kamar masing-masing. Akan tetapi, gestur tidak tenang yang Danielle tunjukkan kini justru membuat Faye jadi ikut cemas.
"I'm pretty sorry, Laf, mendadak ada tugas tambahan dari Sir Josh yang harus kukerjakan siang ini. Aku sedih karena tidak bisa menemanimu yang sedang tidak sehat."
Faye termenung beberapa saat. Mendapati fakta yang ia dengar barusan, ia bingung dan lega secara bersamaan. Lalu, ia mengucap syukur, lega karena menyadari tidak ada hal buruk yang menimpa sahabatnya.
"I'm already 19th this year, Dani. You don't have to be worry because I can handle everything by myself."
"But you're unhealthy now. Aku tahu bagaimana rasanya, Laf, berada di dalam kamar seorang diri di saat tubuh sedang sakit."
Danielle terus mengungkapkan kegelisahannya pada Faye. Sedangkan pihak yang menerima rasa perhatian itu justru sibuk tertawa kecil karena merasa kesulitan untuk meyakinkan gadis berkulit putih khas bule Eropa di hadapannya, bahwa ia baik-baik saja meski sendirian.
Namun, bukan Danielle Jacombs namanya jika gadis itu tidak bisa memberi kejutan untuk Faye. Di akhir salam sebelum dia beranjak pergi, Danielle sempat meneriakkan sebaris kalimat yang membuat Faye terhenyak cukup lama.
"Tapi, tenang saja, Laf. Aku sudah menghubungi Ray. Kebetulan, dia sedang tidak ada jadwal apa-apa siang ini. Jadi, bersiaplah. Dia yang akan menggantikanku sementara untuk menemanimu, oke?"
Kalimat Danielle yang panjang terus berputar di dalam kepala Faye. Lamat-lamat, ia mencerna apa makna di balik pernyataan tersebut. Setelah paham, Faye pun langsung berteriak balik-setengah memaki Dani, yang sudah tidak terlihat lagi jejak bayangnya.
"Punya teman satu kok, nyebelin banget, sih! Mana nggak bilang-bilang dulu lagi, kalau dia nyuruh Mas Ray ke sini. Duh, Gusti, Faye kudu gimana ini?"
Belum selesai Faye pulih dari rasa panik, dering ponselnya mengaum kencang. Panggilan dari Ray.
"Ya Allah, gimana ini? Faye jadi enggak enak ngerepotin Mas Ray."
Mengabaikan pusing yang mulai menyerang bagian atas kepala, dengan pasti Faye memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut. Rupanya, Ray hanya ingin mengabarkan bahwa dia sudah tiba di depan area Cripps-kawasan blok akomodasi untuk para mahasiswa undergraduate di St. John's College.
Demi Rasulullah dan jajaran sahabat, kini Faye merasa seperti sedang dikejar harimau. Tak ada celah untuk melarikan diri.
Setelah menutup telepon, Faye pun lekas bersiap. Tidak mengganti pakaian memang, hanya menambahkan coat tebal berwarna abu sebagai bentuk perlindungan tubuh dari terpaan angin, serta mengenakan pasmina sederhana yang dirangkai seadanya. Pikir Faye, ia tidak sedang dalam proses akan menghadiri acara resmi dari kampus. Tidak juga akan pergi berkencan. Jadi, penampilan yang penuh effort tidak dibutuhkan di sini. Simpel saja, yang penting rapi dan nyaman.
Tunggu.
Apa? Kencan? Plis, Fay. Cukup yang kemarin-kemarin aja, kamu bikin abi sama umi kecewa. Jangan bikin mereka sedih lagi dengan aksi pacar-pacaran, yang udah jelas dilarang sama agama!
Di pintu depan, dapat Faye lihat Ray sedang berdiri sambil memainkan telepon pintar dengan case warna putih tulang. Entah untuk keperluan apa. Yang pasti, kesan yang Faye tangkap dari sosok Ray siang ini adalah; luar biasa!
Bagaimana tidak? Hanya dengan mengenakan kaos santai berwarna putih yang dirangkapi kemeja flanel motif kotak-kotak, serta celana jeans hitam yang terlihat pas di sepanjang kaki saja, Ray sudah terlihat semengagumkan itu. Di mata Faye, tas selempang yang tersampir di bahu Ray juga menambah kesan cool dalam diri laki-laki berusia dua puluh tahun tersebut.
"Mas Ray," sapa Faye. "Maaf, ya, gara-gara Dani, Mas Ray jadi harus repot nyamperin Faye ke sini. Padahal, Faye enggak apa-apa kok, sendirian di room. Udah biasa," lanjutnya.
Ray yang melihat Faye sudah diliputi perasaan bersalah itu pun hanya melempar senyum maklum. Katanya, "enggak direpotin sama sekali, kok, Fay. Malah aku makasih banget sama Danielle yang udah mau ngasih kabar kamu ke aku. Remember? Kamu selalu jawab fine, tiap aku tanya kabar."
Well, Ray sama sekali tidak salah. Apa yang pemuda itu ucapkan memang benar adanya. Faye selalu menjawab dalam kondisi yang baik, saat Ray menanyakan bagaimana kabarnya. Bukan maksud ingin berbohong, hanya saja, Fay tidak ingin sampai merepotkan lelaki yang baru dikenalnya beberapa bulan tersebut, jika ia selalu berkata jujur mengenai keadaan. Takut merepotkan kalau semisal Faye bilang sedang sakit. Seperti siang ini contohnya.
"Kamu... enggak nyaman sama aku, ya, Fay?"
Pertanyaan mengejutkan dari Ray itu sontak membuat Faye semakin merasa tidak enak. Buru-buru ia membela diri dan menyatakan beberapa alasan mengapa ia terpaksa berbicara tidak sesuai dengan fakta.
"Maaf banget, Mas. Faye enggak ada maksud buat bohongin Mas Ray, kok. Faye cuma enggak mau ngerepotin dan bikin Mas Ray ngerasa nggak nyaman aja temenan sama-"
Belum tuntas Faye menjelaskan, Ray justru menyemburkan tawa yang membuat Faye merasa dijungkirkan oleh keadaan. Dari panik, khawatir, merasa bersalah, lalu kini berbalik menjadi bingung.
"Kok, Mas Ray ketawa, sih? Ada yang lucu?"
Sampai Faye bertanya demikian, nyatanya Ray tetap tak menghentikan aksi terbahaknya. Malah semakin keras, hingga membuat beberapa siswa yang lewat di sekitar keduanya menoleh dengan tatapan heran.
"You know? You're so cute, Lafayetta," ungkap Ray sembari menyeka titik-titik air di pucuk mata.
You're-so-cute. Repeat. YOU'RE-SO-CUTE!
Satu serangan telak dari Ray membuat degup jantung Faye berguncang hebat. Wajahnya mulai memerah. Ada pula sensasi ribuan kupu-kupu terbang di dalam perut. Netra cantik Faye juga otomatis menjauh dari pusat di mana Ray tengah berdiri. Ia malu. Entah karena apa.
Hei, jantung. Kamu kenapa? Kok, gemetaran, sih? Biasanya pas lagi masuk angin atau sakit apa pun, kamu nggak seberdebar ini, lho?
- To be Continued.
Noted.
Sekadar info aja, nih. Kalau misal kalian nemuin Faye atau Ray tetiba ngomong pakai bahasa yang formal banget, it means mereka lagi ngomong pakai bahasa Inggris, ya, Manteman. Sengaja nggak kutulis full english demi kenyamanan bersama 🤗.
So, happy reading, and see you on the next chapter~!^^
Malang, 30 Maret 2023
18.01 WIB
All Rights Reserved
Pialoey 💙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro