15. Truthness Behind of the Matcha Madeleines
Akhir-akhir ini, entah mengapa Faye mudah teralihkan pikirannya oleh Ray. Padahal laki-laki itu tidak berbuat apa-apa, hanya sebatas mengirimi kabar, menelepon jika ada waktu luang, sebatas itu. Tidak pernah merayu, menggoda Faye, atau hal-hal lain yang biasa digunakan seseorang untuk mendekati orang yang disukai.
Jujur, ini kali ke dua Faye merasa resah akibat sikap Ray terhadapnya. Jika yang pertama adalah karena pernyataan Ray yang ingin lebih dekat dengannya—dan sudah terjadi walau tidak terikat hubungan tidak sah semacam pacaran—maka kali ini, sikap pemuda penggemar musik klasik yang mendadak irit bicara padanyalah yang menjadi alasan atas kegundahan hati Faye.
Dalam hati ia bertanya-tanha, mengapa Ray berubah seperti itu? Sejak di kereta tempo hari, tidak banyak kata yang dia utarakan selain ‘was it him?’ bahkan hingga tuntas mengantar Faye sampai depan pintu asrama. Apakah Faye sudah berbuat salah? Tapi apa?
"Laf!" teriakan nyaring membuat Faue tersentak. Siapa lagi pelakunya jika bukan Danielle.
"Ada apa, Dan?"
"Guess what I've got for you," pancing Dani pada Faye. Gadis itu tahu, rekan satu asramanya itu sedang tidak baik. Mood-nya bahkan tidak stabil. Oleh sebab itu, Dani berinisiatif untuk membantu Lafayetta keluar dari jurang kegelisahan secepat mungkin.
"Dua tiket baking class?" tanya Faye bingung, sedetik setelah menerima dua lembar tiket kelas memasak yang Dani sodorkan. "Untukku? Oh, Dani. Kamu sangat tahu bahwa aku tidak pandai membuat kue."
Danielle menggeleng tegas. Katanya, "you're so great at it, My Laf. Honey pancake yang kamu buat waktu itu sangat menakjubkan!"
"Oh, come on. It's just pancake, Dan. Everyone can make it easily." Faye menyanggah pernyataan Dani yang menyebutnya keren dalam hal baking.
"That brownie cookie too. And the... uhm, Indonesian cheese bites too."
"Nastar?"
"Yeah, whatever it is, but the point is I want you to come out here this afternoon."
"Hah? Apa maksudmu, Dan? Kelas baking-nya dilaksanakan hari ini?" ulang Faye tidak percaya. "Are you crazy? Mousy Dani?" Faye menggeram saat Danielle hanya menanggapi semua pertanyannya dengan anggukan antusias. Benar-benar seperti tidak berdosa sudah menjailinya seperti ini.
"Kelasnya dimulai pukul tiga, Laf. Don't be too late and have fun!"
Faye mengernyit tajam. Ucapan Dani barusan terdengar janggal. Have fun? Apa maksudnya Faye akan menghadiri sesi kelas itu sendirian? Bagaimana dengan Danielle? Ada dua lembar tiket yang gadis itu berikan secara paksa pada Faye!
Dan seolah hati mereka sudah terikat menjadi satu hingga membentuk jalur telepati, Dani pun memberi satu fakta yang memukul telak ego Faye.
"Aku memesankan tiket itu untukmu, Laf. Tentu aku tidak akan datang bersamamu karena kamu tahu aku tidak pandai dalam hal memasak. Ajak saja Ray, dia pasti mau menemanimu. Be happy, My Laff!"
Usai berkata demikian, Danielle pun kabur. Meninggalkan Faye yang masih tidak percaya dengan apa yang ia dapatkan dari Danielle barusan.
🦪🦪🦪
Satu jam yang lalu, Faye dilanda panik hebat. Demi apa pun, hari ini adalah hari Rabu! Bukan hari yang bebas dari padatnya jadwal kuliah atau tugas! Faye yakin, pasti Ray sedang sibuk sekarang. Mana bisa menemaninya hadir di kelas dadakan yang Danielle daftarkan?
Tetapi, saat notifikasi ponselnya memberitahu bahwa Ray bisa pergi untuk menemaninya, Faye bersorak lega. Ia tidak tahu apakah Ray benar-benar sedang free, atau hanya memaksakan untuk bisa datang dan mengorbankan sesuatu demi Faye. Tapi yang pasti, membaca lagi pesan itu membuat bibir Faye menghadirkan senyum tanpa apa-apa.
"Lagi ngetawain apa, Fay?"
"Eh—oh, enggak, Mas. Cuma... chat dari teman aja."
"Siapa? Serangga?"
"Hah?"
"Kakak kelas kamu, si Serangga."
Butuh beberapa detik bagi Faye untuk memahami bahwa serangga merupaka pelesetan yang Ray beri untuk nama Ringga. Bodohnya, dengan terbata Faye mengiyakan. Hodob tenan kamu, Fay. Ngapain coba, bohong segala!
Setelahnya, Ray hanya memberikan celemek untuk Fayekenakan, dan kembali bersikap acuh tak acuh. Lagi-lagi situasi aneh ini. Apa benar, penyebab perubahan ekspresi Ray ini karena sosok Ringga? Tapi kenapa?
Kelas pun dimulai. Tema kali ini adalah "sweetness for your love ones." Dan bintang utama di sini adalah si cantik Madeleines, kue kesukaan Ray, yang entah sejak kapan Faue sukai juga.
Chef Margareth mulai memberi instruksi. Pada kesempatan ini, peserta dimasukkan ke dalam kelompok yang berisikan dua anggota, sesuai dengan tiket yang sudah dibeli. Cukup unik, karena Faye tidak pernah mengetahui ada kelas dengan pola seperti ini di Indonesia. Dan tentunya, Faye satu kelompok dengan Ray. Keduanya mulai membagi tugas. Sementara Faye mengolah bahan dadi tahap awal, Ray bertugas untuk menyiapkan cetakan, oven, dan lain-lain.
Pertama, para peserta diarahkan untuk memasukkan telur, gula, secubit garam, madu, dan vanilla extract ke dalam sebuah mangkuk kaca berukuran besar, lalu mengaduknya menggunakan whisker hingga tercampur rata. Untuk takaran, sang chef sudah memberi arahan di awal, pada saat proses penimbangan bahan baku.
Setelah pengadukan pertama selesai, kini Faye, Ray, dan beberapa kelompok lain diminta untuk menambahkan tepung kue, tepung almond, baking powder, serta bubuk matcha ke dalam adonan telur. Lalu diaduk lagi hingga semua adonan tercampur sempurna, serta mengubah teksturnya menjadi lembut dan juga kental. Kemudian, masukkan unsalted butter yang sudah dilelehkan terlebih dulu, aduk. Tambahi sedikit perasan air lemon, dan aduk lagi.
Sesudah dirasa cukup, Faye berhenti mengaduk. Ia menutupi adonannya dengan plastic wrap, lalu menginginkannya di dalam kulkas selama kurang lebih satu jam.
Sementara Faye melakukan instruksi-instruksi di atas, Ray justru mengerjakan pekerjaan lain yakni mengoleksi cetakan kue dengan unsalted butter. Tujuan penggunaan bahan ini alih-alih mentega adalah supaya adonan kue nanti tidak menempel pada cetakan, serta tidak ada rasa asing yang mengganggu cita rasa asli dari madeleines.
Tanpa terasa, satu jam sudah berlalu. Tiba saatnya bagi Faye untuk mengambil adonan dari dalam kulkas. Ia mengaduknya sebentar menggunakan spatula silikon, lalu memindahkan seluruh adonan ke dalam pipping bag. Faye memotong pucuk plastik, kemudian memindahkan isinya ke dalam cetakan kerang dengan gaya zig-zag, dan menaburkan potongan cokelat kecil-kevil di atas adonan.
Langkah selanjutnya adalah proses memanggang ada tiga tahapan yang harus dilakukan secara teliti di sini. Yang pertama, adonan madeleines dipanggang dalam suhu 220 derajat celsius selama empat menit. Kemudian, ganti suhu menjadi 190 derajat selama tiga menit, dan terakhir 160 derajat selama tiga menit juga.
Di sisi lain, saat waktu pemanggangan hampir selesai, Ray bergegas menyiapkan celupan green tea dengan cara melelehkan cokelat putih menggunakan teknik double boiler, lalu masukkan bubuk teh hijau ke dalamnya. Diaduk sebentar, hingga tercampur, lalu dituangnya sedikit demi sedikit di atas loyang berbentuk kerang.
Ketika kue sudah benar-benar matang, dia lantas mencelupkan bagian atas punggung madeleines ke dalam larutan green tea hingga semua lapisan tertutupi dengan apik. Ray lantas meletakkannya ke dalam kulkas ketika semua kue sudah terolesi. Dan... voila! The matcha madeleines are ready to serve.
Tanpa terasa jam pun terus berlalu, hingga akhirnya kelas pun berakhir. Para peserta dibolehkan untuk membawa pulang hasil kerajinan mereka. Di tengah perjalanan, Faye berbagi kue lembut yang dalamnya berongga itu dengan Ray.
"Mas Ray, boleh tanya sesuatu?"
"Just go Ahead, Fay."
"Mas kenapa?"
"Hah? Apanya, Fay?"
"Mas Ray selalu bersikap aneh belakangan ini. Kalau diturutin lagi, semua dimulai dari hari waktu kita ke Birmingham."
Ray yang ditanya begitu, sempat terdiam. Apakah Faye sudah mulai menyadarinya?
"Apa Faye ada salah?"
"Enggak." Cepat sekali Ray menjawab.
"Kalau enggak, kenapa Mas Ray kayak menghindar dari Faye?"
"Enggak, tuh. Kapan?"
Faye mencoba sabar. Ia tahu, bahwa kemungkinan besar Ray tengah mengerjai dirinya saat ini. Who knows?
"Kalau Faye pikir-pikir lagi, Mas Ray bakal jadi bad mood tiap Faye ngomongin soal Mas Ringga. Is that bothering you so much, Mas?"
Cukup lama Ray terdiam. Hingga akhirnya, kata iya pun meletus di bibirnya yang merah muda. Tegas dan penuh penekanan. Faye yakin, detik ini lelaki di sampingnya itu tengah berkata jujur.
"Mas Ray cemburu?"
Entah atas dasar apa Faye berkata demikian, tapi dirinya sudha tidak sabar untuk mengeluarkan kalimat tersebut. Mulanya, sosok Ray terpaku. Tidak memberi mka reaksi berarti. Tetapi kala Faye hendak meraih sebiji madeleines dari kotak yang Ray pegang, pemuda itu bertanya balik.
"Kalau iya aku cemburu, apa yang bakal kamu lakuin, Fay?"
-To be Continued.
Noted.
Maaf kalau banyak typo, ya. Finishing bab ini, mata sambil setengah merem. Bahkan nulis nama Ray aja bisa typo jauh jadi Jaemin. Pffff. But don't worry. Every single chapter bakal disunting lagi kok nanti, biar lebih rapi dan nice.
Dahlah. Happy Reading, and see you on the next chapter. Gud niiiteee~~
Malang, 4 April 2023
23.23 WIB
All Rights Reserved
Pialoey 💙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro