10. One Day in a Saturday
"When it comes to an academic prestige, Cambridge is the Harvard of the U.K. It's notoriously difficult to get into, with more than 16.000 undergrad applicants vying for one of 3,400 places. So, it makes sense that the students who pass the long and rigorous interview process deserve to be here.”
Faye sedang asyik menonton salah satu video wisuda dari salah satu alumni Cambridge Uni yang sedang diwawancarai di salah satu kanal youtube ternama. Tema kali ini adalah tentang pengalaman, serta kesan dan pesan para alumni terhadap kampus bergengsi yang menjadi incaran nomor satu di Inggris selain Oxford University.
“They're inventors, actors, athletes, and philanthropists—and some of the most impressive students we've ever met.”
Sepanjang video terputar, Faye menyimak dengan saksama. Sesekali ia bahkan mengangguk; menyetujui dan membenarkan pendapat dari para seniornya yang sudah lulus tersebut—sebab meski baru beberapa bulan mengenyam pendidikan di sini, Faye sudah merasakan sendiri berbagai pengalaman menakjubkan, yang nyaris sama persis seperti apa yang dikemukakan.
"Cambridge Uni emang no kaleng-kaleng, sih. Bersyukur banget bisa jadi bagian di sini. Enggak kebayang, gimana jadinya kalau seandainya waktu itu Faye elnggak keterima. Pasti.... sedih banget."
Di kamar yang berukuran tidak terlalu luas ini, Faye berniat menghabiskan hari Sabtunya. Tidak ada kelas, tidak ada agenda keluar, juga tidak ada rangkaian acara resmi yang dikeluarkan dari pihak kampus, maupun klub yang Faye ikuti.
Akan tetapi, di balik itu semua, Faye sudah menyiapkan sebuah daftar tersendiri yang berisi hal-hal apa saja yang akan ia lakukan. Termasuk salah satunya adalah dengan membuat sebuah artikel review mengenai kesan dan pesan Faye selama beberapa bulan menjalani kehidupan sebagai mahasiswi di Universitas Cambridge.
Untuk itulah, kali ini ia sibuk menonton banyak video testimoni dari para alumni Cambridge, supaya bisa menggali banyak informasi dari suara serta sudut pandang yang berbeda. Semata-mata supaya hasil review nanti memiliki kekuatan tersendiri yang dapat menggugah hati pembacanya.
Faye ingat sekali, dua minggu lalu, ia sempat dihibungi oleh pihak sekolah menengah atas tempatnya bersekolah dulu.
Mereka bilang, sebagai lembaga pendidikan yang memiliki kebanggaan tersendiri karena ada salah satu muridnya yang berhasil menembus Cambridge, mereka butuh sebuah pernyataan tertulis dari Faye. Mereka tidak meminta banyak. Perwakilan itu mengatakan, Faye cukup untuk menuliskan review saja. Hal ini sengaja mereka lakukan dengan harapan, sekolah lama Faye itu dapat memotivasi lebih banyak siswanya lagi agar tidak mudah menyerah dan terus giat belajar demi meraih cita-cita.
“Special thanks to the student-led organizations; The Cambridge Student, The Cambridge Union Society, Cambridge University Entrepreneurs, Cambridge University Expeditions Society, International Cambridge University Students Union, Footlights, and Cambridge University Eco Racing for submitting nominations.”
Satu video berdurasi hampir satu jam telah usai ditonton. Kini, tiba saat bagi Faye untuk merapikan kembali catatan-catatan yang sudah dibuatnya selama menonton tayangan tadi.
“Kok, kayaknya ada yang kurang, ya?”
Faye mengamati tumpukan catatan. Ditelitinya semua satu per satu untuk menemukan jawaban. Dan setelah semenit berlalu, Faye pun sadar. Ada bagian yang seharusnya ia cantumkan di sana. Bagian yang membuat review ini terasa lebih kuat dan menyentuh hati para siswa SMA.
Segera saja, Faye membuka halaman chrome untuk mencari ide atas bagian yang belum tersentuh tersebut. Dengan cekatan, jemari lentik Faye mengetikkan serangkaian kata kunci, hingga akhirnya ia pun berhasil menemukan apa yang dicari.
Untuk bagian ini, Faye sengaja menulisnya menggunakan bahasa Inggris. Sebab ia tahu, remaja seusia anak SMA pasti masih menganggap bahwa sesuatu yang ditulis berbahasa asing itu keren! Dan dari situlah mereka juga bisa meningkatkan minat untuk belajar bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Di sinilah, letak kunci keberhasilan dari review yang akan Faye setorkan pada perwakilan sekolah sebentar lagi.
“Studying is a key skill that used not only in education, but also in day-to-day life. It builds knowledge and understanding of a subject area which helps prepares us for our future. Whether that be progressing through education or starting a new job or apprenticeship.
"Studying at school is key when trying to achieve the targets and grades you want, especially if you are considering moving on to further education. Such as going to university. Study and research skills are also something that employers look for when recruiting. It shows a willingness to learn and understand what an industry is about. As well as showing initiative when it comes to researching and developing skills."
"Oke, bagus. Tapi, masih ada yang kurang nendang, nih."
Terus menari di atas papan keyboard dengan lancar. Lama kelamaan, Faye menemukan satu rangkaian paragraf lagi yang bisa ditambahkan ke dalam naskah review-nya.
"Studying is not just important for educational development, but also builds personal skills. Having good study skills can improve your confidence, competence, and self-esteem. It as well as helps reduce stress and anxiety around deadlines and exams.”
Kurang lebih, seperti itu isi dari kunci penggerak minat yang telah berhasil Faye lengkapi. “Semoga tepat sasaran, deh,” monolognya lagi.
Lalu, saat gadis yang gemar menggigiti tutup bolpoin saat sedang berpikir itu sedang asyik-asyiknya menulis, mendadak sebuah notifikasi muncul ke permukaan.
Mas Ray - St. John's HisPol
How’s weekend?
Lafayetta YS.
A bit difficult.
Mas Ray - St. John's HisPol
Why?
Lafayetta YS.
Soalnya lagi nulis review yang mau faye kirim buat sekolah lama, Mas. Kirain bakal mudah.
Ternyata capek juga.
Haha.
Pesan yang terbagi ke dalam empat bubble tersebut kemudian segera berbalas panggilan suara.
“Assalamualaikum. Ada apa, Mas?”
“Waalaikumsalam. Enggak ada apa-apa, sih, Fay. Cuma mau nyemangatin kamu aja." Terdengar kekehan manis dari seberang. Faye yang mendengar kekehan itupun hanya bisa mengerutkan hidung. Gemas sekali karena merasa sedang dijaili.
“Dih, Mas kira Faye ini lagi mau ngikutin lomba, apa?”
“Ya enggak gitu, sih. Cuma kan, tadi kamu bilang ngerasa kesulitan dan capek? Jadi, yaa, siapa tahu, aku bisa support kamu secara langsung lewat telepon kayak gini.”
Mati-matian Faye menahan laju bila mata agar tidak berotasi. “Ewh, Anda berlebihan sekali, Tuan Muda Albany Ray Antasena.”
Gelak tawa kian meledak dari arah seberang. Jujur, sebenarnya, mendengar suara Ray seperti ini saja sudah mampu membuat mood Faye berubah drastis dari minus menjadi plus pangkat tiga. Ssangat sesuai dengan... pernyataan narsis dari Ray barusan.
Aneh, kok bisa samaan, ya? Jangan-jangan, kita bisa telepati?
Di tengah pemikiran Faye yang sudah terpecah menjadi beberapa bagian, tanpa dinyana, Ray kembali menggelontorkan kalimat yang membuat kinerja otak Faye kian melambat.
“Fay, aku mau tanya serius. Boleh, nggak?”
Ray membiarkan udara hampa mengambil alih situasi selama beberapa saat, tepat ketika Faye selesai berdeham sebagai tanda bahwa ia menyetujui pengajuannya. Terdapat secerca perasaan gentar di dalam pertahanan Ray, sebenarnya. Tetapi, pemuda itu mencoba melawan dan memilih untuk tetap menyuarakannya langsung.
“Kalau seandainya... Well, ini seandainya, lho, ya. Tolong digaris bawahi.” Ray sengaja untuk mengulur waktu, karena menyadari bahwa menghadapi kenyataan tidaklah semudah saat berbicara.
“Seandainya aku pengin ngenalin kamu lebih dalam lagi, apakah kamu bakal izinin aku, Lafayetta?”
- To be continued.
Malang, 30 Maret 2023
23.53 WIB
All Rights Reserved
Pialoey 💙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro