Bab 17 Resepsi Pernikahan
“Pagi, Mah, Pah.” Abel menciumi pipi kedua orang tuanya lalu duduk untuk sarapan bersama. “Pagi, Mbok,” sapanya sambil tersenyum.
“Pagi, Mbak Abel.” Simbok menaruh nasi goreng di meja makan.
“Bel, nanti malam ikut Roni ke acara teman kerjanya, ya!” Jordan memerintahkan yang berarti harus dilaksanakan.
Abel tampak malas menanggapi jika yang dibahas adalah Roni. Apa hebatnya Roni yang hanya menang tampang dan kekayaan dari orang tuanya?
“Kenapa harus Abel, Pah?” Abel menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya.
Pagi ini, Devan belum keluar kamar. Hari sabtu adalah hari malas baginya. Akan tidur seharian dan keluar kamar jika makan atau dijemput Roni untuk main.
“Ya, karena Roni mau kamu ikut dia. Nanti dikenalin sama Ayahnya.”
Abel tidak menanggapi lagi. Tidak ingin dianggap durhaka terhadap orang tuanya jika melawan. Tapi, ia juga tidak mau mengiyakan apa yang Jordan mau.
“Nanti malam di resepsi temannya, kamu dandan yang cantik, ya, Sayang,” ucap Yuri lembut. “Nanti, Mamah sama Papah juga ke sana.”
“Mah,” keluh Abel, mukanya ditekuk layaknya anak kecil tidak mendapat yang ia inginkan.
Yuri hanya menggenggam tangan Abel, lembut. Mengingatkan jika Papahnya menginginkan yang terbaik untuknya.
Setelah selesai sarapan, Abel bergegas ke kamarnya untuk berdandan. Memilih baju yang nyaman, dan enak dipakai untuk ke rumah Sinta. Mereka bertiga telah kencan jika hari ini akan hangout bareng ke mal.
Baru pukul 8 pagi, Abel telah berpamitan pada orang tuanya jika ia akan pergi ke rumah Sinta, dengan naik ojek online.
“Mah, Pah, Abel berangkat dulu,” pamitnya seraya mencium Yuri dan Jordan.
“Jangan lupa, nanti malam. Jam 5 harus udah pulang, buat siap-siap,” ucap Jordan memperingatkan.
Abel hanya berdeham dan melirik Yuri meminta bantuan agar tidak ikut Roni ke acara temannya.
“Nanti juga pulang, Pah. Biarkan Abel bersenang-senang dengan temannya dulu.”
Abel berangkat karena ojolnya telah sampai di depan rumah. Membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk sampai ke rumah Sinta. Naura juga sedang OTW ke rumah Sinta.
Pagi ini, Abel juga mengajak Malik untuk hangout bareng teman-temannya dan tidak mau dijemput untuk menghindari banyak pertanyaan dari Devan jika melihat ia dijemput oleh pacarnya.
Malik telah sampai di rumah Sinta, mobilnya terparkir di depan rumah dan masih berada di mobil menunggu Abel tiba.
Kaca jendela dibuka, menampakkan wajahnya yang masih muka bantal.
“Semalem tidur jam berapa? Mukanya keliatan masih ngantuk.” Abel mendekat, berdiri di sisi mobil.
“Jam dua belas, nunggu chat dari pacar ternyata enggak di bales,” keluhnya, lalu mengucek mata dan keluar dari mobil.
“Udah lama di sini?” Tertawa renyah, Abel mengabaikan keluhan Malik dan membenarkan kemeja yang dia pakai.
Memakai celana chinos warna coklat tua dengan atasan kemeja warna biru muda, sneakers yang cocok dengan bajunya membuat Malik terkesan lebih muda.
“Pagi-pagi udah pacaran, woy,” Teriak Sinta dari atas kamarnya.
“Jangan iri.” Menjulurkan lidahnya, Abel menengok ke lawan arah, melihat Naura tiba dengan mobil pacarnya.
“Masuk, yuk!” ajak Abel menggamit lengan Malik.
Mereka memasuki rumah Sinta yang sudah terbuka lebar tanpa menunggu Naura dan pacarnya. Ada Mbak Yun—pembantu Sinta—yang menyilakan masuk dan kembali ke aktivitasnya.
Rumah model perumahan di Jakarta, dua lantai, kurang lebih sama dengan rumah Abel. Hanya berbeda dari gerbang rumahnya.
Setelah menunggu pacar Sinta datang, pukul sepuluh pagi mereka pergi ke mal dengan menggunakan mobil Andre, pacar Sinta. Mobil SUV, mobil yang terkenal keren dan banyak peminatnya, juga sangat mahal.
Mereka memutari mal, membeli baju dan makan siang bersama di restoran jepang.
“Bel, ada Devan,” ucap Naura pelan sambil matanya melihat ke arah belakang Abel.
Abel menengok ke belakang, melihat Devan dengan Roni berjalan ke toko pakaian pria. Devan masih belum tahu jika Abel berada di mal yang sama dengan Devan.
Saat ini, mereka semua telah selesai makan siang. Makan siang yang di rapel dengan makan sore karena pukul dua baru makan siang.
“Pulang, yuk! Entar Kak Devan bilang ke papah kalo aku sama Mas Malik ke sini.”
Mereka bersiap-siap untuk pulang, setelah membayar makannya. Seperti maling yang takut ketahuan pemiliknya, mereka berjalan berlawanan arah dari toko yang Devan kunjungi.
🍁🍁🍁
“Bel,” teriak Devan dari luar kamar.
“Iya, sebentar.” Abel buru-buru mengenakan heelnya, membuka pintu kamar.
“Baru kelar dandan,” adunya. Mereka turun menemui Roni di ruang tamu.
“Papah sama Mamah udah berangkat, Kak?”
Abel memegang pundak Devan, karena tingginya sama dengan Devan jika Abel memakai heels. Devan tidak tinggi, badannya berisi, jika artis Indonesia seperti Nicky Tirta.
Setelah di ruang tamu, Roni tersenyum hangat namun tak diacuhkan oleh Abel. Mereka berangkat, setelah berpamitan pada Devan.
Roni sengaja menyalakan lagu Anji, Berhenti di Kamu. Baru setengah lagu, Abel meminta ijin pada Roni untuk memindah lagunya. Cakra Khan, Kekasih Bayangan.
Roni melihat ke Abel, namun Abel lebih memilih melihat ke Jendela. Suasana yang Abel ciptakan, sangat dingin terhadap Roni. Roni merasa ada yang salah di sini.
Setengah jam perjalanan, Abel memasuki gedung The Ritz-Carlton bersama Roni. Tamu undangan dari para pengusaha hingga para pejabat pun hadir ikut memeriahkan pesta.
“Temen kamu anaknya Pak Johan?” tanya Abel ketika melihat foto Pre Wedding yang terpampang di sebelah pintu masuk.
“Iya. Yuk, masuk!”
Roni menggamit tangan Abel, agar memegang lengannya. Abel terpaksa mau karena tangannya memegang tangan Abel lebih erat.
Memasuki gedung, Abel dikenalkan oleh kedua orang tua Roni, Abel berbasa-basi sedikit, tak lama ia melihat ibunya, Yuri. Abel meminta ijin pada Ibu Roni untuk menemui Ibunya.
“Mamah,” sapa Abel, seketika memeluk lengannya.
Yuri menoleh, “Roni mana?” Abel hanya mengedikkan dengan dagunya di sebelah tempat foto, yang berada di sebelah pintu masuk.
Roni berjalan mendekat, ke arah Abel. “Malam, Tante,” sapa Roni, ramah. “Boleh pinjam Abel sebentar, Tan?”
“Mau dibawa ke mana?”
Yuri hanya bertindak tegas pada Roni, karena Abel telah menceritakan semua yang Roni lakukan di belakang Abel. Saat ada panggilan dari wanita cantik yang sudah berada di kantornya.
Yuri tidak ingin anaknya terluka karena patah hati yang Roni lakukan. Yuri juga merasa Roni tidak pantas mendapatkan Abel, namun ia tidak mau bilang karena belum mempunyai bukti tentang Roni. Berbicara pada Jordan pun percuma, tidak akan percaya.
“Kenalan dengan saudara saya, Tan, di sana,” tunjuk Roni pada sebelah panggung pengantin.
Abel yang ikut melihat ke arah sana gelagapan, di sana ada seseorang yang ia kenal. Orang yang sangat ia cintai, orang yang selama sebulan ini telah mengisi hari-harinya.
Jordan memandang Roni, dan ikut bergabung dengan obrolan singkatnya pada Yuri. “Mau ke mana?”
“Ke saudara, Om. Di sana.” Jordan manggut-manggut dan menggandeng Abel untuk mengikutinya berjalan ke arah yang Roni mau.
“Hay, Abel, ya?” sapa Saudara Roni yang berwajah blasteran. “Kenalkan, saya Audrey. Saudara jauh Roni, yang kebetulan sahabatnya juga.”
Malik ikut berbalik untuk memandang Abel, ternyata orang yang ia cintai, kekasihnya, bersama dengan orang lain meskipun di sebelahnya ada orang tuanya.
“Iya,” ucap Abel seraya memandang Malik.
“Abel,” ucap Malik terkejut.
Jordan, Roni dan Yuri juga sama terkejutnya. Abel mengenal seseorang yang mengenal saudara dari Roni.
“Kamu kenal dia, Bel?” tanya Roni penasaran.
“Dia pacar aku,” ungkap Malik. Malik menghadap Abel dan kedua orang tuanya.
Semua mata memandang Malik, terutama Jordan. Napasnya memburu, menahan emosi yang ingin ia ledakkan seperti bom.
“Benar, Bel?” tegas Jordan. Jordan melihat Abel menunduk, takut dengan Papahnya.
“Iya, Pah.” Yuri langsung memeluk lengan Abel agar kuat menghadapi Jordan yang keras kepala dengan keinginannya menjodohkan Roni dengan Abel.
“Ayo, pulang!” Jordan menyuruh Abel dan Yuri pulang. “Dan kamu, besok saya tunggu di rumah!” Jordan langsung melenggang pergi, tanpa berpamitan dengan siapa pun.
#Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro