Midorima Shintarou
Perkenalkan, namaku Tomoko Hanako. Aku pacarnya Midorima Shintarou. Gak percaya ya? Hmm… memang sih… banyak yang gak percaya kalau aku itu pacarnya Shintarou. Tapi pada kenyataannya, aku itu pacarnya Shintarou. Yah… walaupun dia kalau aku dekati suka marah dan berusaha untuk menjauhkanku darinya, tapi aku tau, saat Shin-chan ada di dekatku ia pasti mukanya langsung blushing. Hahaha, aku sering iseng godain dia karena dia gampang banget ‘memerah’. Hahaha!
Selain menjadi pacarnya Shintarou, aku juga dijuluki sebagai Princeses Devil. Jangan tanya kenapa aku dijuluki seperti itu? Karena aku sendiri tidak tau, kenapa aku dijuluki seperti itu. Kesannya seperti aku itu terlihat cantik dan lemah lembut di luar, tapi dalamnya busuk! Sadis banget ya, yang memberiku julukan seperti itu?
Oke, ini sudah sebulan lebih aku pacaran sama Shintarou, tapi ajaibnya dia gak pernah bilang kalau, ‘aku cinta kamu’ atau sekedar bilang, ‘aku sayang kamu’. Serius deh, GAK pernah sedikitpun Shin-chan menunjukkan rasa sayangnya kepadaku. Tapi kalau tangannya aku gandeng, dia langsung blushing! Bagiku, itu sudah cukup untuk menunjukkan betapa cintanya ia padaku.
Bel istirahatpun berbunyi, sebagian besar murid keluar kelas untuk ke kantin, dan ada juga yang tetap berada di kelas karena mereka membawa bekal dari rumah untuk dimakan.
“Shin-chan, ke kantin yuk! Aku lapar,” bujukku pada Shintarou tersayang.
“Pergi saja sendiri nanodayo,” ucap Shintarou dengan wajah datar.
Ish, jahat banget sih sama pacar sendiri. “Ayolah Shin-chan... temani aku…” kataku sambil menarik – narik lengan kemejanya.
Ia memalingkan wajahnya karena wajahnya sudah kelihatan memerah, “pe-pergilah sendiri, aku sedang sibuk nanodayo.”
Astaga Shin-chan, aku tuh cuman menarik-narik lengan kemejamu, bukan memeluk atau menciummu, kenapa mukamu langsung memerah begitu sih? Aku cium beneran tau rasa kamu.
“Hanakocchi mau ke kantin ya? Bareng aku aja - ssu,” ajak Kise.
“Oh, ok,” kataku sambil tersenyum pada Kise. “Shin-chan, aku ke kantin sama Ki-chan ya?” setelah berkata seperti itu, aku berjalan kearah Kise dan menggandeng lengannya menuju kantin sekolah.
Jangan heran kalau aku suka menggandeng tangan Kise seperti ini, soalnya aku sama Kise itu sudah seperti kakak-adik, bahkan sebelum pacaran dengan Shintarou pun aku sudah sering bersikap mesra dengan Kise. Bahkan Sei-chan, ketua tim basket SMP Teiko yang termasuk ke dalam kiseki no sedai yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri, mengira kalau aku dan Kise pacaran.
Sebelum benar–benar meninggalkan kelas, aku menengok kearah Shintarou, berharap dia mau ikut bersama kami ke kantin. Tapi yang aku dapati adalah, Shintarou sedang memandang kearahku dan Kise dengan pandangan yang sangat sinis. Ya, aku tau… ia memang suka memandang orang lain dengan tatapan sinis, tapi ini kenapa seperti ada yang aneh ya? Terserahlah. Dia kan orangnya ajaib.
***
Setelah selesai makan, aku dan Kise kembali ke kelas. Berhubung jam istirahat masih tersisa, aku gunakan untuk menggoda Shintarou. Tidak ada yang salah dengan menggoda pacar sendiri kan? hahaha, Hanako... Hanako... kumat deh jailnya.
“Shin-chan~” aku duduk di bangku sebelah Shintarou yang kebetulan penghuninya belum datang.
“Apa lagi, nanodayo,” ucapnya dengan jutek.
“Shin-chan, kamu gak mau bilang kalau kau sayang padaku atau apa… gitu? Kita kan sudah pacaran lebih dari satu bulan, masa kau tidak mau mengungkapkan rasa sayangmu padaku?” aku memandang ke arah Shintarou dengan senyuman manis yang terukir indah di wajahku.
“Memangnya siapa yang sayang padamu nanodayo?” ia menaikkan kacamatanya.
Aduh… disaat–saat seperti ini, masih saja bersikap sok keren. “Ya kamu, siapa lagi?”
Ia tidak membalas perkataanku, melainkan mulai sibuk dengan buku kimia yang dari tadi dibacanya. Yasudah, kalau dia sedang baca buku kimia seperti ini, sudah pasti segala omonganku akan diabaikannya.
Tiba–tiba mataku tertarik dengan sebuah kaoin yang berada di dekat buku kimia Shintarou. “Apa ini?” tanyaku saat mengambil koin itu.
“Itu lucky item ku hari ini nanodayo,” katanya sambil terus membaca buku.
Aku membolak–balikkan koin tersebut, “unik juga. Dapat dari mana?” tanyaku lalu menyandarkan kepalaku di bahunya Shintarou.
Yang ditanya malah diam saja. “Hey, Shin-chan, kamu dapat koin ini dari mana?” kutatap wajah pacarku yang ternyata sedang blushing, dan aku juga merasa kalau badannya langsung menegang.
“Shintarou?” panggilku untuk memastikan kalau keadannya baik–baik saja.
“Menjauh dariku, nanodayo,” ia menyingkirkan kepalaku dengan tangannya yang dibalut perban itu.
“Ada apa Shin-chan?”
Ia memalingkan wajahnya yang memerah, “a-aku tidak suka kau menempel seperti itu ,nanodayo,” ucapnya sedikit gugup.
Ohh… aku paham maksudnya, ternyata dia gugup. Sebenarnya ini baru pertama kali aku bersandari di bahunya Shintarou. Kalau bisa dibilang, ini kontak fisik pertamaku dengannya. Bukannya aku tidak pernah mau menyentuhnya, tapi berdekatan dengannya saja sudah membuat para penggemarnya heboh, seperti badai yang sedang melanda Jepang. Bagaimana kalau aku menyentuhnya lebih dari ini? Bisa dicincang habis aku sama para penggemarnya itu. Bahkan saat ini, aku bisa merasakan tatapan membunuh dari para penggemas Shintarou. Tapi aku pura-pura tidak tau saja dengan tatapan membunuh dari mereka. Kalau diladeni juga mereka yang bakal kabur duluan sebelum aku ngomong. Ingat? Kalau aku ini titisan dewi iblis! Versi wanitanya Akashi Seijuro! Hahaha (evil laugh)
Saat aku ingin menggodanya lagi, bel tanda istirahat berakhirpun berbunyi. Hmmm... Sintarou, mungkin ini menjadi hari keberuntunganmu, karena jam istirahat sudah berakhir. Aku pun kembali ke tempat dudukku yang berada tepat di depan Shintarou.
“Kembalikan koinku nanodayo,” ucap Shintarou yang duduk di belakangku.
“Kalau aku tidak mau?” ucapku sambil melempar-lempar koin itu ke udara.
“Aku akan merebutnya dengan paksa nanodayo,” ucapnya sedikit mengancam.
“Coba saja,” aku masih asik melempar-lempar koin itu ke udara. Saat aku merasa tangan Shintarou akan merebut koin yang sedang terlempar ke udara dengan tingginya, aku langsung berdiri untuk mengambilnya. Grep! Dapat!
Saat sedang menggenggam koin itu, aku merasa kalau wajah Shintarou berada tepat di sebelah kiriku. Kutolehkan kepalaku untuk memastikannya, dan benar saja, wajahnya dan wajahku hanya berjarak lima senti saja.
Dengan wajah yang semerah rambut Akashi, Shintarou langsung duduk dan pura-pura membaca buku. “Untukmu saja, nanodayo,” dan pada akhirnya ia mengalah padaku
Aku langsung duduk dan tersenyum kecil melihat tingkah pacarku yang menggemaskan.
***
Sekarang aku sudah berada di lapangan in door basket milik sekolah. Hari ini adalah hari khusus latihannya para anggota kiseki no sedai.
“Hanako, kemari,” panggil Akashi.
“Ada apa Sei-chan?” tanyaku saat sudah berdiri di sebelahnya.
“Data para pemain yang akan menjadi lawan tim kita nanti sudah dipersiapkan?” tanya Akashi.
“Sudah, ada di Momoi,” aku menunjuk kearah Momoi yang sedang duduk di bangku yang ada di tepi lapangan.
“Bagus,” saat Akashi ingin kembali latihan, aku menahan lengannya.
“Nii-chan~” kataku sedikit merajuk saat menginginkan sesuatu darinya.
“Ada apa?”
“Bantu aku dong~” kataku sambil menarik – narik lengan Akashi.
“Bantu apa?”
“Bantu aku untuk membuat Shin-chan mengatakan perasaannya padaku. Masa sudah satu bulan lebih kami pacaran, tapi dia tidak pernah bilang cinta atau suka padaku,” ucapku lalu tersenyum manis kearah Akashi. Ini adalah senjata andalanku untuk membuat Akashi menuruti keinginanku.
“Hmmm…” ia sedang berpikir sambil memegang dagunya. “Baiklah,” ia langsung membalikkan badannya menghadap teman – temannya yang sedang berlatih.
“Semuanya! Hentikan apapun yang sedang kalian lakukan!” teriak Akashi dengan lantang. Mendadak suasana sekitar menjadi sunyi karena mendengar perintah Akashi.
“Ada apa Akashi?” tanya Momoi.
“Shintarou! Kemari!” panggil Akashi.
Tanpa diperintah dua kali, Shin-chan langsung berjalan mendekati Akashi, “ada apa nanodayo?”
“Cepat bilang kalau kamu cinta ke Hana, atau kau akan menerima hukuman dariku,” ucap Akashi dengan seringai iblisnya.
Wow! Hebat Akashi! Lanjutkan! Hahaha!
“Apa – apaan ini nanodayo?” Shin-chan terlihat bingung dengan perintah Akashi.
“Sudah, lakukan saja Shintarou,” Akashi langsung menunjukkan gunting tajam kesayangannya sambil menyeringai bak raja iblis yang siap membunuh siapa saja.
“A-aku tidak mau nanodayo,” tolak Shin-chan.
“Wah wah wah… kau berani menolak perintahku Shintarou?” kata Akashi sambil memain – mainkan gunting kesayangannya.
“Lagi pula, siapa dia siapa aku, nanodayo? Untuk apa aku bilang hal itu nanodayo?” Shin-chan mulai ketakutan melihat Akashi yang sudah berubah menjadi raja iblis –maksudnya sudah berubah seperti raja iblis.-
“Kau kan pacarnya, masa tidak mau bilang cinta sama pacar sendiri sih?” Akashi menaikkan sebelah alisnya.
“Siapa juga yang pacaran sama dia? Bilang ‘iya’ aja tidak pernah nanodayo,” Shin-chan tetap bersikeras untuk tidak mau mengatakannya padaku.
“Jadi kamu tidak menganggapku sebagai pacarmu, Shin-chan?” tanyaku ragu.
“Memangnya aku pernah bilang kalau aku mau jadi pacarmu, nanodayo?”
Dheg! Jantungku seperti berhenti mendengar pernayataan dari Shin-chan. Memang benar, dia tidak pernah bilang ‘iya’ atau menerima ajakan berpacaran denganku. Awalnya aku berpikir, mungkin dia terlalu malu untuk mengakui perasaannya. Aku sudah mencoba bersabar selama sebulan ini, malah kata – kata menyakitkan itulah yang keluar dari mulut Shin-chan.
Ku tahan agar air mataku tidak turun, “benar juga ya, kau belum bilang ‘iya’ atau mengatakan setuju untuk berpacaran denganku. Bodohnya aku,” aku langsung mengambil tasku yang diletakkan di sebelah Momoi dan berjalan keluar dari sini.
“Hey! Hana! Mau kemana!?” teriak Akashi sebelum aku benar – benar keluar dari sini. “Hana!” teriak Akashi saat aku mengacuhkannya dan pergi keluar.
***
Sudah dua hari aku tidak bicara dengan Shin-chan, walaupun aku tetap datang ke latihan tim basket, kecuali saat aku ada latihan dance.
Hari ini Shiraishi sensei, guru fisikaku memberi tugas di buku paket. Saat sedang sibuk mengerjakan, teman sebangkuku -Kise- mencolek – colek bahuku, “Hanakocchi,” panggilnya sedikit berbisik.
“Ada apa Ki-chan?” tanyaku sambil terus mengerjakan soal yang diberikan sensei.
“Ajari aku dong… aku tidak mengerti-ssu,” kata Kise.
“Kan barusan sensei menerangkan materinya,” jawabku.
“Tapi aku tidak mengerti-ssu…” rengek Kise. “Kalau Hanakocchi yang mengajari, aku pasti mengerti-ssu.”
“Baiklah,” aku meletakkan pensilku dan menghadap ke Kise, lalu mendekatkan bangkuku ke bangku Kise.
Aku menjelaskan ulang ke Kise materi yang baru saja diberikan sensei dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh Kise. “Bagaimana? Bisa?” tanyaku untuk memastikan Kise paham akan penjelasanku barusan.
Kise langsung mengangguk tanda paham, “iya, terima kasih Hanakocchi, penjelasan Hanakocchi lebih mudah dipahami-ssu.”
“Coba kerjakan,” kataku.
“Baik-ssu,” Kise mengangguk patuh.
Aku memperhatikan Kise mengerjakan tugas pemberian sensei. Saat melihatnya serius begitu, aku tak sadar kalau tanganku sudah sibuk membelai rambut pirang Kise, sampai akhirnya ada orang menyadarkanku akan perbuatanku.
“Ehem, ini waktunya belajar, bukan waktunya pacaran nanodayo,” kata suara seorang pria yang duduk di belakangku -Shin-chan-.
Aku langsung menarik tangan kananku yang membelai rambut Kise dan menoleh ke belakang, “siapa juga yang pacaran, orang aku lagi ngajarin Ki-chan,” kataku dengan ketus.
“Kalau bukan pacaran, kenapa harus membelai rambut Kise begitu nanodayo?” ucap Shin-chan sinis.
“Kenapa? Masalah?” ucapku judes.
“Emm… Hanakocchi, aku tidak mengerti yang ini, bisa tolong jelaskan-ssu?” pinta Kise.
Aku langsung tersenyum manis dan berpaling menghadap Kise. “Yang mana Ki-chan?” kataku dengan suara yang manis.
BRAK! “Cukup Hana! Ini bukan tempat untuk orang pacaran nanodayo!” bentak Shin-chan.
“Ada apa Midorima?” tanya Shiraishi sensei.
“Hana dan Kise, mereka pacaran saat jam belajar,” kata Shin-chan.
“Benar, Tomoko?” tanya sensei yang sekarang menatapku.
“Hah? Emang aku keliatan seperti sedang pacaran sama Kise ya, sensei? Aku sedang mengajari Kise, sensei,” ucapku.
“Bohong, kalau-“ ucapan Shin-chan terputus oleh perkataan Kise,
“Hanakocchi tadi sedang mengajariku, sensei. Habisnya penjelasan Hanakocchi lebih mudah untuk dipahami,” kata Kise.
“Kerjakan tugasnya lagi, jangan ada yang rebut!” perintah Shiraishi sensei.
Dasar Shin-chan, ajaibnya mulai keluar lagi. Salah apa… aku tuhan? Kenapa aku bisa jatuh cinta dengan pria tsundere yang ajaib itu? Aish… tepok jidat aja deh liat kelakuannya Shin-chan.
***
Saat bel pulang berbunyi, aku segera membereskan semua barang – barangku dengan cepat. “Ki-chan, kita jadi pergi kan?” tanyaku pada Kise.
“Jadi-ssu.”
“Baiklah, ayo!” kataku setelah selesai memasukkan buku – buku kedalam tas.
“Ayo-ssu!” kata Kise dengan penuh semangat sambil merangkulku.
Aku dan Kise sedang menunggu bus di halte, tiba – tiba saja ponselku berbunyi, “moshi moshi,” kataku.
“Hana, kamu sedang bersama Ryouta atau tidak?” tanya Akashi.
“Ah? Iya, memangnya kenapa Sei-chan?”
“Lima menit lagi, aku tunggu di ruang kelasmu,” ucap Akashi.
“Heh! Bakashi! Kau gila! Aku sedang berada di halte, dan kamu memberiku waktu lima menit untuk pergi ke kelasku yang berada di lantai tiga!? Untuk berlari sekencang – kencangnya saja butuh waktu sepuluh menit! Ini nyurunya lima menit. Kamu mau nyuruh aku terbang, bakashi!?” bip! Habis memarahinya, aku langsung mematikan ponselku. Masa bodo dia mau ngamuk – ngamuk kalau ketemu aku nanti. Untuk apa aku takut sama Akashi yang sering disebut – sebut mirip denganku versi cowok?
“Ayo Ki-chan, kita kembali ke kelas. Akashi menyuruh kita untuk kesana,” ucapku dengan kesal lalu mulai melangkah menuju ke sekolah.
Kise mengekor dibelakangku, “Hanakocchi kenapa-ssu?” tanya Kise yang sepertinya sadar kalau aku sedang sebal dengan Akashi.
Ya, aku memang punya kebiasaan aneh terhadap orang – orang tertentu yang aku anggap special. Aku akan memanggil nama mereka dengan singkatan – singkatan yang aku buat tanpa persetujuan mereka, dan kalau aku sudah kesal, aku akan menyebut nama depan mereka. Aneh kan? Tapi semuanya terjadi secara alami, tanpa aku buat – buat.
Sesampainya dikelas, aku bisa melihat semua anggota kiseki no sedai dan Momoi yang membawa kue ulang tahun.
“Hey, Hana! Kenapa lama sekali!?” bentak Akashi. Aku yakin, dia masih marah gara – gara aku bentak tadi di telephone.
“Ada apa ini?” tanyaku.
“Loh, masa Hanako-chan tidah tau sih? Inikan hari ulang tahun Midorima,” ucap Momoi. “Memangnya Hanako-chan lupa?”
“Loh, hari ini ulang tahunnya Shin-chan ya?” aku menoleh kearah Kise.
Kise mengangguk, “iya Hanakocchi, ini ulang tahunnya Midorimacchi, apa kau lupa-ssu?” tanyanya.
Aku mengangkat bahuku, “sepertinya,” kataku cuek.
“Wah, ini kayaknya karena kau tidak menganggapnya sebagai pacar, makanya dia tidak menyiapkan kado dan lebih memilih bersenang – senang dengan Kise di hari ulang tahunmu,” ledek Aomine pada Shin-chan.
Oke, muka Shin-chan sekarang kelihatan lebih mengerikan dari tampang iblis yang sering dikeluarkan oleh Akashi saat sedang marah. Aku malah lebih memilih melihat Akashi marah daripada Shin-chan yang marah. Mengerikan.
Aku memegang lengan Kise untuk bersembunyi di balik bahunya. Aku tidak mau melihat mata Shin-chan yang sedang penuh amarah seperti ini.
“Cukup, nanodayo!” bentak Shin-chan langsung menarik lenganku keluar kelas.
“Lepas Shin-chan!” teriakku saat Shin-chan mulai menyeretku keluar sambil mencengkram lenganku dengan kuat.
“Diamlah nanodayo!”
“Lepas Shin-chan! sakit!” teriakku sambil berusaha meloloskan diri dari cengkraman kuat Shin-chan. bukannya lepas, lenganku malah makin terasa sakit.
Kami masuk kedalam ruang music, lalu Shin-chan menutupnya dengan sangat keras sampai membuatku tersentak kaget.
“Sebenarnya apa mau mu, nanodayo!?” bentaknya penuh amarah.
Aku mengerutkan keningku, “justru aku yang harusnya bertanya kepadamu, sebenarnya apa mau mu? Sampai – sampai harus menyeretku ke tempat ini?” kataku dengan sebal sambil menatap tangan Shin-chan yang masih mencengkram lenganku.
Ia melepaskan cengkraman tangannya yang ada di lenganku, “kenapa kamu dekat – dekat dengan Kise, nanodayo!?” bentaknya.
“Memang apa hubungannya denganmu?” tanyaku dengan penuh selidik.
“Ada, karena…”
“Apa!? Kau bukan siapa – siapaku Shin-chan! kau tidak berhak mengaturku dekat dengan siapa saja!” bentakku padanya.
“Aku berhak menentukan mu dekat dengan siapa! Karena aku pacarmu nanodayo!” ucapnya dengan tegas.
“Setelah kamu mengatakan kalau aku bukan siapa – siapa bagimu, dan setelah perang dingin yang kita lalui, kamu masih bisa mengatakan kalau aku adalah pacarmu? Kau egois Shin-chan!” bentakku. “Bahkan kau tidak pernah mengatakan kalau kau cinta padaku,” desisku dengan suara yang mulai serak akibat menahan tangis.
Dalam satu gerakan cepat, tubuhku terhuyung kedepan dan aku merasakan ada sesuatu yang kenyal dan basah menempel di bibirku. Apa? Shin-chan menciumku!? Yang benar saja! Ia tidak pernah bilang kalau ia mencintaiku, tapi kenapa ia tiba – tiba menciumku? Bahkan ia sekarang memelukku degan erat, dan satu tangannya menekan bagian belakang kepalaku untuk memperdalam ciuman kami.
“Aku cinta… padamu…” ucapnya disela – sela ciuman kami.
Setelah puas mencium bibirku, ia memeluk tubuhku dengan erat dan menempelkan keningnya ke keningku, “jangan lagi meninggalkanku, jangan lagi berdekatan dengan pria lain, aku hanya ingin kau tetap berada bersamaku, disisiku, selamanya, nanodayo,” ucapnya lalu mencium bibirku sekilas.
“Emm… Shin-chan, aku punya hadiah untukmu,” kataku dengan wajah memerah.
Ia melepaskan pelukannya, “kau ingat hari ulang tahunku nanodayo?” tanyanya yang nampak sedikit heran.
“Tentu saja aku mengingat hari ulang tahun orang yang aku cintai,” jawabku dengan tersenyum manis.
Wajahnya terlihat memerah. Aduh… Shin-chan jadi menggemaskan deh…
Aku melepas kacamata Shin-chan. “Apa yang mau kau lakukan nanodayo?” tanya Shin-chan sedikit gugup.
“Engsel kacamatamu sepertinya sudah tidak bagus,” aku memasangkan kacamata yang baru untuk Shin-chan. “Sudah berapa kali aku menyuruhmu untuk melepas kacamata saat bermain basket, hum? Kacamatamu jadi mudah rusakkan?”
“Te-terima kasih nanodayo,” ucapnya dengan gugup dan wajahnya sudah terlihat persis seperti kepiting rebus.
“Selamat ulang tahun My Tsundere Boy,” aku mengecup pipi kirinya lalu tersenyum manis kearahnya yang membuatnya hanya bisa menunduk malu. Ouh… Shin-chan… kau membuatku gemas!!! Aku ingin mencubit kedua pipimu saat kau terlihat malu – malu seperti itu.
Re-upload
Jakarta,
Maret 2015
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro