Akashi Seijuro
Setelah bersemedi di gunung Semeru bersama seorang author pada tanggal 30 Februari 2015 kemarin :v akhirnya saya menemukan ide juga untuk part nya Akashi. Yey!
Happy reading.
Warning: banyak typo bertebaran
Laporkan bila ada typo.
Baru saja bel istirahat berbunyi, sesosok pria dengan rambut merah dan aura gelap yang menyelimuti seluruh tubuhnya langsung masuk ke kelas. Aku akui sih, kelas kami memang bersebelahan, tapi masa pas banget dengan suara bel istirahat berbunyi, dia langsung datang ke kelas kami?
Pria itu, maksudku Akashi, langsung berjalan dengan langkah tegasnya menuju meja seseorang. Sebenarnya bukan seseorang juga sih, karena aku tahu betul dia mau menghampiri siapa? Yap, siapa lagi kalau bukan Hanako. Sahabat baikku yang satu ini sudah seperti adik kandung Akashi. Seandainya saja, rambut Hanako berwarna merah, bukannya hitam, Hanako pasti sudah dibilang adik kandungnya Akashi.
Habis, mereka memiliki sifat yang gak jauh beda sih... sama - sama suka seenaknya sendiri dan tidak suka dengan kata penolakan. Hanya saja, mereka berdua memiliki cara yang berbeda untuk menghadapi kata penolakan tersebut. Ish, lagi - lagi aku suka melamun membandingkan Akashi dan Hanako. Kenapa aku jadi suka begitu sih? Padahal aku orang yang gak hobi dengan kata melamun, tapi kalau sudah melihat Hanako dan Akashi, bawaannya pengen membanding - bandingkan mereka terus.
Kulihat dari manik mata Akashi, sepertinya akan terjadi perang dunia ketiga nih, antara Akashi vs Hanako. Sebelum perang itu terjadi, sebaiknya aku kabur dulu ah... tapi baru saja ingin berdiri, pergelangan tangan kiriku sudah dipegang oleh Emi, menandakan kalau aku tidak boleh meninggalkan kelas. Lebih tepatnya meninggalkan Hanako menghadapi si raja iblis sendirian—eh?
Kutengok kebelakang, Akashi sudah berdiri di sebelah meja Hanako sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Nanti malam, jam 7, aku jemput. Pakai gaun, dandan yang cantik," ucapnya singkat, padat, jelas.
"Mau kemana?" jawab Hanako.
"Sudah, turuti saja perintahku," jawab Akashi sambil memandang tajam ke mata Hanako, tapi yang dipandangi biasa - biasa saja. Tidak merasa takut ataupun jengah. Kalau aku yang berada di posisinya sih, sudah dipastikan aku bakalan mengkeret kayak udang yang terdampar di atas penggorengan.
"Tidak bisa. Aku ada PR," jawab Hanako cuek sambil merapikan bukunya.
Merasa tidak diperhatikan, wajah Akashi langsung berubah menjadi sangat menyeramkan. Astaga! Aku mau kabur! Tapi kenapa si Emi menahanku begini sih? Arrggghhh... memangnya Emi tidak pernah sadar apa? Betapa menyeramkannya wajah Akashi!?
BRAK! Suara gebrakan meja membuatku tersentak kaget. "Hana-chan!" bentak Akashi.
"Apa sih nii-chan? Aku ada PR tahu. Aku serius, gak bisa," jawab Hanako dengan memasang wajah polos, sepolos pantat bayi—eh?
"Sekali saja Hana-chan, jangan membantahku!" bentak Akashi yang membuat aura membunuhnya semakin terpancar jelas.
Aku baru sadar, sejak kedatangan Akashi ke kelas ini, kelas ini jadi sunyi. Kemana suara berisik yang biasa menghiasi kelas saat istirahat ya? Kuedarkan pandangan ke penjuru kelas, dan hebatnya, aku baru sadar kalau dikelas ini hanya ada kami berenam, aku, Emi, Hanako, Kise, Midorima, dan tamu tak diundang, alias Akashi.
"Sudahlah nii-chan, sekali - kali tidak usah memaksaku seperti itu. Tugas sekolahku itu lebih penting dari pada harus pergi jalan - jalan denganmu," jawab Hanako dengan tetap memasang wajah polosnya. Aduh... Hanako... kenapa kamu mengucapkan kalimat itu sih? Ini sih sama saja kamu yang mengajak perang Akashi duluan. Bisa dijamin, besok SMP Teiko tinggal nama doang, karena terjadi perang dunia ketiga disini. Hus! Aku mulai ngawur lagi.
"Apa kau bilang?" Akashi memasang tatapan membunuh ala raja iblis sambil menundukkan badannya untuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Hanako. "Ini perintah langsung ottosan, jadi kau tidak boleh menolaknya," ucapnya dengan dingin.
"Aku tidak menerima kabar apapun dari ojisan. Kalau memang benar ini permintaannya langsung, dia pasti juga sudah mengabariku."
Sejenak Akashi terdiam. "Sudahlah, turuti saja perintahku!" bentak Akashi setelah diam beberapa saat. Ppfftt... mendadak aku ingin tertawa. Akashi pasti sudah buntu menghadapi perkataan Hanako. Oke, ini moment langka yang seharusnya diabadikan.
"Coba kutebak," Hanako memutar tubuhnya 90 derajat ke kiri, agar bisa menghadap ke Akashi dengan posisi yang menurutnya nyaman. "Pesta pembukaan sebuah bisnis, dan ojisan mu menyuruhmu mengajak seseorang untuk menemanimu menghadiri pesta tersebut, dan kayaknya ada 1 kata spesifik yang ia sebutkan," Hanako mengeluarkan smirk andalannya kearah Akashi, "teman yang kamu bawa kesana harus wanita. Iya kan nii-chan?" setelah smirk yang membuatku suka merinding kalau Hanako tersenyum seperti itu, sekarang ia tersenyum manis kearah Akashi. Benar - benar perubahan ekspresi yang sangat drastis dan alami.
Lagi - lagi Akashi terdiam. Pasti lagi nyari kata - kata yang tepat untuk membalas perkataan Hanako. Uh... aku jadi sedikit menyesal tidak mengabadikan momen ini dari awal.
"Sebodoh apa sih dirimu, Hanako! Sampai - sampai harus butuh semalaman untuk mengerjakan PR!?" geram Akashi yang mulai nampak frustasi. "Apa karena pacaran dengan manusia tsundere itu, kamu jadi bodoh!?"
"Sebenarnya itu tidak ada hubungannya dengan topic pembahasan kita, nii-chan," Hanako berdiri dari tempat duduknya dan memandang lurus kearah manic mata Akashi sambil melipat kedua tangannya didepan dada. Oke, kalau seperti ini, mereka benar - benar terlihat mirip. Apa lagi tinggi mereka sama.
"Jujur saja ya Sei-chan. Aku tidak butuh lebih dari 30 menit untuk mengerjakan PR itu. Apa lagi itu hanya PR Kimia tanpa hitung - hitungan," Hanako terlihat memandangi mata Akashi dengan serius. "Tapi karena sudah lelah karena latihan, aku jadi malas untuk keluar lagi menemanimu pergi," ucapnya enteng.
Wajah Akashi sudah terlihat mendidih karena ucapan yang keluar dari mulut Hanako. "Hana-chan, kalau kau tidak menuruti ucapanku, kamu akan aku cium," Akashi semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Hanako. Woah, woah, apa - apaan ini Akashi? Kenapa jadi begini sih? Harus dihentikan nih.
Baru saja aku ingin berdiri, tiba - tiba saja, dengan gerakan yang sangat cepat, Midorima sudah menarik tubuh Hanako untuk menjauh dari Akashi. Ia memeluk tubuh Hanako dari belakang dan satu tangannya digunakan untuk membekap mulut Hanako. "Sudahlah Akashi-kun, jangan berlebihan, nanodayo."
Akashi mengeluarka smirknya, "kenapa Shintarou-kun, kau cemburu?" godanya.
"Tidak nanodayo. Kalau kau menciumnya di sekolah, kau akan membuatnya telihat seperti gadis murahan nanodayo. Bukannya aku perduli nanodayo."
"Bukannya kau juga pernah menciumnya di sekolah, Shintarou-kun?" goda Akashi.
Seketika wajah Midorima langsung memerah. Ia membuang pandangannya kearah lain sambil mengeratkan pelukannya pada tubuh Hanako.
Hanako langsung menyingkirkan tangan Midorima yang membekap mulutnya. "Ojisan hanya bilang kau harus pergi dengan wanita kan?" tanya Hanako. "Pergilah dengan Ai-chan. Penampilannya tidak akan membuatmu malu di pesta," sarannya.
Loh, kok jadi aku sih yang dibawa - bawa ke masalah mereka? Dheg! Seketika aku merasa kalau jantungku berhenti berdetak saat tatapanku dan Akashi bertemu. Tamatlah riwayatku. Please... Akashi... jangan menyetujui ide gila Hanako!
"Baiklah, saranmu aku terima," setelah berkata seperti itu, Akashi langsung pergi meninggalkan kelasku.
Eh, Akashi! Jangan seenaknya pergi dong! Aku kan belum bilang setuju atau tidak! Pekikku dalam hati. Oke, kakak - adik jelmaan iblis itu memang sukanya asal dalam berucap dan bertindak, tapi kali ini sudah keterlaluan!
"Aku tidak perlu menjelaskannya lagi kan, Ai-chan," ucap Hanako sambil tersenyum manis kearahku. Percuma Hanako, kali ini senyumanmu tidak berpengaruh kepadaku. Aku sudah terlanjur sebal.
"Jangan ngambek dong Ai-chan... nanti aku belikan gaun yang bagus untuk pergi dengan nii-chan," ia menepuk - nepuk puncak kepalaku. Uh! Sebal!
***
Sepulang sekolah, aku, Hanako dan Emi langsung menuju ruang latihan. Setelah mengganti baju seragam kami dengan baju biasa, kami melakukan pemanasan agar otot - otot tidak tegang saat dipakai untuk menari.
Saat sedang memulai pemanasan, aku melihat Hikari yang baru datang ke ruang latihan. "Kenapa baru datang, Ri-chan?" tanya Hanako.
"Habis mengambil paketan dari 'tuan baginda raja' tersayangnya Hanako-chan," ucap Hikar sambil mencibir.
"Itu pasti buat Ai-chan ya?" goda Hanako sambil menunjuk kotak besar yang dibawa oleh Hikari.
"Iya, kok tau sih?" Hikari mengerutkan keningnya. "Airi-chan! Nih! Ambil kadomu!" perintahnya dengan sebal. "Tumben - tumbenan si Akashi ngasih kado ke kamu. Ada apa sih?" tanyanya saat aku menerima kotak besar dari tangan Hikari.
"Tanya saja sama adik kesayangannya," ucapku sebal sambil menerima kado itu.
"Ada apa sih, Hanako-chan?" tanya Hikari dengan tatapan bingung.
"Nothing," jawab Hanako singkat. "Kalau dalam sepuluh menit kau tidak mengganti bajumu, kau akan aku anggap telat," ucapnya sambil terus melanjutkan pemanasan.
Dengan sigap, Hikari langsung berlari ke toilet yang berada di sebelah ruangan ini. Jangan tanya kenapa Hikari langsung kabur setelah mendengar perkataan Hanako? Soalnya, kalau sudah dianggap telat oleh Hanako, sama saja bencana! Disuruh lari keliling ruang latihan yang luas ini sebanyak 50x, push up 50x, dan seluruh pemanasan harus diulang sebanyak 20x, kecuali push up dan lari.
***
Sesampainya di rumah, aku langsung mandi, karena Akashi akan menjemputku jam 7 nanti.
Aku sudah selesai mandi dan mengeringkan rambutku. Sebelum berdandan, aku harus mengetahui model baju apa yang diberikan Akashi padaku untuk menghadiri pesta tersebut. Dengan perasaan sebal, aku membuka kotak besar tersebut. Hanya dengan melihat isinya, mendadak amarahku menjadi hilang. Bukan karena aku cewek murahan yang bisa disuap dengan barang - barang mahal seperti ini. Tapi, ini adalah baju dari perancang terkenal karya Shinobu. Gaun manis berwarna pink ini memang sudah jadi incaranku sejak lama, tapi karena harganya yang terlalu mahal, okaasan dan ottosan melarangku membelinya, dengan alasan gaunku sudah terlalu banyak.
Baiklah, kalau disogok dengan ini, aku tidak jadi marah deh, hehehe.
***
Jam 7 malam tepat, Akashi sudah menungguku di depan gerbang rumah. "Ternyata, bocah sepertimu kalau dipakaikan gaun rancangan Shinobu jadi terlihat cantik ya?" ucapnya saat aku tiba di hadapannya. "Ayo masuk!" ia langsung menarik tanganku dengan lembut untuk masuk kedalam mobil mewahnya.
Tunggu dulu. Tadi Akashi bilang aku apa? Cantik? Aku cantik? Woah... ini suatu pencapaian yang sangat berharga! Biasanya diakan meledekku dengan sebutan bocah dan sebagainya. Eh, tapi... tadikan Akashi juga menyebutku bocah? Ah! Gak jadi deh senengnya. Akashi tetep nyebelin! Huh!
***
Setelah menemani Akashi menghadiri pesta salah seorang pebisnis yang membuka cabang hotel baru di Tokyo, paginya aku langsung kelabakan sendiri di kelas. Jangan tanya kenapa? Soalnya aku belum mengerjakan PR kimia! Gawat! Aduh... mana soalnya susah banget lagi... aku kan gak terlalu pandai di pelajaran kimia.
Saat sedang stress - stress nya mengerjakan kimia, tiba - tiba ada buku yang jatuh di hadapanku. "Cepat salin, nanti kembalikan saat di taman dekat rumahmu, jam 8 malam," ucap seorang pria, yang saat aku menoleh untuk melihat siapa malaikat yang mau berbaik hati meminjamkan bukunya padaku? Ternyata itu Akashi. Ralat deh, bukan malaikat yang dateng, tapi iblis yang mau menebus sedikit kesalahannya.
By the way, kenapa balikin bukunya harus malam hari sih? Di taman yang deket rumah lagi. Kan sepi, gelap, serem. Arrgghh... aku lupa kalau dia itu bukan sepenuhnya manusia yang ikhlas berbuat kebaikan. Pada akhir - akhirnya juga ia akan menyiksa orang yang sudah menerima kebaikkannya. Bukannya aku mau menganggap Akashi terlalu kejam, tapi aku itu phobia dengan kegelapan.
***
Sudah 30 menit lebih aku menunggu Akashi di taman yang gelap dan sepi ini. Menyeramkan. Kenapa aku harus menungguinya disini sih? Kemana perginya Akashi coba? Kenapa sampai detik ini pun dia belum datang? Disaat - saat seperti inilah aku merasa sebal karena tidak memiliki nomor ponsel seseorang yang ingin menemuiku. Bodohnya aku, kenapa aku baru sadar tidak pernah memiliki nomor ponselnya ya?
Ya sudahlah, aku pergi saja. Lagi pula, Akashi sepertinya tidak akan datang. Aku bangkit berdiri lalu mulai melangkahkan kaki untuk meninggalkan taman. Tiba - tiba saja ada sepasang tangan yang menepuk kedua bahuku.
Mungkin karena terlalu takut, badanku sampai jatuh terduduk di tanah. Aku pun memeluk lututku sambil menangis. Seluruh tubuhku bergetar dan rasanya aku mulai kedinginan karena rasa takut yang luar biasa.
Kali ini aku merasakan ada seseorang yang memeluk tubuhku dengan lembut. Karena ketakutan, aku langsung menyingkirkan tangannya, lalu bangkit untuk berlari meninggalkan taman terkutuk ini.
Baru saja aku berlari, tiba - tiba saja ada yang menarik tanganku hingga aku jatuh. Lebih tepatnya jatuh kedalam pelukan seseorang yang tubuhnya tercium aroma cedarwood yang sangat menggoda. Ditambah aroma blacktea dan mate accord yang membuatku betah berlama - lama di dalam pelukannya.
Tunggu dulu. Siapa orang yang saat ini sedang memelukku? Apakah dia seorang pembunuh? Dan segala macam pikiran buruk sudah merasuki otakku. Ku dorong tubuh tersebut, tapi gagal. Pelukannya terlalu erat. Bahkan semakin erat saat aku mencoba memberontak.
"Maaf... maafkan aku Ai-chan. Aku tidak bermaksud membuatmu menangis. Maafkan aku," suara orang yang sedang memelukku ini terdengar familiar di telingaku. Bahkan aroma parfum mahalnya pun juga sudah taka sing lagi bagiku.
"A-Akashi-kun?" ucapku ragu dengan suara yang parau akibat menangis dan rasa takut yang teramat dahsyat.
"Iya, maafkan aku. Aku tidak tau kalau kamu akan setakut itu. Aku janji, aku tidak akan mengulanginya lagi Ai-chan. Aku berjanji," ia mengeratkan pelukannya yang membuatku merasa terlindungi sekaligus nyaman. Entah nyaman karena pelukannya yang posesif, atau karena aroma parfumnya yang dapat meredakan ketakutanku.
***
Pagi ini aku terbangun di sebuah kamar yang bernuansakan elegan dengan perpaduan warna merah dan hitam. Ini... dimana sih? Sepertinya ini bukan kamarku.
"Akhirnya putri tidur bangun juga," terdengar suara pria yang asalnya tak jauh dari sini.
Kuedarkan pandanganku, akhirnya aku menemukan sesosok pria bersurai merah sedang duduk di sofa yang tak jauh dari tempat tidur king size ini. "A-ka-shi-kun?" tanyaku dengan ragu, karena orang itu duduknya memunggungiku.
Ketika orang itu berbalik menghadapku, betapa terkejutnya aku. Ternyata orang itu memang benar Akashi. Tapi yang membuatku terkejut bukanlah itu, melainkan di bibir Akashi terukir sebuah senyuman tipis yang membuatnya terlihat... menawan? Oke, aku mulai ragu dengan pendapatku sendiri. Ralat. Dia tidak menawan, tidak rupawan, maupun tampan, tapi...... arrrgghh... pikiranku menjadi kacau hanya karena melihat senyuman Akashi yang setipis benang jahit itu! Aish...
Akashi berjalan kearahku lalu duduk di tepi ranjang tepat disebelahku. "Tidurmu nyenyak sekali ya?"
"Tidur?" ucapku sambil mengerutkan kening. Oh iya! Kok aku bisa berada disini ya? Wah, jangan - jangan...
"Singkirkan pikiran burukmu itu! Karena kamu sendiri yang membuatku harus membawamu kerumahku," ucapnya tegas.
"Hah?"
"Kamu lupa? Kalau kamu itu tidur dipelukanku?" Akashi memandangku dengan serius.
Tidur? Dipelukan Akashi!? Astaga! Aku langsung membulatkan kedua bola mataku karena sangking terkejutnya dengan pernyataan Akashi barusan.
"Dasar Ai-chan," gumamnya bagai hembusan angin yang tak terdengar. Sayangnya aku masih mendengarnya.
"Kau tadi bilang apa? Ai-chan? siapa yang menyuruhmu memanggilku seperti itu Akashi!" ucapku kesal. Entah sudah keberapa kalinya aku meneriakinya seperti ini.
"Bukannya Hana juga memanggilmu seperti itu?" lagi - lagi jawaban yang sama ia lontarkan. "Dan lagi pula, dari kemarin aku juga sudah memanggilmu seperti itu dan Ai-chan tidak protes," ucapnya polos.
Eh, emang iya ya? Aku baru sadar loh. "Ihh!!! Akashi-kun! Tetap saja tidak boleh!" ucapku sebal. "Laki - laki yang boleh memanggilku seperti itu hanya-"
"Pacarmu?" potong Akashi. "Baiklah kalau itu maumu. Mulai sekarang, kita pacaran," ucapnya enteng tanpa beban.
Eh? Apa? Tunggu dulu. Kok seenaknya begitu dia memutuskannya?
"Kalau diam, berarti jawabannya iya," ia bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar kamar. "Cepat mandi. Nanti siang kita pergi," ucapnya sambil terus berjalan.
"Bakashi!!!!!!!!" akhirnya teriakanku baru lolos saat orangnya pergi dari ruangan itu. Terserahlah, dia mendengarnya atau tidak. Aku sudah kesal. Aura dominannya lebih kuat dari aura kemarahanku.
Saat sudah selesai mandi, aku melihat Akashi sedang mengobrol dengan seseorang di sofa dekat kasur. "Hanako-chan!" aku langsung berlari dan memeluk Princeses Devil yang akan menyelamatkanku dari The King of Devil nya langsung.
"Lepas Ai-chan, kau membuatku sesak napas," dengan satu hentakan, ia berhasil menyingkirkan kedua tanganku yang memeluknya erat.
"Hanako-chan pasti kemari mau menjemputku kan?" aku memeluk lengannya dengan manja.
"Enak saja," ia menarik lengannya agar terbebas dari pelukanku. "Siapa juga yang mau menjemputmu? Aku hanya mengantarkan bajumu kemari."
"Hanya itu?"
Ia mengangguk dengan mantap.
"Hanako-chan kejam sekali sama aku... masa kau mau menyerahkanku pada orang seperti Akashi?" aku menarik - narik lengan kemeja Hanako, berusaha agar ia berubah pikiran. Tunjukkan mata puppy eyes, agar dia luluh.
Bukannya luluh, Hanako malah memutar kedua matanya sambil mendengus, "percuma Ai-chan, puppy eyes mu itu tidak akan mempan terhadapku. Kecuali kalau Shin-chan yang melakukannya seperti itu."
"Kau pasti langsung luluh," lanjut Akashi yang dapat membuat Hanako nyengir - nyengir gak jelas.
"Hehehe, nii-chan tau aja deh. Sudah ya, aku pulang dulu."
Aku menarik lengan Hanako, "eh... kau beneran tega meninggalkanku disini?"
"Ck! Ai-chan, seharusnya kau bersyukur karena mendapat hak special untuk mendekati Sei-chan ku. Biasanya kalau perempuan lain yang gak jelas asal - usulnya sudah kutendang sebelum melakukan tahap pendekatan," jelasnya.
"Siapa yang mau melakukan pendekatan dengan Akashi-kun sih?" aku kesal mendengar perkataan Hanako.
"Ai-chan," jawabnya sambil memasang wajah polos.
Aku memikirkan kata - kata yang tepat untuk membuat Hanako berubah pikiran, tapi mungkin karena asik berpikir, tau - tau saja dia sudah berjalan menuju pintu keluar kamar. "Selamat bersenang - senang nii-chan! Ai-chan! Jangan melakukan yang 'iya iya' yah..." godanya dengan semangat.
Astaga! "Hanako-chan! Jangan tinggalkan aku!"
"Bye Ai-chan!" bukannya menyeretku pulang, dia malah melemparkan kiss bye sambil mengedipkan sebelah matanya sebelum menutup pintu.
"Uh... Hanako!!" aku menghentakkan kakiku ke tanah sambil melipat kedua tanganku di depan dada.
"Dasar bocah," cibir Akashi.
Aku memanyunkan bibirku. Iya, aku memang kekanakan kok. Kalo kamu gak suka, ngapain mengakuiku sebagai pacarmu secara sepihak? Dasar labil.
"Kalau bibirmu seperti itu terus, akan kucium loh," ia berjalan keluar kamarnya. "Cepat ganti bajumu dalam waktu 10 menit. Kalau aku kembali kesini, dan kamu belum mengganti bajumu, aku yang akan menggantikannya," ia langsung keluar.
Eh? Loh? Sejak kapan Akashi jadi mesum seperti itu? Ah, ya sudahlah, sebaiknya aku bergegas mengganti pakaianku, sebelum Akashi benar - benar menjalankan ucapannya barusan.
Benar saja, dalam waktu 10 menit, Akashi langsung masuk lagi ke kamarnya tanpa mengetuk pintu pula. Untungnya aku sudah selesai mengganti pakaianku. "Cepat pakai ini," ia meletakkan sepasang sepatu berwarna peach yang senada dengan mini dress ku. Darimana dia dapat sepatu wanita seperti ini ya?
"Akh, dasar lamban," ia langsung berjongkok dihadapanku dan memasangkan sepatu itu di kedua kakiku. Seketika wajahku menjadi panasn. Huft... aku kenapa sih? Mana jantungku berisik banget lagi.
"Ayo jalan," setelah selesai memasangkan sepatu untukku, Akashi langsung menggandeng tanganku dan menuntunku pergi.
"Kita mau kemana Akashi-kun?"
"Jangan panggil aku Akashi-kun lagi. Panggil aku Sei-kun, atau lebih bagusnya lagi Sei-chan," ucapnya sambil terus menggandeng tanganku dengan lembut.
"Ah, gak mau ah..." tolakku.
"Kenapa?"
"Nanti sama kayak Hanako memanggil Akashi-kun lagi."
"Sudah kubilang, mulai sekarang jangan memanggilku Akashi-kun lagi," tegasnya.
"Baik Aka-chan," jawabku dengan spontan.
"Tidak buruk." Ia membukakan pintu mobil untukku dan mempersilahkanku masuk duluan. "Ayo masuk!" ucapnya dengan lembut, tapi masih terselip nada perintah di dalam kalimatnya.
***
Saat bermain di taman bermain, banyak ekspresi Akashi yang tidak pernah ku lihat sebelumnya. Seperti saat ini, ia sedang memandang kesebuah arah dengan tatapan yang penasaran.
Aku mengikuti arah pandangannya. "Takoyaki? Aka-chan mau takoyaki?" tanyaku.
Ia mengangguk dengan polosnya. Astaga... kok mendadak si raja iblis ini terlihat polos dan menggemaskan sih? Jadi pengen nyubit pipinya deh... atau enggak aku abadikan saja di kamera. "Ya sudah, ayo kesana!" aku menarik tangan Akashi menuju penjual takoyaki yang sejak tadi diperhatikannya.
"Ojisan, takoyaki nya 2," ucapku sambil tersenyum manis. Biasanya kalau aku memasang wajah seperti ini saat membeli, aku pasti dapat sesuatu yang khusus.
"Baiklah, untuk nona manis dan pacarnya yang tampan ini, paman akan memberikan sesuatu yang special," ucapnya dengan senang. Benarkan apa kataku barusan?
Saat paman pembuat takoyaki membuat pesanan kami, aku meliht Akashi sibuk memperhatikan paman itu. Wajahnya benar - benar terlihat polos seperti anak kecil. Aduh... kalau memerhatikan Akashi yang seperti ini terus sih, bisa - bisa tanpa sadar aku akan memeluknya atau menciumnya duluan. Habis, dia terlihat menggemaskan >.<
"Ini, silahkan takoyaki nya," paman itu menyerahkan takoyaki pesanan kami padaku.
"Terima kasih ojisan," ucapku dengan ceria sambil tersenyum manis. Ternyata bonusnya banyak juga ya, hehehe.
Saat Akashi ingin membayar takoyaki nya, paman itu menolak, "tidak usah, anggap saja itu hadiah dari paman karena akhirnya paman melihat Airi-chan jalan dengan pacarnya kemari. Biasanyakan dia kemari hanya dengan dua temannya," kata paman penjual takoyaki sambil tersenyum.
"Loh, jangan begitu ojisan. Nanti ojisan rugi loh..." ucapku.
"Tidak akan rugi. Sudah, cepat ajak pacarmu jalan - jalan," goda paman penjual takoyaki.
"Ish, dia bukan pacarku. Dia itu body guard ku ojisan," jawabku asal yang mendapat hadiah tatapan sinis dari Akashi.
"Ayo jalan!" ia langsung menarik tanganku.
Saat berbalik, tak sengaja aku menabrak seorang pria yang sangat tinggi. Hal itu membuat salah satu takoyaki yang kupegang jatuh mengenai bajunya.
"Maaf," aku merunduk untuk meminta maaf, lalu saat aku ingin melihat wajah orang itu, tiba - tiba saja, pria yang kutabrak sudah diseret oleh seorang wanita berambut pirang yang sama - sama mengenakan topi untuk menutupi wajah mereka.
Kok, sepertinya aku merasa tidak asing dengan dua orang itu ya?
"Kau tidak apa Ai-chan?" tanya Akashi.
Aku tersadar dari lamunanku, "oh, tidak apa Aka-chan, hanya saja... aku seperti mengenal kedua orang tadi," aku memandang kedua orang itu dengan penasaran.
"Dari pada memikirkan kedua orang itu, lebih baik buka mulutmu."
"Ta-" Akashi langsung memasukkan takoyaki yang besar kedalam mulutku.
"Wah, belepotan," Akashi membersihkan saus yang belepotan di sekitar bibirku dengan jempolnya, tapi kok lama - lama wajahnya mendekat ya?
"Selesai," ia langsung menjauhkan wajahnya dan memasukkan kedua tangannya ke saku celana.
"E-ettoo... Akashi-kun." Akashi langsung mendelik kearahku. "Maksudku, Aka-chan. ini sudah sore, dan matahari sudah hampir terbenam. Tidakkah seharusnya kita pulang, Aka-chan?" pandangan Akashi langsung berubah menjadi lembut.
"Justru kesenangannya akan dimulai saat matahari sudah terbenam," ucap Akashi dengan lembut dan ia mulai menarik tanganku enatah kemana tujuannya.
Entah mengapa, aku punya firasat buruk akan hal ini. Semoga hanya firasat saja.
***
Matahari sudah benar - benar tenggelam, saat ini aku dan Akashi sudah duduk di sebuah tempat makan di ruang terbuka. Dari sini aku bisa melihat gelapnya taman bermain, tapi dengan lampu - lampu yang menyala di sekitar, membuat rasa takutku menjadi sedikit berkurang.
Akashi menjentikkan jarinya, lalu datanglah seorang pelayan berambut coklat indah tergerai panjang mengenakan topeng silver yang menutupi separuh wajahnya, "mau pesan apa tuan?" tanya pelayan itu dengan suara rendah.
Ini hanya firasatku saja, atau aku memang mengenal gadis ini? Sayangnya saja wajahnya tertutup topeng. Tapi, dari postur tubuh, warna rambut, dan suaranya, sepertinya aku merasa tidak asing lagi dengan pelayan wanita ini.
"Menu special disini," ucap Akashi singkat.
Setelah itu, pelayan wanita itu langsung pergi. Dan tak lama kemudian terdengar suara piano dari panggung mini yang disediakan pemilik café untuk para pengunjungnya. Saat alunan piano yang menyejukkan hati masih mengalun dengan indahnya, seorang perempuan berambut hitam naik keatas panggung menemani si pemain piano yang bersurai hijau dengan topeng berwarna sama dengan rambutnya. Lucunya, wanita itu juga mengenakan topeng berwarna putih yang menutupi separuh wajahnya.
Wanita itu menyanyikan lagu Christna Perri yang berjudul A Thousand Years. Suaranya mengalun indah, dan aku pun mulai terhanyut dalam nyanyiannya. Ketika lagu tersebut selesai dinyanyikan, penyanyi tersebut kembali turun, dan pianis itu kembali memainkan music classic yang tak ku ketahui karya siapa.
Sepertinya penyanyi tadi memiliki daya sihir yang terlalu kuat, sampai - sampai aku baru sadar kalau orang - orang yang tadinya ramai memesan makanan disini menghilang semua. Bahkan lampu - lampu yang ada di taman bermain pun semuanya padam. Yang tersisa hanyalah lampu yang dipancarkan dari atas panggung. Bukan hanya itu kabar buruknya. Akashi pun sudah menghilang entah kemana?
Gawat! Phobia ku mulai kambuh. Badanku sudah bergetar ketakutan melihat daerah sekeliling yang gelap dan menyeramkan. Tanganku sudah mulai terasa dingin, dan keringat dingin sudah mulai turun dari pelipisku. Kemana perginya semua orang!?
Tiba - tiba dari dalam café terdengar suara nyanyian seorang wanita yang tadi. Suaranya terdengar lembut dari dalam sana dengan diiringi suara piano dari sini. Kedengarannya ia sedang menyanyikan lagu dari SNSD yang berjudul All My Love is For You versi acoustic. Karena penasaran, akhirnya aku masuk kedalam sana.
Betapa terkejutnya aku, saat mendapati seseorang yang bernyanyi adalah Hanako, dan di sebelahnya ada Akashi yang sudah berganti pakaian menjadi mengenakan blazer hitam dengan kemeja merah. Ia terlihat tampan dengan senyuman tulus yang terukir di bibirnya sambil memegang bunga. Selain mereka berdua, ada semua anggota kiseki no sedai beserta Momoi dan ketiga sahabatku.
Sambil diiringi suara Hanako, Akashi berjalan mendekat kearahku. Lalu ia berlutut didepanku sambil mempersembahkan bunga mawar kepadaku, "Ai-chan, sebenarnya sudah sejak lama aku memendam perasaan ini padamu. Aku membuang segala macam harga diriku, egoku, demi mengutarakan perasaanku ini padamu," ia menatap kedua mataku dengan tatapan yang teduh. "Maukah kamu menjadi pacarku?"
Deg...! Deg...! Deg...! Jantungku sudah sangat berisik saat ini, belum lagi suara merdu yang keluar dari mulut Hanako, membuat suasana menjadi bertamba romantis. Uh... pasti saat ini wajahku sudah semerah rambut dan kemejanya.
"Kalau kau diam terus, aku akan menganggapnya 'iya' loh," ucap Akashi.
"Terserah maumu sajalah, Aka-chan," aku memalingkan wajahku yang sudah semerah kepiting rebus.
"Jadi...?" ia sudah bangkit dan berdiri tepat di hadapanku sambil menggenggam tanganku.
Aku hanya sanggup mengangguk tanda aku menyetujui pernyataannya. Akashi langsung menarikku kedalam pelukannya. Dan detik itu juga, suara riuh teriakan langsung terdengar.
"YEY! Mission completed!" teriak Hanako dengan girangnya.
Akashi sudah melepaskan pelukannya dan mengajakku bergabung dengan teman - teman.
"Gak nyangka yah, sudah lebih dari 7 tahun, akhirnya tersampaikan juga," goda Hanako.
Eh? 7 tahun?
Akashi langsung melotot kearah Hanako..
"Sebenarnya Ai-chan..." saat Hanako ingin melanjutkan ucapannya, Akashi langsung mengejar Hanako. Dan jadilah adegan kejar - kejaran ala kakak - adik ajaib itu.
"SEBENARNYA AI-CHAN, NII-CHAN ITU SUDAH SUKA SAMA AI-CHAN SEJAK 7 TAHUN YANG LALU!" teriak Hanako sambil terus berlari menghindari Akashi.
"TOMOKO HANAKO!" teriak Akashi dengan geram.
Hihihi, mereka jadi terlihat lucu deh.
Sekarang Hanako dan Akashi malah merusuh dengan berlari disekitar kami. Lalu tiba - tiba badanku didorong kedepan. Untung saja Akashi dengan sigap menangkap tubuhku. Tapi... astaga! Wajahnya terlalu dekat!
"Ka-kau tidak apa?" Akashi membantuku berdiri tegap.
Aku mengangguk.
"Yah... Akashi-kun, kenapa kesempatannya dibuang begitu saja sih? Padahal itu moment emas untuk menciumnya tau..." goda Hikari yang membuat kedua pipiku merona.
"Tau nih nii-chan... woo... penonton kecewa..." Hanako ikut memanas - manasi.
Tiba - tiba pianis tadi membekap mulut Hanako, "berisik. Kau merusak momentnya nanodayo," ucapnya yang bisa kutebak kalau itu pacarnya Hanako, Midorima.
"Apa Akashicchi mau aku gantikan-ssu?" Kise juga ikut - ikutan menggoda Akashi yang dihadiahi dengan tatapan membunuh. "Bercanda Akashicchi... jangan marah-ssu..." Kise nyengir ala kuda gak jelas.
"Berani melakukannya, kubunuh kau Ryouta," ucap Akashi.
"Eettoo... Aka-chan... apa benar? Sudah 7 tahun kau menyukaiku?" tanyaku dengan ragu.
Bukannya menjawabnya, Akashi malah memalingkan wajahnya. Aku pun merunduk kecewa.
Chup! Sebuah ciuman mendarat di pipiku, "artikan sendiri jawabannya dari tindakanku barusan," ucapnya dengan wajah memerah.
Aku langsung tersenyum bahagia. Aku tak menyangka. Pria sesempurna Akashi ternyata butuh waktu lebih lama dari teman - temannya untuk menyatakan cinta pada gadis yang dicintainya. Aku merasa terharu menjadi gadis beruntung yang bisa mengikat hati Akashi. Terima kasih tuhan, sudah menghadiahkan pria sebaik dan setulus Akashi yang mau menjaga hatinya untukku selama tujuh tahun. Sungguh menyesalnya diriku baru mengetahui perasaannya sekarang.
Tapi, mulai saat ini aku akan membalas cinta yang sudah dijaga oleh Akashi selama tujuh tahun. Aku tidak ingin membuatnya kecewa karena sudah menungguku selama tujuh tahun.
Sejauh ini, kalian paling suka pasangan yang mana?
1. Hanako-Midorima
2. Hikari-Kuroko
3. Airi-Akashi
Untuk selanjutnya, mau part nya siapa?
1. Aomine
2. Murasakibara
3. Kise
Ayo! Dipilih - dipilih! :v (serasa jadi tukang obat keliling)
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro