Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lutte - 06

Sudah tiga hari aku menginap di rumah Tante Winda. Tante Winda dan Paman Zito, kakaknya, adalah pemilik toko tempat Ibu bekerja. Setelah kejadian kemarin Ibu diistirahatkan dan tidak bekerja, jadi Ibu bisa mengantarku sekolah. Senang rasanya melihat Ibu yang tersenyum dan melambaikan tangannya ke arahku saat aku berbaris ataupun bernyanyi. Teman-temanku pun tidak penasaran lagi akan sosok Ibu, meski terkadang mereka masih suka menanyai Ayah.

"Ibu, Ute belum mau pulang. Masih mau naik ayunan. Boleh ya?" tanyaku penuh harap.

Ibu mengambil tas barbieku dari punggung dan mengangguk mengizinkan. Aku pun berlari ke arah ayunan dan menaikkinya dengan penuh semangat.

Ibu melihatku dengan senyumannya bersama Bu guru Rasti. Bu guru Rasti bilang tidak biasanya aku begitu bersemangat seperti ini. Mungkin itu semua karena kehadiran Ibu. Menggambar, menulis, dan hapalan doa hari ini terasa jauh lebih menyenangkan.

"Ute, udahan yuk? Udah siang Sayang!" kata Ibu sambil melambaikan tangannya. Aku menurut karena perutku sudah bunyi kerucuk-kerucuk. Sepertinya ini memang sudah masuk waktu untuk makan siang.

Sesampainya di rumah Tante Winda, Paman Zito menyambutku di depan pintu yang membuatku melompat ke arahnya yang disambut dengan pelukan. Di tangannya ada bando berwarna biru, senada dengan rok sekolah yang kugunakan. Setelah mencium pipiku, Paman Zito memakaikan bando itu di rambutku.

"Nah, Ute makin cantik kalau pakai bando!" puji Paman yang membuatku tersenyum.

"Nggak usah terlalu sering ngasih Ute barang-barang mahal Mas, aku takut nggak bisa menuhinnya kalau Ute mau nanti," ucap Ibu yang disambut gelengan oleh Paman.

"Ini nggak mewah kok Sekar, waktu liat ini aku inget seragam Ute, makanya aku beli."

Paman Zito mengelus rambutku lembut, mencubit pipiku dengan pelan sebelum menciumnya lagi. "Ute laper? Paman udah beliin chicken buat Ute."

Aku mengangguk. Paman membawaku ke meja makan yang begitu besar dan ada Tante Winda di sana dengan seember penuh ayam yang membuatku takjub.

"Ayamnya banyak!" teriakku spontan yang membuat Tante Winda tertawa.

"Iya banyak, terserah Ute mau makan berapa. Yang penting harus habis ya," sahut Tante Winda.

"Banyak amat Wind," kata Ibu begitu melihat potongan ayam di ember itu.

"Tadi Bang Zito sekalian jalan dan beli satu bucket. Mumpung ada kamu sama Ute jadi ada yang bantu ngabisin." Tante Winda mengambilku dari gendongan Paman Zito dan mendudukan diriku di pangkuannya. Ia kemudian menyiapkan nasi dan satu potong ayam untukku.

"Wind, biar aku aja yang nyuapin Ute." Ibu terlihat tidak enak dan berusaha meraihku, tetapi Tante Winda menggeleng.

"Jarang-jarang Ute ada di sini, biasanya ada di rumah Aul terus. Jadi untuk kali ini biar aku yang suapin."

Tante Winda menyendokkan nasi dan memotong sedikit tepung dan ayam, ia kemudian menyuapiku. "Aaa Sayang, dibuka mulutnya."

Aku membuka mulutku dan mengunyah campuran nasi dan ayam yang enak itu.

"Gimana? Enak nggak?" tanya Paman Zito yang aku jawab dengan anggukan. Rasanya benar-benar enak dan berbeda dari yang biasanya aku makan.

"Aku beli chicken buat Ute paling yang lima ribuan di warung belakang, Wind. Rasanya nggak sanggup kalau beli dari restaurant ternama kayak gitu. Aku harap Ute nggak keterusan untuk mau yang ini terus nantinya."

"Sesekali beli nggak apa-apa Sekar, kalau Ute mau tinggal bilang aja biar aku atau Bang Zito yang beli."

Aku mengabaikan percakapan Ibu dan Tante Winda, aku memilih untuk melihat ke arah kamar yang aku tempati selama tiga hari terakhir. Paman Zito membelikanku tiga boneka Micky Mouse baru dan satu boneka barbie.

Aku pasti senang jika terus tinggal di sini. Rumah besar, televisi besar, channel kartun dan boneka yang banyak, itu benar-benar sempurna!

"Ute, Paman kerja dulu ya?" Paman Zito mengulurkan tangannya yang membuatku meraihnya dan melakukan gerakan salim.

"Anak pintar!" puji Paman yang membuatku tersenyum.

Setelah selesai makan, Ibu dan Tante Winda menonton film di televisi, sementara aku duduk di pangkuan Ibu dengan menghadap ke arahnya. Ini sudah mendekati jam tidur siang dan aku mengantuk.

"Ute, kalau mau tidur, tidur aja ya?" kata Ibu yang aku jawab dengan anggukan. Aku memeluk tubuh Ibu dan mencari posisi nyaman sebelum memejamkan mata. Setelah itu percakapan samar antara Ibu dan Tante Winda terdengar.

"Aku mau nikah."

"Oh ya? Sama Mas Yira? Selamat ya Wind! Aku turut seneng dengernya."

"Tapi aku belum tega ngelepas Bang Zito sendirian karena dia belum punya pendamping, Sekar."

"Pasti akan ada orang yang tepat untuk Mas Zito, Wind. Kamu nggak usah khawatir. Mas Zito nggak ngelarang kamu buat ngelangkahin kan?"

"Bang Zito sama sekali nggak ngelarang. Dia malah ngedukung. Tapi ngeliat dia yang segalanya masih harus diurusin sama aku, aku jadi mikir dua kali buat nikah. Kamu tau kan aku satu-satunya keluarga buat Bang Zito setelah orangtua kami meninggal saat kecelakan dulu?"

"Aku tau, mungkin Mas Zito awalnya akan kaget dan nggak biasa. Tapi lama kelamaan dia akan terbiasa. Keadaan akan memaksa dia untuk terbiasa tanpa kamu, Wind. Karena jika keadaan sudah memaksa, mau tidak mau kita harus bertahan dengan segala keterbatasan itu."

"Makasih untuk masukannya, Sekar."

"Sama-sama, Wind."

"Sekar, maaf bukan bermaksud untuk menyinggung. Tapi Ayah Ute emangnya di mana sih?"

"Aku juga nggak tau, Wind."

"Kamu nggak pernah nyari tau? Suami kamu itu laki-laki nggak bertanggung jawab yang ninggalin istri dan anaknya gitu aja."

"Itu nggak kayak yang kamu pikirin, Wind."

"Gak kayak yang aku pikirin kayak gimana? Laki-laki yang ninggalin istri dan anaknya gitu aja itu nggak lebih dari seorang pecundang!"

"Aku dan Ayah Ute nggak pernah menikah." Suara Ibu terdengar begitu sedih dan getir. Keadaan begitu sepi dalam waktu yang cukup lama.

"Maksud kamu?" tanya Tante Winda dengan gugup.

"Aku korban perkosaan, Wind."

***
Andai saja saat itu aku mengerti dengan maksud perkataan Ibu, aku tidak akan bertanya tentang Ayah lagi.
***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro