Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lutte - 05

Ibu hari ini bekerja malam karena harus menggantikan temannya. Aku dititipkan di tempat tante Aul. Ibu memang awalnya merasa tidak enak, tetapi Om Randi memaksa karena ia tidak tega melihataku tidur sendirian di rumah.

Malam ini aku sangat bahagia. Om Randi menyanyikanku sebuah lagu sebelum tidur. Ibu memang suka menyanyikannya, tetapi rasanya berbeda. Om Randi bahkan rela menjadi kuda-kudaan untukku dan menggendongku di teras saat aku merindukan Ibu sampai aku mengantuk. Apa begini rasanya punya Ayah? Aku harap aku bisa merasakannya setiap hari.

Suara ribut di luar membuatku tebangun. Aku keluar dari dalam kamar dan mendapati rumah Tante Aul penuh dengan orang. Beberapa yang tidak aku kenal. Dan aku menemukan Ibu dengan wajah kebiruan dan berdarah sedang duduk menangis ketakutan.

"Ibu!" teriakku begitu kencang. Ibu melirikku, tetapi Ibu malah tambah menangis.

Om Randi menggendongku, melarangku untuk menghampiri Ibu yang masih menangis. "Ibu kenapa?" tanyaku bingung. Aku menangis begitu keras. Tetapi itu malah membuat Ibu tambah menangis.

"Ute mau Ibu... Ute mau ke Ibu...." rengekku ke Om Randi.

"Shhh... sabar ya Ute Sayang, nanti Ute bisa ke Ibu."

Aku masih menangis sampai sebuah permen kapas diberikan kepadaku oleh Paman waktu itu. "Ute suka kan?" tanyanya yang aku jawab dengan anggukan.

"Ute jangan nangis, nanti Ibu Ute tambah sedih. Oke?" kata Paman itu sambil mengelus rambutku lembut. Wajah paman itu juga terlihat kebiruan seperti Ibu, tetapi Paman tidak berdarah.

"Jadi gimana Mas?" tanya Om Randi ke Paman itu.

"Abis ini kami ke kantor polisi jadi saksi. Tadi kami disuruh langsung kesana, tapi Sekar shock dan pengen ketemu sama anaknya. Jadi kami ke sini dulu."

"Kebetulan Mas Zito sama Mbak Winda lagi nggak ada di sini, lagi di luar kota. Mereka baru dapet kabar kalau toko mereka ada perampokan malem ini. Untung ada Mas Aksa... kalau nggak mungkin Sekar terluka lebih parah."

"Saya lagi nyari minuman, dan untungnya nggak bawa kendaraan jadi perampok itu nggak sadar ada saya. Tiba-tiba Sekar teriak. Kejadiannya begitu cepat Mas. Orang itu pakai helm dan lagi mukul sekar. Setelahnya kami terlibat baku hantam. Untung Sekar langsung lari dan manggil warga di Pos Ronda. Jadi kami bisa selamet tadi."

"Kalian mau ke kantor polisi? Bawa mobil saya aja Mas. Biar pulangnya enak. Saya nggak bisa nganter soalnya punya bayi. Aul juga parno abis denger kabar perampokan itu."

"Nggak usah repot-repot Mas Randi, kami biar ikut mobil polisi."

Tak lama, Ibu menghampiriku yang masih dalam gendongan Om Randi. Ibu menciumku dan mengelus pipiku dengan lembut. Aku merentangkan tanganku dan memohon agar Ibu menggendongku, namun Ibu menggeleng. Hal itu membuatku semakin terisak.

"Ibu...."

"Sekar masih shock, jadi mungkin masih lemes untuk gendong Ute," kata Paman itu.

Ibu akhirnya dibawa oleh orang-orang itu yang membuatku berteriak. "Ibu Ute ikut! Ute mau ikut Ibu!"

Aku memberontak dari gendongan Om Randi yang membuat Om Randi melepasku. Aku menghampiri Ibu dan memeluk kakinya. "Ibu Ute ikut, jangan tinggalin Ute...."

Ibu berjongkok dan mengelus rambutku dengan sayang. "Sebentar ya Ute, Ibu nanti pulang."

Aku menggeleng dan memeluk Ibu. "Ute nggak mau ditinggal sama Ibu!"

Tubuhku terangkat perlahan, dan Paman tadi menggendongku. Ia menghapus air mataku dan memelukku dalam gendongannya. "Ute mau ikut Ibu? Ayok kita ikut."

Paman permen kapas ini begitu baik. Ia menenangkanku sepanjang perjalanan dan mengatakan kalau Ibu baik-baik saja. Ia juga menyuapiku permen kapas pemberiannya. Ibu, Paman dan aku sampai di kantor dengan banyak orang berseragam. Bahkan ada orang yang terkurung di dalam kandang besi. Aku mengeratkan pelukanku ke leher paman saat melihat orang-orang di dalam kandang yang terlihat jahat itu.

"Sebenernya nggak baik bawa anak sekecil Ute ke tempat ini, tapi Ute akan terus nangis kalau nggak ikut kamu," kata Paman ke Ibu. Ibu mengangguk pelan dan mengelus rambutku.

"Ute akan ngeganggu Mas Randi, Aul sama Nindy kalau ditinggal. Makasih ya Mas udah mau bantu tadi. Kalau nggak ada Mas saya nggak tau gimana. Soalnya pelakunya bawa piso. Di otak saya cuma ada Ute, kalau saya sampai mati. Ute gimana?"

"Jangan ngomong macem-macem. Buktinya kamu masih di sini kan sekarang? Lain kali jangan mau jaga malam kalau sendiri."

Ibu mengangguk mengiyakan perkataan Paman. Setelahnya kami terdiam dan menunggu Paman lainnya yang menggunakan seragam seperti seragam pramuka itu. "Ute berat Mas, biar saya aja yang gendong. Tangan saya udah nggak gemeter kayak tadi." Ibu mengulurkan tangannya untuk meraihku. Tetapi aku menggelengkan kepalaku dan memilih bersandar pada tubuh Paman.

Badannya besar dan hangat, aku sangat menyukainya. Rasanya begitu nyaman. Tangan Paman mengelus punggungku secara perlahan yang membuatku merasa ngantuk. "Ute ngantuk?" tanya Paman itu yang kujawab dengan anggukan. Aku menguap dengan begitu lebar yang membuat Paman itu tersenyum.

"Ute tidur aja, nanti kalau udah selesai dibangunin. Oke?"

Aku mengangguk patuh dan mengusak wajahku ke dada Paman itu untuk mencari posisi yang nyaman. Setelah mendapatkannya, aku pun tertidur dengan nyenyak. Malam itu akhirnya aku bermimpi bertemu dengan seseorang yang tinggi yang aku panggil dengan sebutan Ayah.

***

Awal yang terlihat begitu sederhana untukku, tapi nyatanya semua tidak sesederhana itu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro