Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

It's

Derap cepat seseorang dari lantai dasar bergegas menaiki anak tangga. Matanya tajam menuju sebuah ruangan di ujung lorong. Tempat yang dahulu berdaun pintu lembayung kecokelatan kini disulap penghuninya menjadi serba merah dan hitam.

Napasnya terengah pada ketukan pertama yang masih tak dihiraukan si pemilik kamar. Ia dengan sabar menunggu beberapa waktu untuk kemudian mengetuk kembali.

Remaja paruh baya yang mengenakan celana dan baju bernada gelap itu gusar. Dimundurkan langkahnya tiga kaki, lantas berlari kencang, dengan sekuat tenaga ditendang pintu tersebut hingga terbuka.

Kaget, mendapati orang yang ditunggunya sedang telanjang, tanpa sehelai kain yang menutupi tubuhnya sama sekali. Termasuk bagian atas dan bawah. Mereka bersitatap sesaat, ada rasa canggung yang menyelimuti benak kedua remaja tanggung ini.

Bukannya kabur dan bergegas keluar, ia malah tekesima akan bentuk lekuk otot tubuh bagian atas dan bawah temannya.

"Apa kau lihat-lihat!" bentak Rafa pada Jo yang masih melongo untuk beberapa waktu.

Jo berlari menuju kasur Rafa yang tampak berantakan. Ia lemparkan tubuhnya dan kembali menatap tubuh Rafa. Ia berdecak kagum, "ternyata bukan hanya wajah aja kau yang keren yah. Depan belakang, atas bawah, luar dalam keren juga."

Rafa yang merasa tertantang, segera loncat ke kasur, dan hendak menempelkan tubuhnya pada Jo. Jo yang jijik berusaha sekuat mungkin untuk lari, namun perbedaan proporsi tubuh antar keduanya membuat Rafa berhasil mengunci gerakan Jo seketika.

"Ampun! Ampun!" teriak Jo cengengesan.

Kencangnya auman Jo mampu memancing Reny yang sedari tadi menunggu Rafa di lantai satu. Reny terhuyung saat mendapati kekasihnya tengah berpitingan dengan sesama jenis. Walau harus diakui Reny tahu apa yang dilakukan Rafa adalah cara untuk mendiamkan sahabatnya yang memiliki mulut rewel.

Mata Reny terbelalak mengetahui bahwa Rafa tak mengenakan pakaian sama sekali. "Bodoh!" Reny melempar HP yang dipegangnya.

Sekarang mereka bertiga saling tatap, Reny melihat Rafa dan Jo, Jo menatap Reny, Rafa menatap Jo. Reny ingin mengambil HP-nya, namun ia takut jika terpaksa harus melihat tubuh bagian bawah Rafa. Begitu juga Jo yang masih meronta untuk melepas pitingan Rafa, memang Rafa sudah melenturkan kepalannya, namun jika ia bebas maka Reny akan melihat seberapa kerennya Rafa.

Reny membanting pintu. "Terserah kalian! Bodoh!" dungusnya kesal sembari meninggalkan kamar Rafa. HP-nya ditinggal begitu saja. Ia juga harus menunda agenda melihat kembang api tahun baru. Padahal ia sudah sedari tadi berdandan cakep, bahkan mengenakan blus cerah dengan stoking hitam yang dibelikan Rafa.

Sembari mengenakan pakaian terbaik yang dimilikinya, Rafa bertanya terkait maksud dan tujuan Jo mendobrak kamarnya.

Jo membawa mengeluarkan selembar kertas yang tampak baru saja dicetaknya beberapa waktu lalu. "Fa, ini loh. Fullbright!" ucapnya penuh gairah.

Rafa sekilas melirik, mengambil kertas yang digenggam Jo. Membuka lemari pakaian dan menaruhnya pada sebuah tumpukan yang penuh dengan kertas. Ini bukan kali pertama Jo memberikan kertas serupa pada Rafa, setidaknya lebih dari dua puluh kali seingat Rafa. Sebuah kertas yang bertuliskan bahwa 'anda diterima. Silahkan lengkapi berkas'.

Rafa berdeham, ia tak memerdulikan kekecewaan yang dihadirkan dari wajah sahabatnya itu. Beasiswa adalah suatu hal yang sangat diidam-idamkan Jo, sudah tak terhitung jumlahnya Jo mengajukan, namun jawabannya hanya satu bahwa ia belum diterima. Sedangkan Rafa langsung diterima dalam percobaan pertama. Tidak hanya itu, bahkan tiap beasiswa yang masuk atas nama Rafa semuanya tembus tanpa terkecuali. Tapi Rafa tak sekalipun mensyukurinya.

"Jo, sebenarnya apa sih yang kau kecewakan? Ini kan aku yang diterima, kalau gak kuambil ya aku gak ada rugi sama sekali."

Kedua bibir Jo kelu, "tapi kan aku juga mendaftar? Kan bisa saja jatahmu itu milikku?"

Rafa mengenakan parfum beraroma amber dan chilli pepper. Ia mengangguk, "terus berapa banyak beasiswa yang kau gagal padahal aku gak daftar sama sekali? Kurasa lebih banyak."

"Nada bicaramu selalu santai. Seakan semuanya bisa kau miliki dengan mudah."

Rafa mengancing kedua ujung langan pakaian, merapikan kerah, memastikan tidak ada guratan kusut sama sekali. "Sepertinya apa yang seharusnya jadi masalahmu, kau limpahkan begitu saja. Selama ini yang daftarkan beasiswaku juga kau, kan? Aku gak pernah minta. Sama sekali," Rafa menekan kalimat terakhir. "Seringkali kularang kau untuk memasukkan namaku, karena apa? Karena aku gak pernah mau pertengkaran bodoh ini terjadi."

Jo menarik napas dalam, berusaha menenangkan debur amarah yang meluap di dada. Ia tak mau persahabatan yang dijalin sejak empat tahun lalu sirna hanya gegara masalah sepele. Seharusnya ia berlapang dada menerima kenyataan bahwa semesta selalu tak berpihak padanya.

Mereka pertama bertama di bangku kuliahan, saat seorang mahasiswa pertukaran pelajar bernama Raphael Silva masuk ke kelasnya. Siswa berkulit sawo matang yang memiliki rambut ikal ini langsung dicintai kaum hawa pada tatap pertama. Memiliki tatapan lesu, namun dengan aura yang sangat bercahaya.

Hari pertama separuh perempuan di kelas sudah memiliki kontak pribadi Rafa. Sedangkan Jo, sudah setahun di sini dan ia hanya punya kurang dari sepuluh, itu juga sekadar kelompok belajar atau teman yang dikenalnya terlebih dahulu di bangku SMA. Sisanya menolak untuk dimintai.

"Jo," panggil Rafa. Sebuah panggilan yang menyadarkannya dari lamunan singkat. "Kau jadi ikut bakar-bakar malam ini kan?"

Jo melihat jam, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia berpikir sejenak, "kurasa gak deh. Gak bakal tekejar. Apalagi malam tahun baru pasti macet. Kalian aja bedua. Sekalian minta maaf kau bujuk Reny."

"Ah, masak gitu aja merajuk sih Jo," rayu Rafa. "Kalau urusan Reny mah gampang. Jangan kau pikirkan. Palingan bentar lagi dia ke sini, gak sabaran nungguin aku."

Benar apa yang dikatakan Rafa, dalam sekejab mereka mendekar lantunan heels tinggi Reny. Mereka kembali tertawa.

"Ya udah sana. Pergi sana. Aku malas entar dengar rengekan Reny."

Rafa memajukan wajahnya ke arah Jo, cukup dekat, Jo bahkan mampu menghirup aroma tubuh Rafa. "Yakin nih? Apa masih merajuk? Jangan kayak anak kecil gitu lah. Entar kubungkusin ayam bakanya deh," ledek Rafa.

Jo mendorong wajah Rafa mundur, "apa sih dekat-dekat. Kayak homo aja." Mereka tertawa lepas.

Reny menyaksikan hal tersebut dari kejauhan. Ia bersyukur Jo sudah kembali seperti semula. Jujur, Reny mengira awalnya Rafa dan Jo ada sesuatu yang spesial. Namun, pasca pertemuan kesekian ia sadar itu adalah cara mereka berdua berinteraksi satu sama lain. Mempererat silahturahmi dan memotong jarak serta ego antar kedua.

"Kami duluan," lambai Rafa dan Reny.

"Hati-hati."

***

Rafa mengendarakan motornya laju, melewati satu dua kerumunan dengan lihainya. Ninja 4R yang dimilikinya mampu memelesat cepat melewati macetnya kerumunan di malam tahun baru. Ia sesekali mencuri pandang pada Reny yang selalu tampak cantik baginya. Reny juga tak mau kalah, ia perlahan menarik jaket jins Rafa, memajukan tubuhnya dan berikan pelukan hangat pada Rafa.

"Fa, bagaimana kalau malam ini adalah malam terakhir aku bisa melihatmu?"

Rafa memelankan laju, "kamu ngomong apa sih sayang? Ya gak mungkin lah. Kamu kenapa sih?"

Reny menggeleng, "aku gak tahu nih. Aneh aja rasanya. Perasaaan dari tadi kagak enak."

"Pasti gegara belum makan nih." Rafa semakin membawa motornya pelan, ia memalingkan wajah ke belakang.

Tanpa disadari sebuah klakson berbunyi kencang di belakang Rafa. Begitu juga dengan teriakan ibu-ibu yang tak mau kalah, "awas!"

Rafa segera mengambil kemudi. Ia sekuat mungkin menekan rem. Reny berteriak, ia menutup mata. Pasrah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro