Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 2

Beberapa Minggu sebelum kejadian

Matahari bersinar cerah dan terasa hangat menyentuh kulit, aku dan teman-temanku sedang duduk dibawah pohon rindang diarea kampus sedang berdiskusi tentang tugas akhir yang mulai mengganggu pencernaan. Aku Riri Vylarsta, biasa dipanggil Vylar. Mahasiswa semester akhir di jurusan Sastra Budaya. Tahun ini akan menjadi tahun-tahun menyesakkan bagi semua mahasiswa semester akhir, Skripsi, Revisi akan segera menghiasai hari. Huffftttt... Jadi pengen nikah saja ketimbang menghadapi dosen pembimbing yang PHP luar biasa.

“Muka lu kenapa Vyl, kok ditekuk mulu.” Gurek melemparkan coklat kemukaku yang ditekuk.

“Thanks coklatnya.” Ujarku menatap Gurek tanpa menjawab pertanyaannya dengan wajah yang masih cemberut.

Aku masih berdebat dengan pikiranku, berpikir keras tentang judul yang akan aku angkat menjadi skripsi. Tidak ada ide dikepalakku sama sekali, cerita budaya yang menarik untuk ditulis.

“Aku punya usul, gimana kita angkat tentang kebudayaan Suku Dayak saja. Kebetulan aku punya tante di Kalimantan Utara tepatnya di Tarakan. Kita bisa kesana untuk riset beberapa minggu sambil refreshing.” Usul Sidiq bagai secerca cahaya ditengah gelapku. 

Tanpa membutuhkan waktu lama, kami semua menyetujui usulan Sidiq. Aku, Sidiq, Hati, Gurek dan Iksan kebetulan yang disengaja memiliki pembimbing skripsi yang sama sehingga membuat kami sepakat untuk mengerjakan bareng agar bisa saling membantu. Atas saran dari Sidiq, kami akan berangkat dari Jambi ke Tarakan dua minggu lagi.

***
Tepat pukul 09.00 WITA kami mendarat dibandara Juwata Tarakan setelah melakukan transit di Jakarta beberapa jam yang lalu. Udara dan langit Tarakan terlihat lebih indah dan biru.

“Selamat datang di Bumi Paguntaka, dimana merupakan provinsi terbungsu Indonesia yang diresmikan pada tanggal 22 April 2013 serta berada pada wilayah perbatasan dengan Malaysia tepatnya Serawak dan Sabah dengan jumlah penduduk 253.026 jiwa.” Aku berkata bak Tour Guide menyambut para tamu yang datang.

Teman-temanku hanya tersenyum mendengar ocehanku, yah anggap saja aku sedang memberi informasi gratis tentang bumi yang kini tengah kami pijak.

Setelah keluar dari Bandara kami menaiki sebuah taksi menuju Jl. Mulawarman tempat tante Sidiq berada. Jl. Mulawarman merupakan bagian ruas jalan utama di kota Tarakan, berupa rangkaian sepanjang kurang lebih 15 km dari Bandara Juwata hingga ke Pelabuhan laut Melundung. 

**
“Akhirnya kalian sampai juga.” Tante Sidiq menyambut kami didepan rumah.

Rumah bewarna putih dan terdapat banyak bunga dihalaman yang luas membuat mata indah saat memandangnya, meski ditengah kota tapi rumah ini terlihat asri dan sejuk karena ditumbuhi oleh beberapa pohon yang dapat mengurangi hawa panas.

“Guys, kenalin. Ini tante Rita dan Om Idin.” Sidiq memperkenalkan tantenya kepada kami.
“Hem, jangan panggil tante dong. Panggil saja Taminan dan Yujang, Tuminan artinya tante dan Yujang artinya paman dalam bahasa Tidung.” Protes Taminan saat Sidiq memperkenalkan dirinya.

Taminan Rita asli Jambi dan menikah dengan Yujang Idin dari suku Tidung dan mereka memutuskan untuk tinggal di Tarakan.

“Ya udah, yuk masuk dulu, istirahat. Pasti kalian capek habis melakukan perjalanan jauh.” Ujar Tuminan sambil membantu menarik koper kami kedalam.

“Kebetulan sekali kalian sampai hari, besok pagi dipulau yang tidak jauh dari sini ada acara Festival Iraw Tengkayu yang hanya diadakan 2 tahun sekali di Tarakan.” Yujang memberi informasi yang sangat penting dan kami hanya mengiyakan sambil meluruskan punggung dikursi sofa ruang depan.

Ting.. Sebuah notifikasi chat masuk ke Hp-ku.

“Gimana ri, sudah sampai di Tarakan ?” begitu isi pesan masuk yang kubaca dari Ilham sambil tersenyum, Ilham adalah laki-laki yang kutemui beberapa tahun yang lalu pada saat kasus Moord Op Vrouwen di Desa Batanghari (Baca cerita Bloody River untuk mengetahui pertemuan Vylar dan Ilham). Setelah peristiwa itu, hubungan kami makin dekat sampai dengan sekarang.

“Cie, siapa Vyl ? kok senyum-senyum gitu bacanya.” Hati menyagilku saat melihatku senyum-senyum sendiri.

“Temen.” Jawabku singkat dengan pipi yang merona.

***
Matahari sudah mulai nampak dari celah-celah jendela, sepertinya kami tertidur dengan nyenyak setelah berbincang-bincang sampai larut malam dengan Taminan dan Yujang tadi malam. Kami segera bersiap-siap dan memulai riset untuk skripsi kami masing-masing.

“Anjay, rame banget.” Gurek yang terpesona melihat keramaian Festival Iraw Tengkayu.

Kami semua terpesona melihat keindahan adat Tarakan yang begitu memikat, kapal-kapalan yang bewarna warni, penari-penari cantik dengan pakaian setempat. Tepian pulau dipenuhi orang-orang bersuka ria melihat pertunjukan festival.

“Eh liat, itu ceweknya cantik banget yang pakek baju adat Dayak.” Gurek menunjuk ke seorang perempuan menggunakan adat Dayak membawa sebuah kamera ditangannya.

“Iya cantik banget, nanti coba gua wawancara ah siapa tau dapat ide.” Ujar Iksan yang ikut terkesima melihat kecantikan gadis suku Dayak yang tengah ia pandang.

Inilah awal dari bencana dan teror yang akan mereka alami selama berada ditanah Tarakan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro