Chapter 1 [Kebenaran Yang Membuatnya Pergi]
Note : Ada bagian yang ditambahkan di bagian akhir.
'Dia seperti salju. Begitu dingin namun sangat lembut, membuatku tidak ingin melepaskannya. Seperti salju yang akan meleleh saat musim semi datang, mereka pun juga bisa hancur. Aku ... ingin menjadi musim dingin yang bisa menjaga mereka' Keinginan kecil Kim Taehyung.
•••••••••••••••••••••••
Geochang, South Korea.
Musim dingin di bulan desember, puncak terdingin tahun ini datang membekukan segalanya. Bahkan hampir semua tempat diselimuti oleh salju putih. Jalanan, atap rumah, halaman dan bahkan tumbuhan, jatuh dalam rengkuhan kelembutan salju dingin yang semakin tebal dari waktu ke waktu.
Dua pemuda Kim dan satu wanita paruh baya tampak berada di dalam sebuah bangunan yang terlihat sederhana namun begitu damai dengan berlantai kayu. Menghindari salju yang turun satu persatu di luar sana. Tampak satu pemuda Kim berjalan paling depan dengan membawa sebuah guci berpenutup kain putih di tangannya yang juga memakai sarung tangan putih. Dia memegang guci tersebut seakan tengah memeluknya. Hingga langkah keduanya terhenti tepat di sebuah ruangan yang begitu hening dengan penerangan yang minim, di mana terdapat rak kayu yang hampir memenuhi ruangan dengan beberapa guci dan sebuah foto di depannya yang berjajar rapi diantara rak-rak tersebut.
Pemuda Kim pertama melangkahkan kakinya, meninggalkan pemuda Kim kedua dan juga seorang wanita paruh baya di belakangnya. Perlahan, tangan yang terlihat begitu berat tersebut terulur ke depan dan menaruh guci di tangannya ke salah satu rak yang kosong tepat di hadapannya.
Bahu tegap dan tatapan dinginnya seakan ingin mengingkari air mata yang baru saja menetes dari sudut matanya.
"Mohon, jangan cemaskan apapun dan beristirahatlah dengan nyaman di sini. Sudah membesarkan aku sampai sejauh ini, aku ucapkan terima kasih ... ayah."
Pemuda Kim pertama mengakhiri kalimatnya dengan seulas senyum yang berhasil meruntuhkan tatapan dinginnya beberapa waktu lalu.
"Aku pergi sekarang," ujarnya kembali.
Pemuda Kim pertama kemudian berbalik dengan raut wajah dan tatapan yang telah kembali menjadi dingin seperti sebelumnya ketika ia melakukan kontak mata dengan pemuda Kim kedua yang berdiri di samping sang wanita paruh baya yang tertunduk dan seperti tengah menangis tanpa suara.
Seakan tak ingin berlama-lama melakukan kontak mata dengan pemuda Kim pertama, si pemuda Kim kedua segera mengalihkan pandangannya dan berjalan mendekati wanita paruh baya tersebut. Pemuda Kim pertama kemudian memegang kedua bahu sang wanita paruh baya dan memutar tubuh wanita itu dengan lembut. Menuntun langkahnya yang begitu lemah meninggalkan ruangan tersebut beserta pemuda Kim kedua yang masih mematung di tempat yang sama.
Keduanya berjalan menuju pintu keluar. Namun, wanita paruh baya tersebut menolehkan kepalanya ke belakang ketika menyadari sesuatu yang janggal. Dan langkah keduanya terhenti tepat di atas tangga ketika sang wanita paruh baya tersebut menyadari bahwa pemuda Kim kedua tidak mengikuti mereka. Dia memegang tangan yang berada di bahunya dan mempertemukan pandangannya dengan sang pemilik punggung tangan tersebut.
"Seokjin ..."
Pemuda Kim pertama. Kim Seokjin, mengarahkan pandangannya kepada sang wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu kandungnya sendiri, Lee Boyoung.
"Kita tunggu Taehyung sebentar," pinta Boyoung.
"Dia masih memiliki kaki dan ingatan yang bagus untuk tahu arah jalan menuju rumah," ucapan yang terdengar begitu dingin dari kakak tertua di keluarga, seakan ingin mengalahkan dinginnya udara di sekitarnya.
"Seokjin ..."
Boyoung terlihat memohon, namun Seokjin malah memalingkan wajahnya seakan tak ingin mempedulikan hal tersebut.
"Ibu tahu bahwa aku tidak suka mengulangi perkataanku untuk yang kedua kalinya."
Sikap dingin yang seakan tak ingin dikalahkan oleh musim dingin yang telah membekukan udara di sekitarnya, setidaknya cukup membuat Boyoung berpikir beberapa kali untuk kembali berbicara pada putra sulungnya.
"Ibu mohon ... berhentilah bersikap seperti ini pada adikmu."
Seokjin mengarahkan tatapan sayu yang tiba-tiba menajam kepada ibunya. Menunjukkan bahwa ia tidak sependapat dengan apa yang baru saja dikatakan oleh ibunya tersebut.
"Kita bicarakan semua di rumah."
Seokjin menarik pelan lengan Boyoung dan menuntunnya menuruni tangga untuk bisa menjangkau mobilnya yang terparkir di halaman bangunan tersebut. Meski Boyoung tidak henti-hentinya melihat ke belakang, Seokjin tetap tak melepaskan pegangannya dan memilih untuk berpura-pura tidak melihat kekhawatiran Boyoung terhadap Taehyung yang masih berada di dalam bangunan tersebut. Seokjin justru meninggalkan pemuda yang masih terpaku di tempatnya itu, seperti sebelumnya.
Dia, Kim Taehyung—pemuda Kim kedua yang masih terpaku di tempatnya seakan sepatu yang ia kenakan telah menyatu dengan lantai. bahkan saat sang kakak dan ibunya meninggalkannya, tidak ada sedikitpun kekhawatiran yang terlihat di wajahnya.
Tepat setelah terdengar suara mobil yang pergi menjauh. Perlahan kaki yang seperti tengah menyangga beban berat tersebut melangkah dengan hati-hati seakan takut jika saja ada ranjau di bawah kakinya. Langkah pelan yang tertuju ke depan dan berhenti tepat di tempat di mana kakak tertua dari keluarga Kim sebelumnya berdiri.
Seperti Seokjin yang menaruh guci di atas rak, sekarang giliran putra bungsu dari keluarga Kim yang menaruh sebuah bingkai foto di depan guci. Sebuah foto yang menampakkan wajah Kepala Keluarga Kim yang kini telah berpulang, meninggalkan istri dan dua putranya. Setelah menaruh di tempat yang benar, Taehyung memundurkan langkahnya dan mengangkat kepalanya. Melihat ke arah potret sang kepala keluarga yang sudah menerimanya tanpa syarat. Sama dengan Seokjin, terdapat penyesalan dari sorot matanya yang begitu sayu seakan menegaskan sudah berapa lama dia menangis.
"Aku ..." kalimat dari suara yang berat dan dalam itu terhenti. Taehyung menghela napasnya, berusaha untuk menghilangkan sedikit rasa sesak yang menghimpit dadanya sebelum kalimat selanjutnya terucap.
"Sebenarnya, ada banyak hal yang ingin aku tanyakan kepada Tuan Kim. Tapi ... seperti aku terlalu penakut sampai Tuan Kim harus pergi seperti ini." Seulas senyum tipis terukir di wajahnya yang sedikit memucat.
"Sudah merepotkan Tuan Kim selama ini, aku benar-benar minta maaf. Sekarang, mohon jangan khawatirkan apapun lagi dan beristirahatlah dengan tenang. Aku di sini, akan berusaha untuk tidak merepotkan ibu dan juga Seokjin Hyeongnim."
Taehyung berhenti sejenak, seperti dia yang kembali kehilangan kata-kata untuk diucapkan. Atau mungkin dia yang masih ragu-ragu.
"Aku mungkin akan sangat sulit untuk kembali lagi kemari. Jadi, aku akan mengatakannya sekarang."
Taehyung menarik sudut bibirnya sedikit lebih lebar meski itu pun tak cukup untuk membuatnya terlihat baik-baik saja.
"Saehae bok manhi badeuseyo. Telah menerimaku selama ini, aku ucapkan terima kasih."
Taehyung mengakhiri perkataanya dengan membungkukkan badannya dengan sopan.
"Selamat tinggal, ayah ..."
••••••••••••••••
Jurnal Kim Taehyung ...
Ayah sudah pergi. Aku berharap dia tidak pergi ke mana-mana, aku berharap dia hanya pergi ke surga. Ini adalah musim dingin yang paling dingin sejauh aku hidup.
Ibu pernah mengatakan, bahwa ketika satu kelahiran terjadi, maka akan ada satu orang yang pergi. Aku selalu memikirkannya, apakah itu benar. Aku masih meragukannya hingga hari ini datang.
Musim dingin ini, seseorang lahir dan Tuan Kim pergi dari dunia ini. Ibu dan Seokjin Hyeongnim menangis sangat banyak. Aku menyesal.
Bolehkah aku berpikir seperti ini,
"Mungkinkah akan menjadi lebih baik jika aku yang pergi di musim ini?"
•••••••••••
Lullaby : Our Breakable Heart sudah bisa dibaca kembali di aplikasi Fizzo.
Apa yang berbeda?
'Jurnal Kim Taehyung' akan ditambahkan di beberapa chapter untuk menjelaskan lebih dalam bagaimana perasaan Kim Taehyung pada setiap momen yang ia alami.
Setelah viewers mencapai 600, cerita ini akan mulai update setiap hari di Aplikasi Fizzo sampai tamat.
16.02.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro