7/30
ICHISAKI KEN
"Kau ke kantin?" tanya Kuroto sambil menepuk bahuku.
"Iya," balasku, sembari beranjak berdiri dari dudukku.
"Otahara-Kun, Suzuko kemana?" tanya seorang gadis, salah satu teman sekelasku yang kulupakan namanya (lebih tepatnya aku lupa, karena sepertinya dia tidak sekelas denganku tahun lalu).
Wajah Kuroto langsung berubah drastis. Dari biasa saja menjadi galak.
"Mana kutahu!" balasnya tidak peduli.
"Mengapa tidak tahu? Kalian kan tetangga," balas gadis itu tidak terima.
Kuroto masih tidak mau kalah, "Tetangga bukan berarti aku harus tahu keadaannya sekarang, kan? Mungkin dia sedang demam musim panas yang selalu jadi langganan setiap tahun."
Aku dan gadis tak kukenal itu menatapnya dengan tatapan datar.
"Kenapa kalian melihatku begitu?" tanya Kuroto bingung.
"Kalau begitu, nanti kami akan menjenguknya. Kau yang antarkan kami ke rumahnya, ya!"
Kuroto melotot, "Mengapa harus aku?"
"Karena kami tidak tahu jalan ke rumah kalian," balas gadis itu lagi, sementara aku hanya diam menyimak perbincangan mereka.
Kuroto menghela napas lelah, lalu melirik gadis itu dengan tatapan curiga, "Kami itu maksudnya siapa saja?"
"Kami, para perempuan di kelas ini," jawabnya.
Sekilas, aku bisa melihat kelegaan di mata Kuroto, tetapi hanya sejenak karena wajahnya kembali menjadi garang.
"Jadi aku akan berjalan di antara perempuan di kelas kita yang berisik?" tanya Kuroto yang terdengar tidak terima.
Aku mengangkat tangan, "Aku mau ikut, kalau boleh."
Kuroto memberikanku perlototan, memintaku menarik perkataanku.
"Boleh, kok!" ucap gadis itu senang. "Ichisaki-Kun baik sekali, ya. Berbeda sekali dengan Otahara-Kun." Gadis itu menatap Kuroto dengan tatapan datar.
Kuroto pura-pura tidak mendengar dan berjalan keluar kelas.
Aku menghampirinya dengan cepat.
"Kenapa kau malah marah?"
"Tidak, siapa yang marah?" tanyanya balik sambil membuang muka.
"Ah? Jadi kau tidak marah kalau aku menjenguknya?" tanyaku dengan nada yang mengintimidasi, ingin dia merasa terusik karena ucapanku. "Menjenguknya berarti aku akan masuk ke kamarnya, lho."
"Dia sekamar dengan kedua kakaknya," balasnya, masih tak peduli.
Yah, tidak seru.
"Jadi, kau benar-benar tidak akan menjenguk Suzuko-San-mu itu?" tanyaku.
Kuroto mengalihkan pandangannya ke arahku, menatapku kesal, "Jangan panggil Suzu begitu."
"Tapi semua orang memanggilnya begitu."
Menjahili Kuroto itu memang yang paling mengasikan.
"Terserahmu. Aku akan menjenguknya malam saja, saat dia sudah tidur. Melihatnya marah-marah saat sakit itu malah membuatnya terlihat--"
Kuroto terdiam, aku melemparkan senyuman jahilku.
"Yang itu rahasia, ya, Ken. Aku hanya memberitahumu," ucap Kuroto.
"Iya, iya, rahasia," balasku sambil terkekeh.
"Kalau kau bocorkan, aku juga akan bocorkan punyamu," ancam Kuroto sambil melirik sudut kantin dengan ujung matanya.
Dan aku menemukannya, gadis paling pendiam di kelasku.
Aku ingat namanya, tentu saja.
"Kalau begitu, aku akan diam," ucapku sambil mengangkat kedua tanganku di udara, memperlihatkan tanda menyerah.
"Kalau begitu kita setara!" Kuroto membalasku dengan tatapan mengejek.
* * *
7/30
Tema: (agak gelap, jadi tidak akan kusebutkan)
Syarat umum: menyimpan sebuah rahasia.
Sebenarnya temanya akan gampang kalo aku ga nulis yang manis-manis dan bersambung begini. -_-
Cindyana
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro