7/28
NINOMIYA CHIZUKO
“Kuroto tidak cerita?”
Suzu tampak gugup untuk beberapa alasan, tetapi aku bisa menangkap keanehan dari matanya. Di sepanjang makan malam tadi, Suzu memang turun makan lebih terlambat--hal yang sebenarnya tidak sering ia lakukan--tetapi yang membuat semuanya terlihat jelas adalah bahwa Suzu dan Kuroto tidak terlalu banyak berinteraksi malam ini.
Padahal, biasanya mereka berdua akan berdebat sekali atau dua kali, bahkan jika itu di depan Otou-San atau Okaa-San.
Aku hanya mempertanyakan hal yang menganggu pikiranku, dan aku tidak menyangka bahwa respons Suzu akan sewas-was itu.
“Apa kalian bertengkar?” Yuzu-Nee mungkin terdengar khawatir, tapi faktanya dia menanyakan itu sambil memainkan ponselnya.
Mereka berdua memang sudah sangat sering bertengkar, hanya saja aku tidak merasa bahwa mereka bertengkar. Keduanya masih berinteraksi, tetapi entah mengapa rasanya lebih canggung daripada saling menyembunyikan amarah.
“Tidak, tidak.”
Suzu yang tahu persis apa yang akan terjadi bila mereka bertengkar. Yuzu-Nee akan memaksanya meminta maaf, apapun yang terjadi di antara mereka. Sifat Suzu lebih egois dan jika bukan karena Kuroto yang terus-terusan mengalah, maka mereka bisa tetap bertengkar.
“Jadi?”
Aku mulai tidak tahan dengan cara Suzu mengulur waktu karena masih diselimuti keraguan. Aku yang masih duduk di meja belajar langsung menggambar lingkaran secara acak, lalu tidak sengaja menemukan dua lingkaran identik berdampingan yang membuatku ingin melanjutkan sketsa kotorku.
“Sebelumnya, aku ingin klarifikasi dulu kalau aku melakukan ini secara tidak senga--”
“Hei, apa yang kau lakukan?”
Aku bisa melihat dari sudut mataku bahwa Yuzu-Nee meletakkan ponselnya di kasur dan berpindah ke seberang kasur bertingkat untuk mengintrograsi Suzu lebih dalam.
“Bukan apa-apa, kok!” Suzu memperlihatkan tanda-tanda akan membatalkan ceritanya, Yuzu-Nee menghela napas lelah, sementara aku memutuskan untuk melanjutkan mahakarya-ku. Melihat dua bulatan simetris, aku langsung memutuskan bahwa aku akan menggambar Doraemon.
Bulatan titik. bulatan titik~
Aku sudah lama tidak menonton serial aninme yang satu itu, tapi aku masih ingat persis bagaimana wujudnya. Aku juga ingat bagaimana premis ceritanya dan memaklumi alasan mengapa anime itu menjadi salah satu yang melegenda di dunia.
Tokoh utamanya adalah robot kucing dari abad ke-22 yang bernama Doraemon. Ia datang untuk membantu kakek buyut dari anak yang diasuhnya agar bisa hidup lebih baik daripada yang telah terjadi.
Ngomong-ngomong, meskipun aku tidak terlalu pintar menggambar, tetapi karena Doraemon memang dominan dengan garis dan lingkaran, menggambarnya menjadi tidak terlalu sulit.
Jangan lupa tiga kumis di masing-masing sisi wajah, hidung lingkaran yang lebih kecil dibandingkan mata. Oh, biarkan dia tetap botak, karena telinganya telah dihilangkan setelah digigit tikus ketika ia tidur siang--yang menjadi alasan utama mengapa dia sangat takut dengan tikus, meskipun ia adalah kucing.
Jangan lupa bel emas kecil yang menggantung di lehernya. Kedua tangan bulatnya yang entah mengapa bisa memegang benda, dan yang paling penting; kantong ajaib yang berbentuk setengah lingkaran dan dua kaki pendeknya.
Andai aku lebih niat menggambarnya, bisa saja aku mengeluarkan cat warna dan mewarnainya dengan warna biru muda.
“EH?! Kau membuatnya apa?!” seruan Yuzu-Nee langsung membuatku kembali pada dunia nyata.
Aku menoleh dan menemukan Suzu yang merapatkan jari telunjuknya rapat-rapat di depan bibirnya sendiri, seolah panik bila ada yang bisa mendengarkan mereka. Suzu juga langsung buru-buru menutup tirai jendela, padahal suara akan tetap keluar bila memang terlalu keras.
“Ssshhhhh!” Suzu menatap Yuzu-Nee dengan garang.
Melihat ekspresi Yuzu-Nee yang bisa dikatakan buruk, aku pun mau tak mau ikut menyimak.
“Bagaimana kau membuatnya menangis?!”
Pertanyaan Yuzu-Nee yang satu itu akhirnya sukses membuatku penasaran. Aku menarik kursi belajarku yang memang beroda untuk mendekati mereka agar bisa mengikuti topik pembicaraan. Suzu yang menyadari bahwa aku mendekat pun akhirnya membuat formasi lingkaran secara tidak sengaja dan mulai bercerita dengan pelan.
“Aku hanya ingin mengejutkannya, jadi aku bersembunyi di loker,” ceritanya.
Oh, ini mungkin kejadian tadi sore.
“...Mungkin dia mengira aku menghilang, jadi …, dia …” Suzu menghentikan kata-katanya dan tampak sangat bersalah.
“Itu tidak lucu, Suzu,” kata Yuzu-Nee.
“Iya, aku tahu. Aku tidak bermaksud membuatnya berpikir kalau aku menghilang, tapi entah mengapa dia bisa salah paham,” ucap Suzu, masih tampak sangat bersalah. “Dan intinya, aku sudah minta maaf, tapi itu membuat keadaan menjadi canggung.”
“Kenapa canggung?” tanyaku yang membuat Suzu mengerutkan kening.
“Kami … Uh, maksudku, aku sudah lama sekali tidak melihatnya menangis,” jawab Suzu yang entah mengapa malah salah tingkah.
“Kau harus minta maaf kepadanya lebih tulus besok,” sahut Yuzu-Nee.
Suzu hanya mengiyakan dengan malas-malasan dan aku tahu bahwa itu adalah pertanda bahwa dia tidak akan melakukannya besok.
“Kuroto pasti panik,” ucapku, mengasihaninya. Dia pasti merasa sangat bersalah, padahal ia tidak melakukan kesalahan.
“Tentu saja, Kuroto--”
Tok tok! Ketukan pintu membuat kami bertiga tersentak. Berikutnya, terdengar suara Kuroto dari balik pintu.
“Maaf, permisi, apa aku boleh masuk?” tanyanya dengan sopan sebelum membuka pintu.
Sifatnya sangat sopan, tentu saja berbeda dengan Suzu yang tiba-tiba masuk ke kamarnya, lewat jendela dan tanpa ketukan pula. Sepertinya aku harus lebih mengedukasi Suzu bahwa saat ini mereka bukan lagi anak kecil dan Kuroto membutuhkan privasi.
Suzu menatap kami berdua dengan panik, sehingga Yuzu-Nee langsung kembali ke kasurnya dan aku segera menyeret kursi belajarku kembali ke meja.
“Iya, masuk saja,” kata Suzu.
Yuzu-Nee sudah sibuk menekan ponselnya meskipun mungkin tidak ada yang menarik, sementara aku kembali dengan gambaran Doraemon-ku yang hampir selesai, karena aku merasa telah melewatkan sesuatu. Oh, ekor bulat merahnya, tapi sepertinya tidak perlu kutambah karena aku menggambarnya dari sisi depan.
“Tadi kau piket dengan Nakahara-San, kan?” tanya Kuroto.
“Oh, mereka berdua pulang duluan karena merayakan pesta ulang tahun mereka hari ini,” jelas Suzu, yang entah kenapa bagiku seperti berusaha menutupi kegugupan yang tak beralasan.
Aku pernah mendengar cerita tentang mereka ketika hari pertama Suzu bersekolah. Katanya, itu pertama kalinya dia melihat sepasang kembar, identik pula.
“Katanya salah satu dari mereka menghilang.”
Aku yang tadinya memperhatikan gambaranku pun terkejut. Yuzu-Nee juga sama. Kami berdua langsung melirik Suzu yang kini memperlihatkan wajah yang sangat pucat.
“...eh, apa?”
Dari ekspresi Kuroto, entah mengapa aku yakin bahwa itu bukan hanya menghilang seperti biasa. Orang itu telah menghilang bersama fenomena itu.
Menyedihkan, di hari ulang tahunnya sendiri. Di depan saudari kembarnya pula. Entah bagaimana perasaan orang itu sekarang.
… Doraemon, jika kau benar-benar ada, apakah kau dan teman-temanmu akan menyelamatkan kami dari ketidakpastian ini?
Entah mengapa, rasanya semakin dekat dan tidak mengenal waktu, seolah-olah semuanya perlahan akan turut lenyap bersama ketidakpastian.
***
Tema: Deskripsi salah satu tokoh nyata / serial / film dari persepsi karakter.
Iya, jadi Nai-Mai itu ngilangnya enggak barengan lho ya. Karena itu, hanya salah satu dari mereka yang lebih unggul dibandingkan satunya. Sepertinya kalian juga sudah bisa menebak Nakahara mana yang menghilang lebih dulu dalam fenomena ini.
PAUS, TETAPLAH PERTAHANKAN KETEGANGAN INI!!!!! Semoga chapter besok dapat tema yang bisa memicu kemunculan tokoh lain!
Cindyana
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro