3/28
NAKATSUKI MIUNA
"Wah! Jadi benih yang kau foto kemarin itu, menjadi seperti ini?" Sora menatap tanaman kecil yang baru tumbuh itu dengan terkagum-kagum.
"Begitulah!" balas Momo, ikut antusias.
Aku ikut berjongkok, memperhatikan Sora yang menuangkan air untuk bayi bunga matahari. Diam-diam, aku ikut tersenyum. Mungkin saja bayi bunga matahari sedang mengadakan pesta teh dan berpesta ria.
"Miuna, kau tidak mau memberinya minum?" Sora bertanya.
Aku hanya tersenyum dan menggeleng pelan.
Musim semi akan segera berakhir pada akhir bulan. Menurut ramalan di televisi seperti itu. Aku masih bisa mencium aroma serbuk bunga dan untungnya alergiku sudah tidak lagi separah awal musim semi. Karena itulah, aku baru sempat datang ke kebun milik orangtua Momo.
"Dunia bawah tanah itu hebat, ya!" Sora mengatakannya dengan mata berkaca-kaca. "Rasanya baru kemarin kau bilang akan menanamnya, tiba-tiba sekarang sudah tumbuh."
Sora memang mudah terkesan, apalagi dengan hal yang menyangkut tentang makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang.
Aku mengangguk setuju, sambil menggosok hidungku karena rasa gatal itu masih saja memancingku untuk bersin lagi. Kuharap musim panas segera datang!
"Miuna, apa kau baik-baik saja?" Momo bertanya agak cemas.
Aku berusaha tersenyum dan menganggukan kepala.
Hari ini aku tidak membawa alat tulis sama sekali. Jadi, aku harus bersuara jika hendak menjawab.
"Kalau bunga matahari menjadi besar, kira-kira akan setinggi apa?" tanya Sora.
Aku diam-diam menyimak lantaran ikut penasaran dengan jawabannya.
"Bisa lebih tinggi daripada Sora," jawab Momo senang. "Kalau memang nanti bisa tumbuh besar, kita bisa makan bijinya!"
"Eh? Biji bunga matahari bisa dimakan?" tanya Sora, agak kaget.
"...Jangan," kilahku pelan.
"Eh? Mengapa jangan?" Momo dan Sora bertanya dengan kompak. Sepertinya terkejut karena aku mengeluarkan suara.
"Bisa ditanam lagi, kan...?"
"Itu ide yang bagus, Miu--"
Momo tiba-tiba tertawa, lalu mengibas-ngibaskan tangannya ke arah Komiyuno yang sedang duduk di bawah pohon dan membaca buku.
"Taku, Taku! Dengar, deh! Miuna bertanya apakah kita bisa menanam kuaci!"
Komiyuno menatap ke arahku sekilas, lalu kembali menatap Momo. "Nakatsuki bisa bicara?"
"Heh! Tidak sopan!" Momo menggembungkan pipi, lalu menatap ke arahku, "Miuna, jangan tersinggung, ya! Taku terkadang memang tidak menyaring kata-katanya."
Ya, mau bagaimana lagi? Wajar saja orang-orang mengganggapku bisu karena aku hampir tidak pernah berbicara. Tapi Komiyuno seharusnya tahu, sebab dia kan berteman dengan Momo....
"Memangnya kenapa dengan perkataan Nakatsuki? Jadi menurutmu darimana bunga matahari itu, kalau bukan dari biji?" tanya Komiyuno tanpa minat, bahkan kembali melanjutkan baca bukunya.
Momo berjongkok dan diam-diam ikut membaca buku yang dibaca Komiyuno, lalu melotot ngeri. "Taku! Kau membaca cerita, ya?!"
"Memangnya mengapa kalau Komiyuno membaca ceri--" kata-kata Sora langsung dipotong oleh Momo.
"Anak ini tidak mengerti dengan hiburan manusia normal! Biasa yang dilakukannya hanya belajar, mengerjakan PR, membuat wacana setahun mendatang dan, dan, dan pokoknya hal-hal yang tidak dilakukan manusia normal!"
"Jadi, belajar dan mengerjakan PR bukan kegiatan yang dilakukan manusia normal?" Komiyuno menggelengkan kepalanya heran, tidak mengerti dengan pemikiran Momo.
Ya, aku sendiri sebagai sahabatnya juga terkadang tidak mengerti pemikirannya, sih.
"Ini novel misteri yang sedang laris. Katanya semua karya penulis cerita ini menggunakan kanji. Setelah kubaca, ternyata tidak buruk," jelas Komiyuno.
"Itu tentang apa?" tanya Momo penasaran.
"Tentang perhiasan yang hilang dalam peti mati."
Ah. Aku juga sudah membaca cerita itu.
"Huh? Kok bisa hilang?" tanya Momo.
"Belum tahu. Aku belum membacanya sampai selesai. Ada banyak tersangka yang dicurigai, tapi belum ada yang tertangkap karena tidak ada bukti kuat."
"Wah, sepertinya seru sekali! Nanti kalau kau sudah selesai, pinjamkan kepadaku, ya!"
Aku menghela napas dan bergumam pelan, "Padahal perhiasannya tidak pernah hilang."
"Hm? Miuna, kau mengatakan sesuatu?" tanya Sora.
"Tidak ada, hanya bocoran ceritanya," ucapku.
"Wah! Miuna, kau sudah baca ceritanya, ya?! Beritahu aku, siapa yang mengambilnya?" Momo tampak antusias.
Berbeda dengan Momo, Komiyuno tampak tertegun, "Ternyata memang bisa bicara."
***
Tema: Cerita yang mengandung kata pesta teh, dunia bawah tanah dan perhiasan yang hilang
Sebenarnya teman ini bakal gampang jika seandainya ini adalah cerita In Order to Keep The Princess Survives. Sayangnya ini Lukewarm.
Cindyana
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro