Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 7b

Laluka menatap layar ponselnya dengan sedih. Ada dua lembar foto di sana. Satu adiknya, Jehan yang sedang bermain. Bocah perempuan itu terlihat kumal dengan wajah belepotan dan memegang ponsel. Tak jauh darinya ada seorang gadis muda yang sepertinya pengasuhnya. Gadis itu dudum diam, dengan ponsel di tangan. Sama sekali tidak ada interaksi antara keduanya.

Foto kedua, suasana restoran yang ramai. Pelanggan banyak berdatangan dan ia melihat ibunya tersenyum gembira dalam balutan seragam manajer. Tidak ada yang tahu di mana ayah tirinya berada dan ia tidak bertanya juga.

"Jehan kurus."

Tak lama pesannya berbalas. "Gadis pengasuhnya hanya bisa bermain ponsel. Tidak memperhatikan pekerjaan."

"Kamu nggak bilang sama Ibu?"

"Apa urusannya sama aku. Kamu nggak lihat mereka sibuk di restoran?"

"Jehan itu adikmu, Rainer."

"Aku tahu, bukan berarti aku yang harus merawatnya bukan? Toh, orang tua kita tercinta lebih mementingkan uang dari pada mengasuh anak-anak mereka."

"Mereka sedang berusaha membangun usahanya kembali."

"Begitu uang diterima dari Si Bangsat itu, restoran kembali stabil. Menu makanan kembali banyak dan diskon menarik pelanggan baru. Orang tua kita bahagia tentu saja, tapi mereka lupa kalau kamu harus membayar semua dengan tubuh dan jiwamu, Luka!"

Menghelap napas panjang, Laluka membaca pesan dari adiknya dengan mulut tersenyum. Ia paham kemarah yang dirasakan Rainer dan ia sendiri tak berdaya. Hari-hari ia jalani dengan mencoba sebaik mungkin menjalani hidup dan tetap menjaga kewarasannya.

Ia mencoba bertahan, saat Kaesar sedang kasar, galak, atau emosi. Ia menahan diri untuk tidak menangis saat laki-laki itu mendominasi hati dan tubuhnya. Laluka selalu menganggap dirinya sedang bekerja dan tidak lebih dari itu. Bukankah menjual diri, juga sebuah pekerjaan. Orang-orang menyebutnya pelacur, dan ia tidak belajar untuk tidak peduli.

Selama berdekatan dengan Kaesar, ia selalu meyakinkan diri untuk tidak memakai hati. Ia menganggap laki-laki itu 'tuan' atas tubuhnya tapi tidak hatinya. Meski tidak yakin kalau kelak lepas dari Kaesar ia masih bisa jatuh cinta, tapi setidaknya ia menjaga hatinya tetap murni.

"Jangan pernah jatuh cinta dengan Si Bangsat itu, Laluka!"

Pesan dari Rainer selalu ada di otaknya. Ia pun tahu diri untuk itu. Siapa yang bisa jatuh cinta dengan laki-laki yang nyaris tidak dikenalnya. Mereka memang bersetubuh, tapi ia tidak pernah tahu identitas Kaesar. Siapa laki-laki itu, dari mana berasal, apa pekerjaannya, ia tidak pernah ingin tahu. Karena tidak ingin terlibat dari yang seharusnya.

"Nona, sepertinya Tuan Kaesar nggak datang hari ini."

Yuyun datang, dengan segelas es buah di tangan, memperhatikan Laluka yang sibuk melukis di kanvas. Akhir-akhir ini Laluka senang sekali melukis dan banyak mengeluarkan uang untuk membeli peralatan melukis.

"Indah sekali lukisan bunganya."

Laluka tersenyum. "Masih belajar, Bi. Sudah lama nggak melukis. Nanti aku mau taruh lukisannya di panti, buat Nenek Saniah."

Yuyun tersenyum. "Nenek Saniah pasti gembira."

"Iya, kasih orang tua. Terkadang kalau lagi ingat, dia banyak mencercau soal anak perempuan yang sudah lama hilang. Sering pula bilang kangen suaminya. Katanya, suaminya kaya dan tampan. Lalu berikutnya, dia lupa mereka semua."

"Masa mudanya pasti berat."

"Sepertinya begitu." Laluka meletakkan kuas dan menatap Yuyun. "Tadi kamu bilang apa soal Tuan, Bi?"

"Beliau mungkin nggak datang hari ini."

Laluka mengangguk. "Sibuk sepertinya."

"Nona nggak kirim pesan ke beliau, tanya bagaimana keadaannya?"

Pertanyaan Yuyun membuat Laluka terkesiap. Ia teringat akan pesan terakhir dari Kaesar tentang mengirim pesan berupa foto telanjang. Sanggupkah ia melakukan hal memalukan seperti itu. Memotret dirinya dalam keadaan telanjang dan mengirimkannya pada laki-laki?

"Nona?"

Laluka tersadar, tersenyum lalu mengangguk. "Baiklah, aku tanya."

Ragu-ragu untuk sesaat, ia memikirkan perkataan yang tepat untuk bertanya pada Kaesar. Laki-laki itu memang tidak datang sudah hampir seminggu. Namun, bukankah Kaesar punya keluarga dan bisnis? Barangkali sibuk dengan keduanya dan ia tidak ingin mengganggu. Namun, apa yang dikatakan Yuyun ada benarnya. Apa salahnya bertanya dengan keadaan laki-laki itu. Toh hanya satu pesan dan bukan hal besar.

"Tuan, apa kabar?"

Satu pesan terkirim. Laluka menutup ponsel dan kembali memusatkan diri pada lukisannya. Yuyun kembali ke dapur, bergumam tentang membuat bolu labu kuning. Laluka sedang memoles warna hijau pada daun data terdengar ponsel berdering. Ia mengangkat dan berucap gugup.

"Tu-tuan."

"Ada apa?"

Suara Kaesar terdengan jauh dan berat.

"Nggak ada apa-apa, Tuan. Hanya tanya."

"Aku sedang di luar negeri sekarang. Akan kembali Minggu depan."

"Iya, Tuan."

"Aku tunggu foto telanjangmu. Sekarang!"

"Tu-tuan, tapi saya—"

"Kamu sedang di rumah bukan?"

"Tentu saja."

"Kalau begitu lakukan, sekarang!"

Menghela napas panjang, Laluka menjawab. "Baik, Tuan."

Ia mematikan ponsel, melangkah cepat ke kamar dan menutup pintu. Menyalakan lampu, ia berdiri di depan cermin. Mengumpulkan niat sebelum membuka baju dan juga celada dama serta bra yang dipakai. Meraih ponsel dengan gemetar, ia melakukan selfi yang memperlihat seluruh tubuhnya, mengecek sesaat, membuang rasa malu, ia mengirim pada Kaesar.

Saat hendak memakai baju, ponsel berdering.

"Iya, Tuan."

"Sexy. Sekarang aku ingin kamu berbaring di atas ranjang, dan ingat telanjang."

"Sekarang?"

"Iya, lakukan cepat."

Menuruti perintah Kaesar, Laluka membaringkan tubuh di atas ranjang dengan sebuah bantal menyangga kepala.

"Sudah, Tuan."

"Buka kakimu lalu sentuh vaginamu dengan telunjuk."

"Tuan, tapi—"

Panggilan diubah, dari semula telepon menjadi video. Laluka membuka layar dengan gugup dan melihat Kaesar berdiri di pinggir ranjang dalam keadaan telanjang. Mereka saling pandang dengan Laluka menggigit bibir bawah.

"Duduk kalu begitu, sandarkan kepalamu pada ranjang."

Laluka menuruti perintahnya.

"Letakkan ponsel di depanmu, sangga dengan bantal. Lalu buka pahamu lebar-lebar."

Meraih bantal di samping, dan meletakkannya di dekat kaki, Laluka menyandarkan ponselnya di sana.

"Bagus, sekarang sentuh vaginamu."

"Tuan, itu—"

"Sentuh sekarang! Lembut! Ayo, Laluka! Kerjakan apa yang aku minta!"

Rasanya sungguh aneh bagi Laluka saat merasakan jarinya menyentuh bagian intimnya. Di layar ponsel, ia melihat Kaesar melakukan hal yang sama, sedang memegang alat kelaminya. Mereka melakukannya bersamaan, hanya berbeda dengan Kaesar yang terlihat menikmati, Laluka justru merasa sangat aneh.

"Gerakkan lebih cepat, Laluka. Buka pahamu lebih lebar!"

Laluka mengepalkan tangan, melakukan apa yang diminta oleh Kaesar. Menahan kernyit kesakitan karena goresan kukunya di vagina membuatnya kesakitan.

Entah berapa lama mereka lakukan itu, Laluka sama sekali tidak mengerti apa enaknya. Ia tersiksa tapi Kaesar terlihat menikmati. Hingga laki-laki itu mengejang dengan mata terpejam lalu menatap Laluka tajam.

"Lain kali, aku akan mengajarimu cara onani yang tepat, Laluka."

Sambungan diputus. Laluka menghela napas panjang, meraih ponsel dan mematikannya. Ia berbaring di ranjang dengan tubuh dan jiwa lelah.

**

Cerita ini akan dicetak terbatas, bundling dengan Temptation Of Vendros. 

Bagi yang suka ebook, bisa mendapatkan di playstore.

Bisa juga member per part di Karya Karsa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro