2. Istri atau Kekasih
Lafaz akad dengan sangat lancar diucapkan oleh Ed, dalam satu tarikan napas. Bukan karena pria itu begitu antusias dengan pernikahan ini, tetapi karena ingin secepatnya pergi dari acara memuakkan ini. Bahkan, saat menyalami para tamu, Ed secara terang-terangan menunjukkan raut malasnya, hingga beberapa cibiran ia terima. Namun, untuk seorang pria sejenis Gabrian Edzard Demitrius, hal itu sama sekali tidak akan mempengaruhinya.
Sampai tiba seorang pria berkemeja kotak merah-hitam. Ed sedikit bersemangat melihat kedatangan sahabatnya itu, bahkan membalas erat salaman dari sang teman.
"Akhirnya lo datang juga ...." Ed berujar dengan nada mengeluh. "Sekarang, temenin gue di sini, Than. Sumpah, muak banget di sini, seriusan."
Ethan Banin Izaz, sahabat Edzard itu tidak langsung menjawab ajakan tadi. Masih dalam posisi bersalaman dengan Ed, Ethan melirik ke gadis yang tampak menunduk malu di samping temannya itu. Dalam cover-an make up yang terbilang tebal dengan tema barbie, gadis itu terlihat berlebihan. Meski begitu, Ethan masih bisa menemukan beberapa bukti bahwa gadis ini pasti lebih cantik di balik topeng make up-nya. Mata jernih Luna, dan caranya tersenyum dapat dibaca secara jelas oleh Ethan.
"Lo kenapa liatin si gembel segitunya? Naksir, Than? Astaga ... ya udah, gantiin gue di sini, ya? Gantiin, oke?" Ed menemukan keanehan dari sikap sahabatnya itu, dan secara jelas menawarkan pertukaran posisi tanpa memedulikan keberadaan mereka saat ini.
Ed padahal jelas-jelas menjadi pusat perhatian semua orang, tetapi ia malah mengutarakan candaan yang sama sekali tidak berbobot. Membuat cibiran kian bertambah deras untuk pria itu. Sementara komentar pujian bercampur kalimat iba mengalir untuk Luna.
"Jangan berlebihan, Ed. Gue cuman merhatiin sebentar bini lo, bukan berarti gue langsung suka!" balas Ethan, dengan nada lebih pelan, bahkan menyerupai bisikan, tetapi ketegasannya masih dapat terdengar jelas. "Selamat atas pernikahan lo. Semoga samawa sampai maut memisahkan."
"Nggak aamiin!" balas Ed jenuh. Karena ia tengah diperhatikan oleh Anita, maka Ed harus mendekatkan bibir ke telinga sahabatnya untuk berbisik, memberitahukan sesuatu. "Gue bakalan ceraiin dia secepat mungkin."
Ed mungkin sudah merasa aman karena berbisik begitu pelan, tetapi ia belum mengenali dengan baik sang istri yang ternyata cukup baik dalam pendengaran. Sehingga, dengan mudah, kalimat pria itu dapat diketahui oleh Luna.
Sama sekali tidak memperpanjang masalah, Luna tetap mengunci bibirnya agar tetap tersenyum pada semua orang. Namun, matanya yang berlensa biru terlihat jelas oleh Ethan tengah berkaca-kaca. Bahkan, Ethan bertaruh, saat gadis itu berusaha berbalik seolah akan bersin, Ethan tahu Luna tengah mengusap bawah matanya karena ada beberapa tetes air mata lepas dari kendali gadis itu.
*
Mendapatkan rumah mewah serta tiket liburan bulan madu ke luar negeri—adalah hadiah yang Ed dan Luna dapatkan. Awalnya, Rayyan berpikir bahwa Ed tidak akan mau menerima hadiah ini, tetapi dugaannya salah. Sang anak malah begitu antusias untuk dua hadiah, dibandingkan dengan Luna.
"Nah, bersemangat gini kan bagus, Ed," ucap Rayyan, disusul kekehan bahagianya sembari melirik sang istri.
Namun, Anita menampilkan raut berbeda. Pernikahan ini memang sarannya, tetapi setelah apa yang Ed lakukan di sepanjang acara, wanita ini malah marah seharian penuh. Bahkan hingga malam ini. Rautnya tetap masam saat melirik ke si anak bungsu.
"Malam ini, aku mau pindah ke rumah baru, ya, Pa?" kata Ed, setelah ia mengecek alamat rumah yang Rayyan hadiahkan.
"Wih, semangat banget, ya, Ed? Gara-gara hadiah, atau nggak sabar pengen malam pertama? Istirahat aja dulu kali malam ini di rumah ini. Kakak-kakak kamu juga selalu bermalam di sini di malam pertama mereka," balas Rayyan.
Sementara itu, Luna menatap pada suaminya, sedangkan Anita mulai memicingkan mata curiga.
"Nggak. Aku mau ke sana malam ini juga." Ed memutuskan secara sepihak, seperti biasa—kecuali untuk pernikahan ini. Pria itu tidak mau lagi menunggu balasan dari orang tuanya, segera berbalik, dengan mengangkat-angkat kunci rumah.
"Ed, pergi sama istri kamu!" teriak Rayyan.
Luna yang belum mengerti keadaan, segera pamit dengan sopan, lalu menyusul Ed ke kamarnya. Seperti yang Anita arahkan sebelum pernikahan, untuk mengikuti ke mana pun Ed pergi, termasuk ruang paling pribadi sekalipun.
Saat Ed baru saja memasuki kamar, pria itu berhenti di ambang pintu sehingga Luna juga tidak langsung masuk.
"Ngapain ke sini? Lo kalau mau ikut gue, ganti baju sana. Make up bersihin. Udah kayak badut aja dandanan lo! Cocok sih, buat orang yang suka pake topeng munafik kayak lo ini." Ed menghardik, tetapi Luna tampak tidak terlalu menanggapinya secara berlebihan.
"A—aku siap-siap sebentar. 20 menit aja," kata Luna dengan sedikit gugup.
Gadis itu segera berlari ke kamar paling sudut. Sedetik usai suara pintu dibanting terdengar, Ed keluar dari kamarnya. Jas hitam yang sudah membalut tubuhnya seharian ini dientak sekali agar rapi, lalu berlari-lari kecil menuruni anak tangga menuju lantai dasar. Keluar rumah, memasuki mobil, lalu meninggalkan rumah, dengan mengabaikan gadis yang sudah menjadi istrinya.
Ed mengabaikan fakta bahwa ia tidak mengenakan sabuk pengaman sama sekali, malah lebih fokus mengecek ponsel menggunakan sebelah tangan, sementara tangan lain mengendalikan stir mobil. Sebuah pesan pria itu kirimkan untuk kekasihnya. Memberitahukan alamat tujuan Ed sekarang ini, agar mereka bisa bertemu, dan kembali bersama di rumah baru.
Tanpa siapapun yang mengatur. Bahkan istrinya sekalipun.
Terlebih dahulu, Ed menjemput Zeline di jalan yang sudah ditentukan, lalu lanjut untuk meluncur ke tempat tujuan.
"Papa-Mama kamu gimana nanti, Ed?" tanya Zeline, sesaat setelah mobil mulai bergerak.
"Kenapa memangnya? Yang mereka mau 'kan, aku cuman perlu nikah sama si gembel, punya anak, selesai. Mereka nggak ada tuh ngelarang aku buat putus hubungan sama kamu," jawab Ed santai.
"Anak?" Namun, Zeline sama sekali tidak merasa lega atas ucapan sang kekasih, malah semakin dilema mendengar satu kata itu.
"Ya. Kenapa? Anak kita nanti yang bakalan aku ajukan ke Mama-Papa, biar mereka nggak nuntut aku buat deket-deket sama si gembel." Sekali lagi, Ed memberikan saran yang kali ini membuat Zeline menarik kedua sudut bibirnya tersenyum puas. Ed mengulurkan sebelah tangannya untuk mengusap perut Zeline yang masih rata, seolah ingin menyapa bakal manusia di sana. "Melalui anak ini, hubungan kita pasti bisa direstui. Aku udah punya rencana matang buat masa depan kita."
"Terus, si gembel?"
"Ngapain mikirin dia? Dia nggak bakalan ngelapor apa pun, aku yang bakalan bungkam mulut si gembel. Dia juga bego. Bakalan gampang buat manfaatin dia," ucap Ed penuh percaya diri.
Zeline kini bisa bernapas lega, karena merasa bahwa segala hal sudah dipersiapkan dengan matang oleh sang kekasih. Selanjutnya, mereka membahas banyak hal selama perjalanan, mengenai kehidupan bahagia mereka selanjutnya di rumah baru.
Namun, ketika mobil sudah tiba di depan gerbang rumah yang orang tua Ed hadiahkan, pasangan itu mendadak saling pandang dalam kebingungan karena menemukan Luna berada tepat di depan sedang membuka gerbang. Terutama Ed, pria itu lebih bingung di sini, karena ia jelas-jelas berangkat lebih dulu meninggalkan istrinya itu, tetapi kenapa Luna malah lebih dulu tiba di sini?
Mengabaikan pikirannya yang berkecamuk, Ed dengan sengaja menurunkan kedua jendela mobil. Sengaja memamerkan pada Luna bahwa ia ke sini bersama sang kekasih, berharap bahwa gadis itu akan sadar diri, bahwa selamanya, Ed tidak akan pernah tertarik meliriknya. Walau hanya sekadar bayangan.
Sayangnya, Luna tampak tidak terpengaruh meski ada sedikit ekspresi terkejut di wajahnya yang segera disamarkan dengan senyuman. Mobil meluncur begitu saja, memasuki pekarangan rumah, sementara Luna menyusul berjalan kaki di belakangnya.
Usai memarkirkan mobil, Ed dengan sengaja memperlihatkan sisi romantisnya. Membukakan pintu untuk sang kekasih, lalu memamerkan secara jelas pada Luna. Menggandeng tangan Zeline, pria itu berjalan menuju pintu, untuk membukanya menggunakan kunci pemberian sang papa.
Terlebih dahulu, Ed mempersilakan kekasih tercintanya masuk ke rumah. Pria itu lalu menghalangi Luna untuk masuk menggunakan tubuhnya sendiri. Ed menilai tampilan gadis ini dari bawah hingga kepala. Gaun pengantinnya sudah berubah menjadi dress biru muda motif bunga, dan wajahnya sudah bersih dari make up. Tersisa kulit polos menyegarkan milik Luna yang Ed tebak tidak mengenakan apa pun.
Dari sini, Ed menemukan beberapa keanehan.
"Kenapa bisa lo lebih cepat sampai di sini daripada gue? Sementara gue udah berangkat lebih duluan, bahkan tanpa ganti pakaian lebih dulu." Ed secara terang-terangan mengatakan rasa penasarannya. Entah mengapa, ia sedikit bergidik, karena di kepalanya mendadak membayangkan bahwa Luna bisa saja perempuan jadi-jadian dengan paku di kepala.
"Aku naik burak," jawab Luna, disusul tawa kecilnya. Tidak tampak sedikitpun luka di wajah gadis itu, setelah apa yang Ed sudah lakukan malam ini.
Padahal seharusnya, jika gadis itu masih memiliki hati, ia akan sedikit terluka karena banyaknya perbuatan buruk Ed hari ini: malas menghadapi acara pernikahan—bahkan secara terang-terangan mengakuinya, meninggalkan Luna setelah memberinya sedikit harapan, kemudian memamerkan kemesraan dengan Zeline. Anggaplah bahwa Luna tidak patah hati karena ia tidak memiliki rasa pada Ed, tetapi apa gadis ini sedikit pun tidak merasa dilukai harga dirinya?
"Ha-ha, lucu!" balas Ed dengan raut datar.
"Aku tadi diantar Papa ke sini, setelah tahu kamu tinggalin aku. Kebetulan, aku udah ganti baju, jadi tinggal bersihin muka selama di mobil. Aku sempet lihat kamu berhenti di pinggir jalan jemput pacar kamu, jadi ya ... aku lebih duluan sampe di sini."
Mendengar penjelasan tersebut, sekarang Ed sudah tidak lagi peduli. Ia berlalu meninggalkan Luna, demi menyusul sang kekasih.
Sementara Luna, ia langsung masuk ke sebuah kamar, di samping kamar utama. Tampak tidak terlalu mengharapkan untuk tidur sekamar dengan suaminya sendiri.
Barang-barang dikeluarkan dari dalam tas pundaknya, demi mengambil ponsel dari sana. Mengabaikan beberapa notifikasi dari aplikasi perpesanan, perempuan itu memilih membuka email, pada sebuah pesan yang diarsipkan. Membacanya khidmat, lalu membalas hanya dengan dua pesan :
Oke. Aku siap.
Setelah terkirim, Luna menoleh ke dinding, di mana di baliknya adalah kamar utama tempat Ed bersama. Suara-suara tawa, kalimat cinta, dan tanda akan dimulainya sebuah malam pertama, antara sepasang kekasih.
Sementara istri asli mendekam di ruangan lain.
To be continued ....
_________
Meet the characters :
Istri yang katanya biasa aja
Si suka semaunya 😏
__________
Update 2 kali sepekan
Senin dan Selasa
Ini dan kemarin cuman bonus. Ehehe
________
Bab 2 dari 10 bab yang akan tayang di sini, sebagai penilaian kamu untuk lanjut baca cerita ini sampai tamat atau tidak.
Jika kamu bukan manusia sabaran, maka mampir ke GOODDREAMER dan baca cerita ini di sana.
Sst! Udah 60 bab di sana, dan akan diperbarui secara berkala;)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro