7. Belajar Lagi
Tasya sedang membaca buku LKS Fisika saat dirinya mendengar suara ketukan pintu. Dia mendongak dan mulai beranjak ke arah pintu utama. Memutar kunci dan membuka pintu dengan perlahan.
Tasya tersenyum saat mendapati Dava yang sudah berganti pakaian sedang berdiri di depannya. Dia memperhatikan Dava dari atas sampai bawah.
Dava mengernyitkan dahinya heran. "Kenapa?" tanyanya.
Tasya mengangkat bahunya tak acuh lalu membalikkan badan dan berjalan ke arah ruang tamu. Dava yang melihat itu pun hanya mengangkat satu alisnya bingung. Dia melangkah masuk lalu menutup pintu itu. Berjalan perlahan menghampiri Tasya yang sudah kembali berkutat dengan bukunya.
"Hari ini belajar apa?" tanya Dava setelah dia duduk di karpet yang berhadapan dengan Tasya.
Tasya memanyunkan bibirnya dengan tangan masih sibuk membalikkan lembar demi lembar buku LKS. Dia menjawab pertanyaan Dava tanpa menatap orang yang sedang dia ajak berbicara. "Fisika."
Jawaban singkat Tasya membuat Dava mengangkat satu alisnya bingung. "Lagi?"
Tasya mengerjapkan matanya lalu mendongak. "Apa?" tanya Tasya memastikan pendengarannya.
Dava memutar bola matanya. "Fisika lagi?" jekas Dava.
Tasya hanya mengangguk-angguk lalu berkata dengan santainya, "Iya."
"Enggak mau ganti pelajaran yang lain gitu? Banyak 'kan yang bisa kita pelajari selain Fisika?" kata Dava, "maksudku gini, dalam seminggu tuh kayak enggak efisien kalau cuma belajar yang itu-itu saja. Kenapa enggak yang lain? Fisikanya disimpan dulu," tambah Dava saat dia menyadari perubahan raut wajah Tasya.
Sebenarnya Dava memang menghindari pelajaran Fisika. Dava takut jika akan terjadi seperti kemarin saat dia menerangkan dan Tasya tidak paham-paham juga. Dia menyerah jika harus mengajari Tasya hitung-hitungan. Dia tidak kuat!
Terlihat Tasya yang seolah sedang berpikir. Beberapa saat kemudian, tangan Tasya sudah bergerak untuk merapikan buku-buju Fisika di atas meja. Dia berkata pada Dava tanpa melirik orang itu.
"Ya udah, terus sekarang kita belajar apa?" tanya Tasya setelah dia selesai membereskan buku-buku yang ada di atas meja.
"Gimana kalau Matematika saja? Ada yang enggak kamu paham gitu sama Matematika? Bagian apa?" tanya Dava. Dia meletakkan ponselnya di atas meja dan melipat kedua tangannya di atas meja pula. Dava memperhatikan Tasya yang terlihat sedang berpikir dengan seksama.
Tasnya bergumam, "Matematika?"
"Oh!" seru Tasya. Tiba-tiba dia berdiri dan meminta Dava untuk menunggunya sejenak. Dengan cepat dia berlari menaiki anak tangga menuju lantai atas. Tak lama kemudian, Tasya sudah kembali dengan dua buku di tangannya.
"Ada!" katanya sambil tangannya dengan cepat membuka halaman demi halaman di buku tulis yang Dava tebak adalah buku Matematika.
Tasya mebalikkan buku saat sudah ketemu dengan apa yang dia cari. Dava mengamati tulisan rapi di depannya dan membacanya dengan seksama.
"Oh, jumlah-selisih Trigonometri?" tanya Dava untuk memastikan. Tasya mengangguk cepat saat Dava menatapnya.
Dava mengangguk sekali lalu mulai membalikkan buku itu. "Apa yang enggak kamu paham?"
"Cara pakainya," ujar Tasya dengan polosnya.
"Jadi begini, ini 'kan ada enam rumus. Nah, nanti kalau ada soal, kita tinggal masukkin saja angkanya. Kalau angkanya memang enggak bisa diselesaikan, ya enggak usah diselesaikan. Paham enggak?" jelas Dava.
Tasya menggeleng sambil tersenyum cengengesan yang membuat Dava ikut tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Langsung aku kasih contoh soalnya saja ya? Nanti tinggal masukkin angka-angkanya."
Tasya mengangguk sekilas. "Tenang, aku pinter kalau cuma Matematika!" ujarnya sambil sedikit membenarkan lekukkan kerudungnya dengan maksud bergaya. Tentu saja hal itu membuat Dava geleng-geleng kepala melihat tingkah Tasya.
"Iya, iya, Sya. Nih, dikerjain!"
Dava menyodorkan buku yang sudah dia tulis soalnya. Mulai dari soal yang paling mudah dahulu, takutnya nanti Tasya akan mengeluh kalau tiba-tiba langsung soal yang tingkat kesulitannya tinggi
Dava memperhatikan gadis di depannya yang sedang asyik mengerjakan soal yang tadi dia berikan. Dia terus menatap Tasya dan tanpa sadar sudut bibirnya membentuk senyuman samar.
Sejak lama aku suka sama kamu, tapi kamu bahkan enggak tahu kalau aku ada. Sejak lama aku tunggu saat-saat seperti ini, baru sekarang aku bisa merasakannya. Bolehkan aku egois dengan menghentikan waktu saat kita sedang bersama? Agar waktu kita tidak akan habis dan tetap selalu bersama. Sya, kapan kamu mau lihat aku? Aku di sini, Sya. Aku menunggumu di sini, batin Dava. Dia menatap nanar pada Tasya yang masih saja berkutat dengan soal yang dia berikan.
Ya, sudah sejak lama Dava memendam rasa pada Tasya. Jauh sebelum Dava menjadi terkenal di SMA Teladan. Jauh sebelum dia mengikuti lomba-lomba seperti yang dua tahun ini dia kerjakan.
Dava yang diam-diam mengamati Tasya dari jauh. Dava yang diam-diam membantu Tasya saat gadis itu membutuhkan bantuannya. Dava yang diam-diam sering memberikan bunga mawar putih setiap harinya. Dava yang diam-diam selalu menjaganya dari orang-orang yang berniat jahat kepada Tasya, dan ....
Dava yang diam-diam memendam rasa kepadanya.
Entah Tasya tahu itu atau tidak. Dava rasa tidak. Bahkan Dava ragu jika Tasya mengenalnya sebelum ini. Dava hanya mampu tersenyum samar saat ingatan itu kembali muncul. Tasya tidak pernah tahu dan tidak sadar dengan kehadirannya.
Dava tersentak saat Tasya memekik senang karena sudah berhasil menyelesaikan soal yang diberikan oleh Dava. Tasya menyodorkan buku itu kepada Dava lalu Dava mulai mengoreksinya.
"Nah, ini bisa!" seru Dava; bibirnya membentuk senyum tipis melihat jawaban Tasya.
"Bener, Dav?!" tanya Tasya dengan antusias. Dava mengangguk sebagai respons.
"Nah, kalau nanti kamu ketemu sama yang kayak gini, kamu enggak usah repot-repot selesaiin soalnya. Karena kalau keduanya enggak punya akar, maka enggak bisa dijumlah atau dikurang. Paham?"
Tasya mengangguk. "Oke, oke. Enggak usah dijumlah atau dikurang 'kan ya?"
"Iya."
"Oke deh. Lagi dong, Dav soalnya! Biar aku lancar kalau ulangan," pinta Tasya. Senyuman manis tercetak jelas di wajah Tasya membuat Dava tak kuasa ikut menarik senyuman juga.
"Oke, bentar aku buatkan."
Dava mulai menulis soal baru di buku itu dan menyerahkannya pada Tasya.
Selama mereka belajar, Dava hanya memperhatikan Tasya dengan senyuman tipis yang terus terpatri di wajahnya. Dia kebuh banyak tersenyum karena Tasya juga tidak banyak bertanya hari ini.
Dava membatin dalam hati, andai kamu tahu aku, Sya.
****
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro