6. Pendekatan 1
Dava sedang berjalan di koridor saat teriakan seseorang terdengar sangat nyaring memanggil namanya. Hampir saja Dava menjatuhkan ponsel yang sedang dia dipegang karena terkejut mendengar suara itu.
Dava menoleh dan mendapati seorang gadis tengah berlari ke arahnya. Dia menunggu sambil mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celana.
"Dav!" seru gadis itu. Dia membungkukkan badannya dengan tangan yang bertumpu pada kedua lututnya; menetralkan napasnya yang masih tersengal-sengal.
"Kamu habis ngapain, Sya? Kok kecapekan gitu?" tanya Dava setelah terdiam cukup lama.
"Aku ... tadi ... ngejar kamu ... tahu!" balas Tasya. Dia kembali menegakkan tubuhnya dan mengibas-ngibaskan tangannya ke wajah; berharap napasnya kembali normal dan rasa panas setelah berlari tadi menghilang. Namun setelah napasnya sudah teratur, kini dia merasa haus. Rasanya Tasya ingin minum air mineral dingin yang banyak dijual di kantin.
Dava maju selangkah mendekati Tasya. Tangannya terulur mengusap peluh yang mengalir di wajah Tasya, serta membenarkan lekukkan kerudung yang terlihat tidak pas.
"Enggak usah lari-lari, Sya. Kamu panggil aku aja, nanti aku yang akan datang ke kamu," kata Dava lembut.
Tasya mengerjabkan matanya beberapa kali. Sama seperti kemarin, lagi-lagi tubuhnya menegang mendapat sentuhan dari Dava.
Cuma ngusap, Sya. Enggak usah panik dong ah, batin Tasya menguatkan dirinya.
"Emh ... iya, lain kali ya," ujar Tasya sambil tertawa kikuk. Dia menepis pelan tangan Dava dan mengusap sendiri peluhnya. Tasya mundur dua langkah menjauhi Dava.
Dava memaklumi hal itu. Dia menjadi salah tingkah sendiri. Apaan sih, Dav? Kecepetan tahu! Harusnya gerak pelan-pelan, biar dia ketangkap! Kakau kayak gini, yang ada Tasya jadi ilfeel sama kamu! batin Dava merutuki perbuatannya tadi. Dia mengusap tengkuknya yang tidak gatal sambil matanya menatap ke arah lapangan basket.
"Oh, kamu tadi ada apa manggil aku?" tanya Dava setelah teringat panggilan Tasya tadi.
Tasya tersentak kaget. Pasalnya dia sedang melamun; masih terbayang sentuhan Dava di wajahnya tadi. Maklum saja, selama ini Tasya tidak pernah dekat dengan laki-laki sampai seperti ini. Hanya sebatas teman dan akrab saja. Tetapi dengan Dava? Entahlah ..., Tasya merasakan hal yang baru. Padahal baru tiga hari mereka akrab.
Tasya bergidik ngeri. Dia menatap Dava yang kembali memanggilnya. "Oh, tadi cuma mau bilang, nanti belajarnya di rumahku lagi ya?" pinta Tasya.
Dava mengangguk sebagai jawaban. Lalu dia bertanya, "Ada lagi?"
Tasya menggeleng. "Enggak sih," jawabnya.
"Kenapa enggak lewat chat aja? 'Kan enak tinggal ketik langsung kirim," ujar Dava.
Tasya terdiam. Dia meresapi kata-kata Dava dan memikirkannya. "Iya juga ya? Kenapa ya?" gumamnya dengan polos.
Dava memutar bola matanya malas. Dia menyentil dahi Tasya pelan yang membuat si empunya mengaduh dan mengusap dahinya. "Kalau gitu 'kan kamu enggak capek lari-lari," ujarnya kemudian.
"Oh," Tasya menjentikkan jarinya di depan wajah sambil tersenyum sumringah saat teringat sesuatu. "Kuotaku habis tadi malam. Jadi enggak bisa lewat chat." Wajah Tasya berubah menjadi sendu. Dia menatap Dava yang menatap datar ke arahnya.
"Ih, kok natapnya gitu sih?" tanya Tasya. Wajahnya sudah berubah lagi menjadi cemberut. Dia tidak suka ditatap seperti itu, sungguh! Itu menyebalkan!
Tanpa berbicara, Dava membuka tasnya dan mencari sesuatu di dalam sana. Setelah menemukan apa yang dia cari, Dava kembali menutup tasnya dan beralih menatap Tasya.
Tangannya meraih tangan kanan Tasya dan meletakkan benda berbentuk persegi panjang di sana.
"Dipakai!"
Tasya menatap benda tersebut dengan mata berbinar lucu bak anak kecil yang baru diberi permen oleh orang tuanya.
"Ah, makasih, Dav! Untung aku belum jadi beli," ujar Tasya sambil cengengesan. Cepat-cepat dia mengeluarkan ponselnya dan memasang kartu yang berisi paket data tiga puluh GB yang baru saja diberi oleh Dava.
Tasya kembali menatap Dava yang sedari tadi terdiam menyaksikan apa yang dilakukannya.
"Oke, mulai sekarang, aku bisa hubungi kamu lewat chat lagi. Enggak harus capek-capek kayak tadi," kata Tasya sambil melempar senyum manis.
"Ya sudah, sana masuk kelas. Nanti telat lagi," perintah Dava setelah dia melirik jam tangan yang ada di pergelangan tangan kirinya.
Dava memegang kedua bahu Tasya dan membalikkan tubuh gadis itu. Dia lalu mendorong pelan agar Tasya cepat-cepat masuk kelas.
"Iya, iya. Jangan lupa ya nanti! Jangan sampai telat!" seru Tasya dari kejauhan.
Dava hanya mampu menggeleng melihat Tasya yang melompat-lompat sambil menyapa semua orang yang dilewatinya. Dia heran sendiri, sesederhana inikah kebahagiaan seorang Tasya? Hanya karena paket data saja?
Dava terkekeh saat membayangkan bagaimana jika dia memberikan Tasya sekardus paket data. Apakah reaksi gadis itu sama seperti tadi? Ataukah justru lebih heboh lagi? Entahlah. Mungkin bisa dia coba suatu saat nanti.
Tepukan di bahu kanan Dava membangunkan laki-laki itu dari khayalannya. Dia menoleh ke samping dan mendapati Rico yang sedang mengernyitkan dahi sambil menatapnya.
"Kenapa, Ric?"
Kerutan di dahi Rici semakin dalam saat Dava menanyakan hal tersebut. "Harusnya aku yang tanya sama kamu. Kamu kenapa sih senyum-senyum sendiri? Mulai miring ya?!" tuduh Rico. Dia sampai menggoyangkan bahu Dava, seolah ingin menghilangkan sesuatu dari tubuh Dava.
"Apa sih, Ric?" tanya Dava. Tangannya berusaha menghentikan Rico dan menjauh dari sahabatnya itu.
Suara ponsel tanda sebuah pesan masuk menginterupsi keduanya. Mereka saling menatap lalu mengecek ponsel masing-masing.
Rico kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana saat tidak mendapati satu pesan pun masuk ke dalam ponselnya. Dia menatap horor pada Dava yang lagi-lagi tersenyum aneh; sejenis senyuman orang jatuh cinta.
"Ah," Rico menjentikkan jarinya sat pemikiran itu masuk ke dalam otaknya.
"Dav," panggil Rico.
"Hm."
"Dava!" serunya saat tidak mendapat respons dari orang yang dipanggil.
"Kenapa lagi sih, Ric?"
Terlihat Dava sedang mengetikkan sesuatu di ponselnya. Pandangannya hanya terfokus pada layar ponsel; tidak memperhatikan Rico sedikit pun.
"Kamu lagi jatuh cinta ya?" tanya Rico to the point.
"Hm."
Lagi-lagi hanya gumaman yang terdengar. Dengan gemas Rico merebut ponsel yang ada di tangan Dava dan melihat apa yang tadi sedang dilakukan oleh laki-laki itu.
Tentu saja hal tersebut membuat Dava gelagapan. Dia mencoba meraih ponselnya kembali, tetapi Rico dengan cepat menyembunyikan ponsel itu di belakang tubuhnya.
"Apa sih, Dav? Pinjam sebentar!" seru Rico.
Cepat-cepat dia melihat layar ponsel itu dan menemukan sebuah percapakan dalam suatu aplikasi Line di sana. Rico mulai membacanya dalam hati.
Tasya Cantik 🌸
Dava! Makasih ya kartunya 😋
Dava Abiyoga
Bayar tapi 😜
Tasya Cantik 🌸
Hitungan_-
Dava Abiyoga
Biar enggak rugi 😵
Tasya Cantik 🌸
Khusus Tasya yang cantik gratis! 😜
Dava Abiyoga
Jadi pacarku dulu, baru kukasih sekardus paket data! Gratis! 😜😜
Tasya Cantik 🌸
Teks tidak terdeteksi.
Dava Abiyoga
Mau? Iya, nanti ya kalau kita udah resmi. 😚😜
Tasya Cantik 🌸
Teks tidak terdeteksi. Mungkin Anda perlu memperbaharui aplikasi. 🍃
Dava Abiyoga
Iya, sayang Tasya juga. 🙊
Wajah Dava memerah. Dia merebut kembali ponselnya dan berjalan meninggalkan Rico yang masih tertawa di belakang sana.
Sungguh Dava malu sekali! Baru kali ini dia merasa ingin tenggelam di dasar laut. Andai saja melukai orang itu tidak dosa, sudah dia bungkam mulut Rico dengan sapu tangannya!
Langkah Dava membawa laki-laki itu ke dalam kelasnya yang sudah ramai. Dia mendudukkan dirinya di kursi yang biasa dia pakai, lalu menelungkupkan wajahnya di atas meja.
Bunyi notifikasi tanda pesan masuk mengusik perhatiannya. Diambilnya ponsel yang sedari tadi tergeletak di sampingnya. Ada pesan yang berhasil membuat mood Dava kembali membaik. Dia terkekeh pelan membaca pesan tersebut. Menggoda Tasya memang mengasyikkan!
Tasya Cantik 🌸
Aplikasi Anda sudah kadaluwarsa! 🙈
****
TBC.
Holla!
Apa kabar kalian hari ini? 😁
Ada yang kangen sama Dava? 🙋🙌
Eh, ada yang mau kasih saran buat visualisasi Dava? Bagusnya siapa yak? Lagi nyari-nyari tapi belum ketemu yang pas. 😁
Kalau kalian ada, komen di sini yak. 😘
Makasih 🙏
Sampai jumpa di bab selanjutnya....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro